Suasana malam ini terlalu sunyi untuk dinikmati sendirian. Roy, yang baru saja pulang dari shift siang, memasuki kamar kosnya. Merebahkan tubuh lelahnya di kasur lantai. Netranya menatap langit-langit kamar, tak ada hal yang indah untuk dinikmati malam ini. Ia bergegas membersihkan diri di kamar mandi, berniat untuk pergi ke warkop.
Tak enak menjadi jomlo, ia harus merasa kesepian sendiri tak dapat menikmati perhatian dari seseorang. Selesai mandi ia mencari baju asal di lemari, lalu menyambar dompet dan ponselnya. Ia keluar dari kamar kosnya, berjalan menuju parkiran motor di pojok, dekat tangga.
Netranya menangkap dua lelaki yang ia kenal sebagai penghuni kamar di dsampingnya sedang berjalan menuruni tangga. Rungunya menangkap pembicaraan yang asing baginya.
"Bodynya bener-bener menggiurkan, Bro." Lalu tangannya memperagakan seperti apa lekukan dari atas hingga bawah dan bersiul.
"Sayang Cuma bisa dilihat lewat ventilasi, nggak bisa dinikmati langsung ya!"
Roy mengernyit bingung, apa yang mereka bicarakan. Setahu dia di lantai atas hanyalah gudang dan tempat jemuran baju. Ia yang diliputi rasa penasaran, menaiki tangga menuju lantai dua.
Lantai dua ada gudang dan kamar di pojok dekat jendela besar. Tempat menjemur baju ada di lantai tiga. Roy melangkah menuju jendela besar, ia dapat melihat rumah-rumah di sekitar kosannya dari sini. Sekumpulan remaja lelaki berjalan menuju warkop yang terlihat ramai.
Saat pintu terbuka, membuat Roy menoleh ke belakang. Ia terkejut saat melihat wanita dengan rambut sepunggung sedang keluar membawa ember berisi pakaian.
"Setan!" teriak Roy, membuat wanita itu terkejut.
"Eh, bukan Mas, saya manusia." Ia tertawa melihat Roy ketakutan.
Dahinya mengernyit bingung, ia tak pernah melihat lelaki di depannya itu. Bahkan ia bukanlah wajah-wajah yang selalu mengintipnya saat mandi. Ia meletakkan ember berisi pakaian di samping pintu kamarnya, mengenakan sandalnya ia menghampiri Roy yang tertegun memandangnya.
Bagaimana tidak tertegun, jika wanita di depannya ini mengenakan dress tanktop bertali spagheti warna putih, yang belahan dadanya terlalu rendah dan memperlihatkan bongkahan dadanya yang menyembul, apalagi Roy melihat ada yang tercetak jelas di sana, wanita ini tak mengenakan bra.
Roy menelan ludahnya gugup, ia tak pernah bertemu dengan wanita berpenampilan seperti ini. Hanya ada di film biru yang selalu dikirim oleh temannya setiap hari sabtu malam.
"Masnya siapa? Saya nggak pernah tahu Masnya di sini."
Suaranya lembut, otak Roy sudah membayangkan jika wanita di depannya ini mendesahkan namanya saat ia mencumbui seluruh tubuhnya. Sial, juniornya sudah mulai bereaksi akan hal itu.
"Saya ... anak kos di lantai satu,Mbak."
"Saya Prameswari, panggil aja Ri."
"Saya Roy, Mbak Ri. Maaf sudah membuat Mbak Ri kaget, saya juga nggak tahu kalau di sini ada kamarnya, saya kira Cuma gudang."
Prameswari tertawa, ia melirik Roy duduk dengan gelisah, lalu semakin ia menunduk untuk melihat wajah Roy yang terlihat bersih terawat, Roy semakin gugup. Ia menelan salivanya kelat.
"Mampir yuk, Mas. Kita ngeteh bareng. Dari pada di sini makan angin." Roy mengangguk antusias.
Ia mengikuti Prameswari masuk ke kamarnya yang sedikit berbeda dari kamarnya. Prameswari mengunci pintu kamarnya, tapi Roy pura-pura tak tahu. Ia berpura-pura menelusuri bingkai foto Prameswari yang selalu memakai pakaian minim. Ia bingung apa pekerjaan Prameswari. Bahkan ada fotonya yang bertelanjang, tetapi telapak tangannya menutupi bongkahan dadanya dan bagian bawahnya. Hanya foto itu, mampu membuat yang dibawah sana terasa sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prameswari 21+ (mature content)
ContoKumpulan kisah manusia tentang cara mengungkapkan hasrat masing-masing. Peringatan mature contetn 21+++ Harap bijak membacanya.