Pagi ini aku bangun dengan perasaan yang sangat tidak baik. Banyak hal yang ada di kepalaku, banyak kekhawatiran yang ada berseruan dalam isi kepala ku.
Sebagian besar orang sering mengatakan "Pasti akan ada saatnya." Menurutku, itu tidak benar.
Kita tidak tau apa yang terjadi kedepannya, apakah Allah masih mengijinkan kita menginjakkan kaki di tanah ini? Atau Ia lebih sayang dengan kita?
Masa depan itu, belum tentu ada.
Aku tau itu terlalu menyeramkan untuk dikatakan. Tapi, bukankah faktanya memang seperti itu?
Namun, ijinkan aku mengucapkan terimakasih kepada diriku sendiri.
Neira, terimakasih untuk perjuangan 16 tahun mu. Terimakasih karena kamu kuat, aku masih bisa terus menulis cerita ini. Perjuangan mu, sungguh luar biasa hebatnya. Kamu berhak bangga pada dirimu sendiri.
Sungguh, hidup di dunia ini memang tidak mudah. Banyak sekali tantangan dan cobaan yang harus kita lewati.
Dari masalah sepele yang bisa membuat kita jengkel sampai ke masalah yang membuat kita mungkin berfikir untuk menyerah.
Dengan sisa tenaga yang dimiliki aku memutuskan untuk segera bangkit dari ranjang karena jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi.
Aku tak pernah menyiapkan perlengkapan sekolah ku pada malam hari, maka dari itu pagi ini membuat ku harus cepat cepat menyiapkan apa saja yang perlu ku bawa. Dan berharap tak ada air mata yang mengalir hari ini.
---
"Mama, makan apa hari ini?" Tanyaku saat melihat tak ada makanan di meja makan.
Mama, orang yang setiap pagi dapat bangun dan menyelesaikan tugasnya dengan tepat waktu. Yang tak pernah mengeluh akan pekerjaannya, dan selalu bisa diandalkan di setiap saat. Mama memang keren.
"Mau apa? ini ada nasi goreng, mama juga lagi panasin ayam." Jawabnya dengan tangan yang cekatan menyiapkan bekal ku dan Vio—adik laki laki ku.
Aku mengambil beberapa nasi goreng dan memakannya. Tak ada yang menarik dalam sarapan kali ini. Pikiran ku melayang memikirkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi di sekolah nanti.
Apakah kalian pernah berfikir, bagaimana jika hari ini adalah hari terakhir kalian di dunia ini?
Aku sering memikirkan itu. Menurutku itu menyenangkan sekaligus menakutkan. Karena aku sudah tak perlu memikirkan kemungkinan terburuk yang adakn terjadi di keesokan harinya, tak perlu memikirkan apakah aku memiliki kesalahan dan lain sebagainya. Tapi, itu menakutkan jika kematian ku memberi dampak buruk kepada yang lainnya.
Aku hanya tidak ingin merugikan orang lain.
---
Saat tiba di kelas, tenyata aku adalah orang pertama yang sudah sampai di kelas. Banyak kursi yang masih kosong. Namun beberapa saat kemudian ada satu teman ku yang datang dan langsung menanyakan tentang pekerjaan rumah yang di berikan oleh guru matematika pada pertemuan yang lalu.
Bukannya malah mengerjakan tugas, aku malah mengambil jaket ku dan mulai menaruh kepalaku di atas meja.
'ting'
Benda persegi panjang berwarna cream itu berbunyi tanda ada seseorang yang telah mengirim pesan pada ku.
Aku membukanya,
"sudah sampai?"
tanya seorang dibalik layar handphonenya. Aku mengetikan pesan balasan yang mengatakan bahwa aku sudah di sekolah. Ia mengajakku bertemu di tangga depan laboratorium dan aku mengiyakan ajakan itu.
"Hai" sapa ku saat sudah sampai di hadapannya. "Ada apa?" lanjutku.
Dia, tidak mengucapkan sepatahkata pun pada ku. Hanya menatapku lekat. Aku diam saja juga tak berinisiatif untuk mengajaknya berbicara.
"Cantik." katanya setelah beberapa saat suasana hening. Aku tersenyum menanyakan apakah dia baik baik saja dan hanya dijawab dengan anggukan.
Aku mengusap kepalanya, sekali lagi menanyakan tentang kabarnya. Namun hanya dijawab dengan gerakan kepala yang mengatakan bahwa dia baik baik saja.
Aku memutuskan untuk duduk di sampingnya. Dia mengambil tanganku dan mengusapnya perlahan.
"Jangan pergi." Ucapnya sambil menatapku lekat. Ku balas dengan senyuman. "aku ngga bakal pergi, kamu kenapa sayang" yang ditanya malah menunduk melihat tangan ku yang ada di genggamannya.
"Kalo ada sesuatu, cerita ya?" kataku sambil mencoba mengangkat kepalanya agar menatapku kembali. "Iya." Suaranya parau. Aku tau dia pasti menyimpan sesuatu dalam pikirannya.
"Gapapa kalo masih belum bisa cerita sekarang, aku tunggu." Kataku sambil sekali lagi mengusap puncak kepalanya. Dia kembali mengangguk sebagai balasan
Tak terasa waktu sudah berjalan dengan cepat dan bel tanda pelajaran akan dimulai pun bergema di seluruh antero sekolah.
Kita memutuskan untuk pergi ke kelas masing masing dan memulai kewajiban kita sebagai murid. Belajar.
***
cttn:
Masih permulaan, gatau besok besok gimana. Semoga bisa komit buat selesaiin cerita ini.
Semoga kalian suka♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama
Teen FictionCerita ini mengisahkan tentang dua orang yang sama sama sedang berjuang di tepi jurang.