Prolog

20 2 8
                                    

Mentari tersenyum pagi ini, cahayanya menerpa wajah gadis kecil berumur delapan tahun lewat jendela kamar hotelnya, gadis itu mengerjapkan matanya pelan, punggung tangannya mengusap kelopak matanya yang masih setengah terbuka. Di sebelahnya, sang Ibu mengusap pelan rambut coklatnya sembari memanggil nama gadis itu, berusaha membangunkannya.

"Azey... Zeya. Bangun sayang... "


'Arazey Zyva Rashieka' namanya. Seorang gadis kecil berparas indah dengan mata hazel dan rambut setengah ikal berwarna hitam kecoklatan.

Ia membenci matahari yang muncul begitu cepat dan membangunkannya dari mimpi indahnya, namun setelah sepersekian detik, ia teringat sesuatu yang membuat kantuknya pergi entah kemana, ia bergegas bangkit dari kasurnya, dan berlari kecil menghampiri sangat Ibu.

•••

Angin laut yang berhembus kencang menerbangkan helai rambut gadis kecil yang tengah tersenyum lebar menikmati pemandangan hamparan laut luas dihadapannya, kegiatan favoritnya.

Zeya tidak menyukai situasi di sekelilingnya, namun ia sudah terbiasa dengan semuanya, orang-orang dewasa hanya berbincang mengenai bisnis, proyek, saham dan kolega yang sama sekali tidak ia ketahui dan yang pasti terdengar membosankan di telinganya, namun, ia menyukai pemandangan di depannya, dan lelaki yang tengah ia tunggu.

"Hai, Sarah" sebuah suara memanggil nama sang Mama, Suara yang terdengar familiar bagi Zeya, suara itu dapat membuatnya menoleh mencari sumber suara. Dan benar saja pandangannya berhenti pada seorang lelaki yang berada di samping sumber suara, senyumnya kembali terukir. Disisi lain lelaki tersebut tengah menoleh ke berbagai penjuru, terlihat seperti mencari sesuatu, hingga matanya berhenti ketika ia menemukan orang yang ia cari, ia tersenyum sembari berjalan mendekat kearah Zeya.

'Zayn Dareen', nama yang baru ia ketahui tiga hari yang lalu, lelaki dengan darah campuran Australia-Indonesia dan mata biru, kini, pemilik nama itu berdiri tepat dihadapannya, dengan senyum yang terukir di wajahnya.

"Hai, faa" sapa Zayn pada Zeya.


Zeya kebingungan, 'fa? dia menggil aku, kan?' gumamnya, ia menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan orang yang Zayn sapa dengan panggilan 'faa' adalah dia.

"Fa?" ucap Zeya bertanya kebingungan.

"Yupp, Fa, Fava. Arazey Zyva Rashieka, right?" ucap Zayn dengan menekankan intonasi pada kata  Zyva.

Ucapan Zayn berhasil membuat sang gadis yang dipanggilnya fava tersipu, pipinya kini berwarna merah, semerah kepiting rebus.

Mereka bersenda gurau sepanjang hari, hingga matahari mulai terbenam di ufuk timur, dan langit berganti warna menjadi oranye khas senja.

Hari itu menjadi hari dimana takdir mengikat nama keduanya. Mereka yang tak bisa bersama, namun juga tak bisa berpisah. Mereka yang saling tersakiti dan menyakiti. Mereka, kisah ini tentang mereka, Arazey Zyva Rashieka dan Zayn Dareen.
          

SEGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang