Sudah dua hari aku terus mengurung diri di kamar enggan keluar dari ranah kamarku. Meski begitu, Ibu tetap saja memasuki kamarku, kecuali Ayah. Sifatnya yang keras, tentu tak menghiarukan bentuk protes anaknya ini. Karena baginya nomor satu adalah kerajaannya.
"Makanlah, atau ibu yang akan menyuapimu, hm?" sudah seharian ini aku mogok makan. Tampaknya semua hidangan yang dibawa pelayan tak satupun yang membuatku berselera untuk sekdar mencicipi.
"Aku tidak mau, Bu. Aku ingin bebas." Aku memeluk kedua lututku sambil menatap ke luar jendela. menyaksikan bintang-bintang yang bersinar terang di langit malam. Salah satu hiburanku disini adalah memandangi keindahan malam yang berhiaskan bintang dari dalam kamarku. Setiap kegundahan menghampiriku, malam hari sangat ku nantikan kedatangannya. Entah mengapa, melihat aburan bintang yang berkelap-kelip membuat perasaanku damai, perasaan buruk yang datang pun perlahan menghilang hanya dengan melihatnya.
Kali ini aku menantika adanya bintang jatuh. Siapa tahu mitos mengenai pengabulan doa saat melihat bintang jatuh bisa terjadi padaku, walaupun tak seutuhnya aku mempercayainya.
"Jangan membuat Ibu sedih. Kalau terus begini, kamu akan sakit, sayang." Ibu duduk di sebelahku dan mengusap rambut panjang yang ku gerai.
"Ibu benar-benar tidak mempunyai kekuatan disini? Aku membutuhkan seseorang yang bisa mendukungku, sayangnya tidak ada." tanpa berpaling ke arahnya, aku terus mendumel. Biarlah Ibu memarahiku karena sikapku ini.
"Ayahmu benar, keputusannya untuk kebaikanmu juga. Ayah hanya ingin kamu hidup berkualitas. Kehidupan di luar sangatlah keras, sayang. Kau tidak akan tahu hal itu."
"AKu tidak akan pernah tahu kalau aku belum terjun langsung ke luar." Timpalku cepat.
Ibu menautkan alisnya, ia terkejut dengan perkataanku.
"Maaf." ucapku akhirnya. Aku tidak bisa melihat Ibu begini, tetapi baru saja aku menyentaknya.
"Ibu tahu, emosi kamu masih belum stabil. Ibu hanya mengingatkanmu kalau hidup bebas di luar belum tentu membuatmu benar-benar bebas dan bahagia, melainkan sebaliknya. Jadi, pikirkan baik-baik sebelum bertindak lebih jauh."
"Aku lelah, bu. Lelah dengan peraturan yang mengekang langkahku. Aku juga ingin berteman dengan siapa saja, tidak hanya bersama putra-putri dari rekan bisnis Ayah, ataupun mereka yang satu kasta dengan kami." Ku putuskan untuk mengeluarkan semua unek-unekku kepada Ibu. Supaya tahu, tertekannya aku berada di lingkungan ini.
"Itu sudah menjadi takdir kita, kewajiban yang mau tak mau harus kita jalani. Lama kelamaan kamu juga akan terbiasa."
"Itu ibu, tidak denganku! selama ini aku paham, hingga akhirnya aku sadar kalau hidupku bahkan seperti robot. Ya, aku memang bisa melakukan hal sesuka ku dalam batas wajar, tetapi tetap saja ada keinginan untukku bisa menghirup udara segar di luar sana. Aku..."
"Putri Azela, mengertilah.." desah ibuku lelah. BAiklah aku sudah keterlaluan. tidak seharusnya aku mengeluh seerti tadi kepada ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Queen
Teen FictionSiapa bilang hidup di kerajaan itu menyenangkan. Bagiku, me-mu-a-kan! aku tidak bisa bebas bergaul seperti yang lain. aku tidak bisa bebas melakukan apapun seperti yang lain. aku tidak bisa berjalan-jalan sendirian seperti yang lain. aku ingin seper...