Tidak aku sangka hari demi hari telah berlalu. Hari pernikahan sudah tepat di mata. Mataku terpejam ketika sapuan make up menghiasi wajahku. Dan baru kali ini, aku memakai gaun pengantin yang begitu indah. Tanpa bekas dari Clara.
"Sudah selesai, betapa cantiknya dirimu," pekik bahagia perias pengantin. Seolah telah menciptakan mahakarya begitu indah.
Kutatap pantulan diriku dalam cermin. Rambut di sanggul rapi dengan anak rambut dibiarkan nakal di sisi wajah. Sapuan make up yang sama sekali tidak tebal, terlihat seperti natural degan bibir di poles warna merah muda.
Aku, cantik.
Tidak kusam seperti biasanya. Wajahku sangat cantik dan indah. Tidak apa-apa, 'kan ketika diri ini memuji diri sendiri."Calon suamimu pasti akan terpukau dengan kecantikanmu," puji sang perias sambil membereskan alat-alat make upnya.
Aku hanya tersenyum. Rasa berdebar semakin tak karuan. Jantung terus berpacu semakin cepat kala Papa sudah berada di depan pintu.
Jangan menangis Senja, kamu wanita kuat. Ini... pertama dan terakhirnya aku memegang tangan Papa. Melingkarkan tanganku ke tangannya. Papa, mengantarku ke arah pemberkatan akan dilaksanakan.
Rasa haru menyeruak di dada, meski aku tahu Papa terpaksa menggandengku. Tapi aku bahagia hari ini. Mengulas senyum sebaik mungkin agar aku terlihat bahagia. Meski pada akhirnya aku masih melihat tatapan dan ucapan orang-orang yang mengasihaniku karena menikah dengan pria buruk rupa.
JANGAN MENGASIHANIKU! jeritku dalam hati namun bibir ini terkatup rapat. Mencoba mengabaikan orang-orang jahat itu dan menganggap hanya angin lalu.
Dan kini, tatapanku tertuju pada pria yang memakai jas putih, senada dengan gaunku. Tubuhnya tinggi dan tegap. Namun aku tak dapat melihat wajahnya. Wajahnya tertutup rapat. Kaca mata hitam menghiasi matanya, masker hitam menutupi separuh wajah. Bahkan dahinya tertutup rambut yang panjang.
Itu semua terlihat aneh. Namun aku tahu, kenapa dia melakukan hal seperti itu. Sesampai di depannya, aku cukup terkejut melihat uluran tangannya. Tanganku bergetar saat menerima uluran itu. Begitu pas dan juga... HANGAT.
Kami sudah berada di depan pendeta. Tautan tangan kami tak terlepas. Sampai pendeta memulai pemberkatan kami. Hingga dada ini terus berbedar hebat.
"Hari ini, di sini, di tempat ini. Seorang pria dan wanita akan menjadi pasangan suami dan istri. Apakah kalian berdua berjanji saling menyayangi dan mencintai satu sama lain."
"Saya berjanji," jawab Mas Langit dengan suara terdengar tegas. Atau hanya perasaanku saja.
"Saya berjanji." Dan kali ini adalah jawabanku.
"Sekarang, kalian bertukar cincin sebagai tanda cinta." Kami bertukar cincin dan begitu pas di jari manis kami. "Dengan ini kalian berdua telah sah menjadi pasangan suami dan istri. Silakan mempelai pria mencium mempelai wanita."
Entah kenapa tatapan kami seolah bertemu. Jantungku terus berpacu cepat, apalagi saat pria di depanku alias suamiku memajukan wajahnya. Mataku terpejam, begitu siap mendapat ciuman darinya.
Tubuhku tersentak, rona merah menjalari seluruh wajahku. Bukan ciuman di bibir, akan tetapi kecupan di kening namun membuatku merasakan perasaan asing yang menyeruak keluar. Dan aku menjadi salah tingkah. Untuk pertama kalinya, seorang pria menyentuhku, dan dia adalah SUAMIKU.
****
Tidak ada acara repsepsi di pernikahanku. Hanya pemberkatan saja. Namun aku tak mempermasalahkan itu semua. Yang aku inginkan hanyalah pernikahan sakral, hingga aku dan suamiku akan hidup bersama sampai tua nanti. Saling percaya dan mengasihi. Dan pasti kita akan saling setia. Itu keinginan semua orang, termasuk diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐚𝐧𝐠𝐢𝐭 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚 (Ebook)
RomanceSudah tayang diplaystore/playbook. _______________________________________ Senja tak menyangka, selain menjadi anak haram dalam keluarga Sanjaya, ia harus menjadi pengantin pengganti. Clara, adik tirinya menolak keras dijodohkan oleh pria yang dikab...