Derai dan Juwita

317 59 44
                                    


Pernikahan Sadam dan Septia ini sudah jadi pernikahan keempat yang didatangi Derai pada bulan ini—dan bahkan ini belum akhir bulan. Masih ada dua undangan tersisa, dan dua undangan lagi bulan depan. Derai sampai nyaris kehabisan batik lengan panjang karena di antaranya udah mulai kependekan dan kekecilan.

Apakah laki-laki di atas 25 tahun masih bisa tumbuh tinggi? Kok perasaan bajunya pada kependekan semua.

Setelah selesai mengancingkan kancing terakhir baju batik lengan panjangnya, Derai merapikan lagi rambutnya dengan pomade, lalu menyemprotkan parfum berbau maskulin sebagai sentuhan akhir.

Tanpa disadari, Derai mulai menghela napas panjang. Bukan dia nggak berbahagia dengan kebahagiaan orang lain, atau kayak Dewi—mengeluh karena terlalu banyak mengeluarkan 'uang tempel' bulan ini. Kedua hal itu nggak pernah jadi masalah. Hanya saja, tiap selesai menghadiri pernikahan, Derai selalu overthinking.

Malam ini dia berangkat ke pernikahan Sadam dan Septia sendirian. Lagi. Sudah bertahun-tahun belakangan begitu. Nggak ada plus one yang menemaninya mendatangi kondangan demi kondangan.

Dan Derai juga nggak tertarik menyewa jasa plus one yang pernah ditawarkan teman-temannya. Ya karena, kalau memang sedang sendiri kenapa harus kelihatan punya gandengan?

Meskipun karena keputusannya itu, dia sering jadi bahan olok-olokan. Bukan ejekan yang bikin sakit hati sih sebetulnya, lebih ke inside joke di antara teman-teman kantornya.

Jadi yang paling atraktif di kantor, sekaligus paling nggak laku. Alias paling nggak kelihatan punya gandengan.

Yah.

Lalu banyak rumor menyebar kalau Derai itu penyuka sesama jenis, aseksual, dan beberapa rumor aneh lainnya—yang ditanggapinya dengan santai. Memangnya kalau penyuka sesama jenis kenapa?

Melanie—teman yang duduk di kubikel depannya sering menyalahkan wajah tampan Derai yang katanya bikin minder cewek duluan. Tapi toh faktanya, cowok-cowok ganteng lain di kantor sold out juga. Dalam satu divisi, hanya tinggal dia, Anggi, dan Erwin yang belum menikah. Tapi Anggi masih anak magang berusia 20 tahun, sedangkan Erwin udah tunangan dan lagi cari tanggal buat menikah.

Tuh kan, ujung-ujungnya, Derai sendirian. Lagi.

Sebenarnya nggak ada masalah dengan dirinya yang belum kunjung menemukan the one. Hanya saja kadang-kadang olok-olok itu mengganggunya. Membuatnya berpikir, apakah ada yang salah dengan dirinya?

Sampai perkataan Erwin mulai menyadarkannya.

"Santai aja, bro. Emang belum ketemu aja."

Itu dia, belum ketemu ... atau nggak ketemu?

Yah.

Kalau nggak ketemu ya udah nggak apa-apa. Mungkin dia memang ditakdirkan buat menjalani hidup sendirian. Toh Mama dan Papanya nggak pernah memaksanya untuk segera menikah.

***

Juwita nggak pernah menyukai segala bentuk pesta, apalagi pesta pernikahan. Dia nggak mengerti konsep di mana menyerahkan hampir seluruh kebebasannya pada orang lain adalah hal yang membahagiakan.

Kan, jadi jomblo itu enak. Nggak harus repot ngabarin mau kemana dan sama siapa, nggak banyak drama dan berantem yang nggak perlu, dan hal-hal lain yang menurutnya sebagai konsekuensi menjalani suatu hubungan—apalagi pernikahan.

Bukan berarti dia nggak suka melihat kebahagiaan Sadam dan Septia. Actually, she does. Hanya saja konsep pernikahan yang katanya bikin bahagia itu yang masih Juwita nggak mengerti.

Lenggang Puspita (ONE SHOT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang