Jeremy berumur dua puluh delapan tahun. Menurutnya itu umur yang belum terlalu pantas disebut sudah tua.
Tapi Ibu berpikiran lain. Setiap hari Ibu bertanya kapan Jeremy akan mengenalkan calon menantu kepada beliau, atau siapa kekasih Jeremy saat ini. Meski sudah berulang kali Jeremy menjawab sama, bahwa dia belum mempunyai pasangan, Ibu mengacuhkan dan ini semua membuat Jeremy frustasi.
Bukan kesalahan besar 'kan kalau Jeremy belum mempunyai pasangan? Banyak orang yang menikah di usia lebih tua darinya.
Menurut Jeremy, pernikahan adalah salah satu dari takdir. Jika dia belum memiliki pasangan, maka berarti takdirnya belum membawanya kesana.
Jeremy tidak mau memaksa dirinya hanya karena usianya sudah cukup untuk menikah. Walau Jeremy tidak pernah menjalin hubungan dengan niat untuk serius, tapi dia paham bahwa pernikahan bukanlah suatu hal perkara mudah, juga tidak ringan untuk dijalani.
Pernikahan adalah hal sulit. Dua orang dengan ego berbeda dan tumbuh berkembang secara terpisah, dipaksa menjadi satu keluarga. Seperti ada orang asing masuk ke dalam keluarga dan kau tidak tahu apa yang harus kau lakukan. Rasanya begitulah kira-kira.
Menikah itu tidak hanya terdiri dari dua orang. Tapi juga melibatkan keluarga, saudara, teman, bahkan tetangga. Kita belajar beradaptasi menghadapi orang-orang baru. Bagi Jeremy itu semua sangat rumit.
Namun Jeremy mengerti bahwa dia tidak boleh terus-menerus takut. Jeremy tidak mungkin terus melajang. Dia akan sendirian jika seandainya Ibu tidak berumur panjang. Dia juga sadar sepenuhnya tidak mungkin terus sendirian untuk sepanjang sisa hidupnya.
Ibu juga selalu meyakinkan kalau Jeremy sudah cukup dewasa untuk menikah. Finansial Jeremy sudah bagus. Karirnya juga terjamin. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk membentuk sebuah keluarga baru.
Setelah berpikir panjang, Jeremy menerima tawaran Ibu untuk mencarikan jodoh baginya. Jeremy tidak masalah bagaimana calon pasangan yang akan dipilih. Jeremy yakin Ibu akan memilih yang terbaik untuknya.
Jeremy juga berpikir percuma saja jika dia sendiri yang mencari jodohnya. Karena Jeremy tidak mempunyai karakteristik tertentu terhadap orang yang disukainya. Itu sebabnya dia selalu menyukai orang yang berbeda-beda dan tidak pernah memiliki kesamaan dari kekasih-kekasihnya dulu.
Jadi, disinilah Jeremy berada sekarang, di parkiran sebuah restoran sushi yang terletak di tengah pusat kota padat. Setelah pulang kerja, masih mengenakan setelan jas, Jeremy mengendarai mobilnya menuju tempat pertemuan dengan calon yang telah dipilih.
Ibu sibuk menghubungi Jeremy sejak tadi hanya untuk memberitahu bahwa mereka akan bertemu di tempat ini jam tujuh malam. Mereka berdua akan makan malam bersama setelah pulang kerja.
Ibu telah menerima kalau Jeremy hanya tertarik dengan pria. Ibu tidak keberatan dengan pilihan hidupnya. Jeremy menebak mungkin Ibu setuju karena yang terpenting bagi beliau adalah Jeremy menikah dan memiliki pasangan hidup.
Maka Ibu mencarikan seorang pria yang pantas untuk dirinya. Ibu memberikan 'Kabar Bahagia' itu kemarin malam setelah Jeremy pulang dari kantor. Beliau bersemangat untuk memberitahu padanya bagaimana wajah rupa si calon. Jeremy menolak untuk mendengar sebelum Ibu sempat mengatakan satu katapun. Jeremy tidak mau membayangkan seperti apa wajah pria tersebut. Biar Jeremy yang melihatnya sendiri.
Saat ini Jeremy sangat tenang. Dia memang jarang sekali panik menghadapi sesuatu. Jeremy memasuki restoran. Ponselnya terus bergetar dalam saku celana. Jeremy sengaja tidak mengangkat karena dia tahu itu telepon dari Ibu yang memastikan dia tiba tepat waktu di restoran.
Ibu sangat ribut, mengatakan kepadanya bahwa pria baik itu akan menunggu sendirian jika Jeremy telat. Padahal Ibu adalah orang di dunia ini yang paling paham kalau Jeremy tidak pernah terlambat dalam hal apapun. Dia justru yakin kalau si calon yang akan terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day, When We.... [BL]
RomanceJeremy berusia 28. Ibu ingin dia segera menikah. Karena itu Ibu merencanakan perjodohan untuknya. Jeremy membiarkan sang Ibu untuk mencarikan pria terbaik menurut beliau bagi putranya. Meski Jeremy sangat ragu, tapi bisakah dia dan pria tersebut men...