II

13 3 6
                                    

  Suara Lara

Cakrawala tak bercorak tampak kebiruan bak tak bertepi menyatu dengan segara tak berujung. Dersik mengusik nyenyat yang sama sekali tidak menyengat indra pendengar. Sesekali gulungan ombak yang menghantam batu karang terdengar bak nyanyian alam yang menemani dalam tentram berbalut nyaman tanpa menghamburkan ketenangan.

Terlihat dua atma yang tengah duduk di bibir pantai, salah satunya menggunakan punggung yang lain sebagai sandaran. Rutinitas keduanya apabila salah satunya butuh ruang untuk bernapas lebih bebas, berkisah lebih lepas, atau sekedar menghabiskan waktu berdua. Namun kini terasa berbeda, dua tahun sudah keduanya tak saling berjumpa, atau sekedar berbalas sapa, untungnya segalanya tetap sama, mereka masih Zayn dan Zyva.

Tujuh puluh lima menit sudah, keduanya masih mengatupkan mata dengan isi kepala yang malang melintang entah kemana. Pikiran keduanya buyar ketika perlahan hantaman ombak membasahi tubuh keduanya. Keduanya tertawa, tak terdengar selepas sebelumnya, tak seriang sebelumnya.

"Kamu yakin ga mau cerita? Yakin gapapa?"

Seorang lelaki lebih dulu melempar tanya demi memecah geming diantara keduanya, menyebabkan gadis disampingnya tersadar dari lamunannya. Zyva menghela nafas, mengulas senyum yang terlihat manis meski hanya segaris, senyum yang membuat hati siapapun teriris. Zayn balas tersenyum getir dan miris.

"I'm okay...., makasih udah tanya" sambung Zyva sembari mengedarkan pandangannya ke mata biru lelaki didepannya. Hening kembali menyelimuti, Zayn tak tahu harus apa untuk menghibur gadis yang tengah bersandar di bahunya.

Zayn mengulas senyuman terbaiknya, sembari mengulurkan sebatang cokelat di tangannya. Zyva tertawa getir, "kamu masih inget? Hahah--" tawa Zyva terhenti, mengingat sosok yang dulu mengisi hari-hari nya, sosok yang mengisi perutnya dengan cokelat, Ian, kakaknya. Zyva tersenyum dalam lamunannya.

•••

Sore ini, gurat merah menghiasi langit senja, angin menjadi penyebab helaian rambut indah terlepas dari ikatannya, menemani seorang gadis membalut asa, sembari menumpahkan air mata, mencoba memperbaiki hatinya yang terluka, melupakan kecewa yang ia rasa.

Suatu gelombang suara menusuk gendang telinganya, membuyarkan lamunannya, ia menoleh mencari sumber suara. Pandangannya menangkap sosok yang terengah-engah di seberang sana.

"Fa... Aku gatau respon kamu bakal gimana, tapi tolong... Kamu kuat" ucap Zayn sembari menyeka keringat yang mengucur di dahinya, berucap dengan nafas yang terengah-engah, wajah yang kalut dan bingung harus berbuat apa.

'Apa lagi yang bakal aku alami' batin Zyva berkata pasrah. Tangan Zayn dengan lihai mengusap layar ponsel di genggaman nya, memperlihatkan Zyva sosok dalam layar, Arvin, Papa yang merusak hidupnya. Zyva berusaha menguatkan diri, apapun yang akan terjadi. Ia menghela nafas, bersiap-siap atas apapun yang akan ia ketahui.

"Apa benar Bapak Arvin telah menggugat cerai Istri anda?" seorang wanita bertanya yang diduga adalah seorang MC suatu acara. Arvin mengangguk sebelum menjawab "Benar" ucapnya disusul senyuman pertanda kepuasan. "Dan wanita di samping Bapak... " sang MC kembali bertanya, terdengar sedikit ragu.
"Ah, iya. Dia calon istri saya, kami akan menggelar resepsi pernikahan seminggu dari sekarang, ditunggu ya" ucap Arvin sumringah. Kamera beralih menyorot perut Nayya, wanita yang di sebut-sebut sebagai calon istri Arvin sang pengusaha sukses.

BRUKK

Mata Zyva terpejam, tubuhnya tak kuasa menahan beban, lalu jatuh ke sembarang arah, darah mengucur dari lubang hidungnya, wajahnya pucat pasi, tubuhnya bergetar tak karuan, cairan bening tumpah dari kelopak matanya yang terkatup.






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang