204

433 12 0
                                    

Haechan membaringkan tubuhnya disamping Jeno yang sedang memeriksa pekerjaan lewat layar ipadnya. Begitu sadar sang suami sudah selesai mandi, Jeno memusatkan seluruh perhatiannya kepada Haechan. Meninggalkan pekerjaanya begitu saja.

"Sayang kebiasaan deh, rambutnya nggak dikeringin dulu." Jeno bangkit berdiri dari ranjang, berjalan ke kamar mandi mengambil handuk baru untuk mengeringkan rambut Haechan.

Begitu Jeno selesai mengambil handuk, Haechan sudah memposisikan dirinya duduk dikursi belajar, memunggungi Jeno.

"Kamu wangi," kata Jeno sambil tangannya mengusap rambut Haechan.

"Ya wangi lah, kan aku mandi. Emangnya kamu, bau." balas Haechan.

Jeno terkekeh. "Emangnya aku bau banget, ya? Perasaan tadi sore aku udah mandi deh."

Haechan menunjuk jam dinding diatas kepala ranjang. "Tuh liat, sekarang udah jam 7, sorenya kamu itu jam berapa?"

"Jam 3? Aku lupa."

"Kalo kamu bau aku nggak mau tidur sama kamu ya."

Jeno menghentikan kegiatannya, menatap horor Hechan. "Kok gitu? Nanti aku tidur dimana, sayang."

Haechan mengangkat bahu tidak peduli.

"Udah selesai," Jeno melipat kembali handuk yang tadi ia pakai, meletakkannya di keranjang pakaian kotor.

"Jeno itu kan handuk bersih, kenapa dibuang siih,"

Jeno menahan tangan Haechan yang mau mengambil kembali handuk tadi. "Udah biarin aja, nanti aku bantu cuci."

Haechan manyun. Masih kesal.

Jeno yang sudah berbaring di atas ranjang menepuk tempat kosong disampingnya. Mengajak Haechan untuk tidur.

"Kamu jangan marah terus, nanti dedek bayinya nggak bisa istirahat."

"Waktu nggak ada kamu aku biasa aja ih, sejak kamu disini aku bawaannya pengen marah terus."

Jeno tertawa gemas melihat kelakuan suaminya itu. Tangannya melingkar diatas perut Haechan, mengusapnya pelan. Kemudian mengecup bahu Haechan sayang dari belakang.

"Sayang, maafin aku ya." kata Jeno tiba-tiba. Dia teringat bahwa belum sepenuhnya meminta maaf pada suaminya itu.

Haechan diam-diam mendengarkan apa yang berikutnya diucapkan Jeno.

"Ku akuin aku emang brengsek, memanfaatkan seseorang yang tulus sayang ke aku. Tapi apa yang aku bilang, yang aku lakuin ke kamu itu tulus dari dalam hatiku.

Aku sayang kamu, ah nggak, aku cinta kamu Lee Donghyuck. Terima kasih udah hadir di hidupku. Terima kasih udah sabar. Terima kasih mau menghabiskan seluruh sisa hidupmu sama aku. Terima kasih udah menghadirkan buah cinta kita."

Bahu Haechan bergetar, menandakan sang empunya menangis.

"Sayang? Sayang aku salah ngomong ya? Jangan nangis," Jeno membalikkan badan Haechan supaya berhadapan dengannya. Benar saja, suaminya itu menangis.

Haechan memeluk Jeno, menenggelamkan wajahnya di dada suaminya, membuat piyama Jeno basah oleh air mata.

Tanpa perlu Haechan ucapkan, Jeno tau bahwa suaminya itu sudah memaafkannya.

Jeno membawa Haechan dalam pelukannya. Mencium hangat kening Haechan.

"Aku cinta kamu, Lee donghyuck."

.

.

.

The End

[nohyuck] MIYA PIYA IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang