bab 36

1.1K 140 23
                                        

Regan tengah duduk dengan menghadap pada kaca besar di ruangannya. Kaca tembus pandang yang memperlihatkan indahnya langit siang ini membuatnya cukup merasa senang. Dulu Aquila pernah mengatakan jika suatu saat nanti, wanita itu akan bekerja di kantor Regan. Menjadi sekretaris suaminya, agar tidak ada kesempatan wanita lain mendekati suami tercintanya. Namun, semua itu kini tak bisa di wujudkan.

"Jadi apa rencana selanjutnya?" tanya sosok laki-laki muda yang sejak tadi duduk di depan meja kerja Regan.

Sambil menyesap rokoknya yang sudah tinggal setengah, Regan tersenyum tipis. Sebuah rencana besar akan ia laksanakan bersama Sergio untuk memberi sedikit pelajaran pada dua wanita yang sudah menyebabkan kecelakaan itu.

"Saat Aquila kembali nanti, langsung culik mereka berdua. Dan kita siksa mereka sampai mereka meminta kematiannya sendiri." suara deep milik Regan yang menyiratkan kemarahan terdengar cukup mengerikan. Bahkan Sergio yang seorang pembunuh sejak kecil merasa merinding mendengarnya.

Sudah lama Regan menunggu saat ini tiba, selama ini dia diam bukan karena memaafkan pelaku. Tapi, ia menunggu waktu yang pas. Dan untuk kali ini saja, ia akan menjadi pembunuh untuk membalaskan semua rasa sakit istrinya. Jangan menganggap remeh sikap dingin dan cueknya, karena tidak ada yang tau apa yang dia pikirkan di dalam kepalanya.

Cklek

"Bang, tiket lo ke Amerika besok udah ada. Dan Bunda juga sudah siapkan semua keperluan lo selama di Amerika." beritahu Regan, laki-laki yang memiliki wajah sama dengan Regan itu mendekati kakaknya.

"Oke, thanks. Lo bisa langsung pergi, gue masih ada kerjaan sama Sergio." kata Regan dengan santainya.

Revan melongo mendengar perkataan kakaknya, ia jauh-jauh datang dari kampus hanya untuk memberitahu jika semuanya sudah selesai. Tapi Regan terlihat dengan santai mengusir dirinya. Sungguh kakak yang tidak tau diri.

"Kampret lo, bukannya nawarin duduk dulu atau kasih minum. Malah langsung di usir." maki Revan.

Tak

Regan melempar kartu berwarna hitam ke atas mejanya, membuat Revan semakin melebarkan matanya. Kartu itu, incaran dirinya dan Rain.

"Beli apa pun, tapi jangan lebih dari seratus ribu " ujar Regan

"Eh, buset. Kartu doang black card, tapi jajanin adek sendiri cuma cepek. Gue juga mampu kali bang beli sendiri meskipun kartu gue BCA warna biru." sarkas Revan

Regan terkekeh mendengar perkataan adiknya, ia hanya bercanda tapi Revan selalu berlebihan menanggapinya.

"Bejanda kali." elak Regan

"Heh, bercanda bang bukan bejanda. Lo katanya pinter juara satu parallel, kok sekarang dongo sini sih." cerca Revan semakin heboh.

"Ck, terserah gue dong. Mulut gue, kok lo yang ngatur. Udah sana pergi." usir Regan

"Siap, gue mau beli mobil baru ah. Mumpung bawa black card, Ferrari warna kuning biar orang-orang silau kalo liat." monolog Revan sambil berjalan santai meninggalkan ruangan kakaknya.

Regan melempar rokoknya pada tempat sampah kecil di sebelah mejanya. Beralih pada laci, di sana terdapat dua pisau kecil yang sangat tajam dan juga dua pistol.

"Mau pakai apa?" Regan mengeluarkan satu pisau kecil miliknya, dan satu pistol ia lemparkan pada Sergio.

"Pistol ku lebih banyak, berikan salah pisau kecil itu." pinta Sergio

Tanpa basa-basi Regan melempar pisau miliknya, dengan ujung tajamnya ia arahkan pada laki-laki yang terlihat santai di kursinya. Cepat seperti kilat, itulah yang Regan tau tentang Sergio. Dan ya, ujung pisau kecil itu dapat di tangkap tepat di depan kening Sergio. Hanya tinggal satu senti saja akan mengenai keningnya.

Regan dan Cintanya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang