𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰
•
•
•"Sampe ketemu lagi besok!"
Lambaian tangan itu berhenti setelah mobil di hadapannya itu melaju. Hiraya tersenyum, merasa sangat beruntung bisa berteman dengan Nayesha.
Menghembuskan napas, tujuannya kali ini adalah cafe milik kakak perempuannya. Tanpa berlama-lama, Hiraya memberhentikan sebuah taksi yang melintas. Dengan segera ia pun menaikinya.
Lima belas menit berlalu, akhirnya Hiraya sampai di depan sebuah cafe dengan tema vintage itu. Cafe yang sudah didirikan sejak satu tahun yang lalu itu kini terlihat sepi, sepertinya tidak banyak pengunjung datang kesana sore ini.
Setelah turun dari taksi, Hiraya melangkahkan kakinya menuju ke dalam cafe. Lonceng berbunyi saat ia membuka pintunya, membuat sang kakak menoleh padanya sambil melempar senyuman lebar.
"Kamu dateng?" tanya Naraya—kakak perempuan Hiraya itu.
Hiraya menganggukkan kepalanya. "Iya laj. Aku udah janji, kak. Masa aku ingkar," jawab Hiraya, mendekati Naraya yang sedang berdiri di balik meja panjang di sana.
"Karena kamu ada di sini, kaka minta tolong buat jaga cafe ini sebentar, ya. Kakak mau pergi ke toilet dulu."
"Ah, ya udah sana! Biar aku aja yang jaga di sini."
Setelah Naraya pergi, gadis yang rambutnya pendek itu melepas tas dari gendongannya. Ia melihat-lihat segala yang ada di sana dengan seksama, hingga tatapannya tertuju pada seorang pemuda yang duduk di ujung sana.
"Tunggu. Kayaknya gue kenal sama cowok itu..., tapi siapa ya?" ia berpikir sejenak, mengingat-ingat nama pemuda yang ia temui di sekolah itu.
"Ah! Raifan!" ia berseru agak keras. Namun sepertinya pemuda di sana itu tidak mendengarnya karena sedang menggunakan headphone.
"Kok dia ada di sini? Sendirian? Gak, maksud gue tuh dia gak punya temen buat diajak kesini, kah? Atau dia gak punya temen? Tapi itu gak mungkin sih." Hiraya bermonolog pelan.
Sedangkan di sana, pemuda yang Hiraya tengah perhatikan itu menatap layar laptopnya dengan sangat serius. Pandangannya tak teralihkan sedikit pun.
Hening. Baik Hiraya maupun Raifan, tidak ada yang membuka suara. Keduanya hanya fokus pada apa yang sedang mereka tatap. Hingga beberapa menit berlalu, Raifan mulai menggerakkan tangannya untuk mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
Sebuah kukis yang pagi tadi Hiraya berikan padanya, Raifan kemudian membuka kotaknya. Ia mencicipi kukis itu sedikit lalu menyimpannya kembali.
"Dia gak suka kukis dari gue, kah? Kenapa? Padahal gak ada yang salah. Nyebelin banget kalau dia gak suka." Hiraya merasa aneh. Ia ingat jika Nayesha bilang kalau kukisnya itu enak, tapi sekarang ia merasa ragu karena ekspresi yang tidak meyakinkan dari Raifan setelah memakan kukisnya itu.
Lonceng kembali terdengar, perhatian Hiraya teralihkan pada seorang gadis yang masuk dan langsung duduk di hadapan Raifan. Ia menebak, gadis itu seumuran dengannya.
"Dia..., siapa?" tanya Hiraya pelan.
"Maaf bikin lo nunggu lama. Tadi ada dikit kendala di jalan." Gadis itu berbicara dan Raifan hanya menanggapinya dengan senyuman. Pemuda itu juga melepas headphone-nya.
"Dia pacarnya Raifan, kah?"
"Aish. Kenapa sih tuh cowok gak bisa senyum ke semua orang, padahal senyuman dia manis banget. Nyebelin."
Hiraya memutar bola mata.
"Ini punya lo? Gue mau nyoba, boleh?" tanya gadis itu pada Raifan.
Setelah mendapat anggukkan kepala dari Raifan, gadis itu langsung melahap kukis yang semulanya hanya disimpan itu. Matanya membulat setelah mengunyahnya.
Hiraya berdecih. "Padahal gue ngasih itu buat Raifan. Kenapa dia malah ngasih kukisnya lagi buat orang lain? Nyebelin banget." entah sudah berapa kali Hiraya menyebut Raifan menyebalkan.
"Dari mana lo beli kukis ini?" tanya gadis itu.
"Gue gak beli. Tadi ada murid baru di kelas, terus dia ngasih itu ke gue," jawab Raifan.
"Eh? Dia ngasih buat lo doang?"
"Gak, lah. Semua murid di kelas dapet. Katanya sebagai tanda perkenalan."
"Ah gitu.."
"Kenapa, sih wajahnya begitu?" Hiraya sedikit tersentak saat Naraya tiba-tiba saja berdiri di sampingnya.
"Kenapa? Ada apa sama wajah aku?" Hiraya bertanya.
"Kamu keliatan lagi kesel. Kenapa?"
"Siapa yang bilang? Aku gak pa-pa. Kakak sok tau."
"Kamu yakin? Tadi kakak denger kamu nyebut dia nyebelin." Naraya menunjuk Raifan. "Dia siapa? Kamu kenal sama dia?"
"Dia satu kelas sama aku."
"Ada yang salah?"
"Gak. Cuma.... Ah, udahlah. Aku gak mau bahas dia." Hiraya lalu mengambil tasnya. "Aku pulang, ya. Ternyata di sini gak semenyenangkan itu. Lebih baik aku diem aja di rumah." Hiraya melangkahkan kakinya. Tanpa sadar Raifan memerhatikannya.
Naraya tertawa kecil. "Ya udah, hati-hati."
Hiraya hanya mengangguk.
•
•
•𝓣𝓸 𝓑𝓮 𝓒𝓸𝓷𝓽𝓲𝓷𝓾𝓮
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret [hiatus]
Teen Fiction𝓢𝓸𝓷𝓰𝓯𝓲𝓬𝓽𝓲𝓸𝓷 𝓹𝓻𝓸𝓳𝓮𝓬𝓽 𝔀𝓲𝓽𝓱 𝓹𝓮𝓳𝓾𝓪𝓷𝓰𝓷𝓪𝓼𝓴𝓪𝓱11 ••• Aku membenci diriku sendiri yang terlalu egois sehingga membuat kekasihku tidak tahan dan pergi meninggalkanku. Sekarang apa yang harus dilakukan selain menyesal? Aku in...