Fella

460 69 0
                                    

Suatu hari yang aneh, Sarah tiba-tiba mengajak Fella shopping.

Sekarang mereka sedang asyik menikmati kopi mahal di kursi pojok, mengobrol random sampai akhirnya Sarah bertanya: "Lo sama Ucup.... pacaran?"

Fella tersedak. Pertanyaan tadi sama sekali di luar ekspektasi.

"Ini kenapa tiba-tiba nanyain itu?"

"Yaa....gue cuma ngerasa lo dan Ucup belakangan ini makin deket."

Fella juga merasa begitu sih, belakangan ini Ucup sering mengajaknya bicara hal-hal remeh, seru sih. Kenapa ya? Fella jadi ikut berpikir, apa iya Ucup tertarik padanya.

"Hmm.... Jujur dia menarik sih, ya tapi belum sampai taraf cukup untuk bikin gue bisa percayain hati gue ke dia."

"Bagus deh."

Fella mengernyit. "Maksud lo?"

"Ucup tuh manfaatin lo doang. Dia ga bener-bener suka sama lo."

"Lo tahu dari mana?"

"Gue tahu dia suka orang lain."

"Really? Siapa?"

"Gue ga bisa bilang, tapi sorry to say orang itu bukan lo. Gue bukan mau nyakitin perasaan lo, Fel. Gue justru mau nyelametin lo dari si brengsek Ucup sebelum terlambat."

"Wow, wow! Brengsek? I don't think he's that bad?"

Sarah berdecih. "Itu karena lo ngga tau apa yang dia sembunyiin."

"Dan lo tahu?"

"Cukup percaya kata-kata gue kalau lo ga mau sakit hati, Fel."

Fella dan Sarah lalu bertukar pandang dalam diam.

Dari tatapan mata Sarah, Fella bisa menilai kalau Sarah yakin betul dengan ucapannya barusan.

"Well, thanks. I'll think about it."

Pada hari lain dan kesempatan lain, Ucup kembali menemui Fella sekedar untuk mengajak Fella mengobrol.

Biasanya, Fella akan menikmati bagaimana percakapan mereka mengalir seperti air.

Namun sejak obrolannya dengan Sarah tempo hari, sedikit banyak Fella jadi terpengaruh.

Mulutnya gatal ingin mencari tahu siapa gerangan yang memikat hati Ucup dan mengapa Ucup seolah berusaha lebih dekat dengan Fella kalau memang hatinya terpaut di sosok lain.

"Cup, lo mau tahu sesuatu yang menarik?"

Ucup tidak heran dengan Fella yang tiba-tiba bertanya, sebab obrolan mereka memang seringnya tidak tentu arah.

"Sure."

"Kemarin gue jalan sama Sarah, kita ngobrol, dan Sarah nyuruh gue buat ngga percaya sama lo karena lo cowok brengsek."

Ucup tidak tampak terkejut, namun Ucup terdiam.

"Dia bilang gitu?"

"Well, not exactly but itu intinya."

"Lo percaya Sarah?"

Fella mengangkat bahu. "I'm not sure. Dia juga bilang...lo lagi suka sama seseorang?"

Barulah Fella melihat sedikit perubahan pada raut wajah Ucup, mungkin panik? Dari sana Fella paham kalau ucapan Sarah memang benar adanya.

"Sarah sebut nama?"

"Nope. Jadi bener lo lagi suka sama seseorang? Terus untuk apa lo akhir-akhir ini gencer banget deketin gue? Bukan gue kepedean ya, it's crystal clear."

"Sorry, Fel. Gue tahu gue jahat. Gue butuh distraksi, gue pikir kalau itu lo mungkin gue bisa belajar jatuh cinta lagi."

Fella tertawa.

"Gue ngga nyangka, ternyata lo cukup naif juga ya. Ga ada yang akan berubah kalau bukan gue yang hati lo mau."

Ucup juga bukannya tidak tahu.

Ucup hanya paham kalau pada kasusnya berjuang bukan satu pilihan.

"Ga bisa, Fel. Dia bukan sesuatu yang bisa gue milikin. Dan kalo gue bersikeras berusaha, bakal banyak hati yang terluka."

Fella merasakan keputus asaan dalam ucapan barusan.

Sedikit banyak otaknya mulai mampu merangkai maksud ucapan Sarah dan Ucup. Dan kepalanya muncul satu nama, dialah orang yang terikat erat baik dengan Sarah atau Ucup.

"Biar gue tebak. Orang yang lo suka, dia Piko?"

Tidak perlu kata untuk jawaban atas pertanyaan Fella. Bahasa tubuh Ucup yang mendadak tegang sudah cukup bagi Fella untuk menarik kesimpulan.

Fella pikir dirinya akan kecewa atau marah, sebab Ucup menjadikannya pelarian.

Ternyata salah, yang Fella rasa justru iba.

"Ga usah tegang gitu kali, Cup. If you want it to be a secret, I'll keep my mouth shut."

Fella bukan sekedar ingin buat Ucup tenang, dia tahu betapa salahnya memaksa seseorang mengungkap jati diri di depan masyarakat yang menentang keras kaumnya.

"Sarah yang tiba-tiba jadi lebih hostile, lo dan Piko yang kinda awkward, bukan sesuatu yang sulit buat dianalisa," lanjut Fella.

"Gue lupa, mata jeli dan otak lo tentu ga sulit buat baca semua. Cuma Gofar dan Tuktuk yang ga bakal sadar."

Keduanya tertawa kecil.

Suasana jadi lebih cair, hingga Fella merasa bisa bertanya lebih jauh.

"Piko tau?"

Ucup mengangguk. "Hmm."

"Terus? Reaksinya gimana?"

"He's...fine with it."

"To be honest, gue juga ga bisa bayangin Piko tanpa Ucup, pun Ucup tanpa Piko. You guys are like... broken souls trying to be sane by holding onto each other. Kalo salah satunya pergi, ya dua-duanya hancur."

Ucup berharap Fella salah, Piko tidak perlu hancur tanpa Ucup, dia masih punya Sarah.

Namun jauh di dalam hatinya, Ucup tidak bisa menampik bahwa Fella memang benar.

Heart2Heart (CUPIKO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang