Guyuran air hangat membasahi tubuh Wendy untuk mengumpulkan puing-puing kesadaran juga merutuki kesalahan serta kenikmatan terbesar dalam hidupnya. Dia memejamkan mata, meremas dadanya sendiri seakan ingin meredam jantung yang tak berhenti berdebar-debar. Diraba tengkuk leher, otomatis bulu romanya berdiri karena masih bisa merasakan jejak Bimo berada di sana.
Sensasi itu kembali bergerombol memenuhi perutnya menciptakan sebuah rasa yang tak dapat didefinisikan. Wendy menengadahkan kepala, menyisir rambut basah yang disiram air dari shower entah harus bagaimana jikalau berhadapan dengan Bimo nanti. Canggung juga malu.
Sungguh tak disangka kalau perjanjian itu akan dilanggar oleh mereka sendiri, khususnya Wendy. Dia tidak bisa menyalahkan Bimo pun tak bisa merutuk godaan terlarang itu. Wendy menelengkan kepala, bibirnya tertarik membentuk sudut miring mengetahui bahwa tidak akan ada manusia yang bertahan jika terjebak dalam situasi seperti kemarin. Sepertinya Wendy memutuskan untuk tidak mengajak Bimo menonton film atau terjebak dalam situasi yang bisa mengundang hasrat membara mereka. Dia berjanji.
Sialnya, sisa gairah panas semalam masih enggan untuk pergi dari tiap pembuluh darah Wendy. Buru-buru dia keluar dari kamar mandi untuk bergegas berangkat ke hotel daripada harus berlama-lama dan nantinya berpapasan dengan Bimo. Tidak! Dia belum siap jika ada pertanyaan atau pernyataan keluar dari bibir lelaki itu terkait kesalahan sekaligus surga dunia yang telah mereka jelajahi. Wendy yakin kebanyakan pria akan bertanya layaknya di film-film seperti 'Aku menyukainya semalam' atau 'Ini kesalahanku' yang diakhiri cumbuan panas lagi.
Ah, tidak!
Tapi, kalian sudah menikah dan sah. Apakah itu perlu disebut dosa? Enggak kan?
Sisi lain Wendy bersikeras kalau yang dilakukannya kemarin bukanlah sebuah kesalahan besar sampai harus menghindari suaminya sendiri. Dia menggeleng, tetap saja Wendy merasa seperti sedang menjilati ludah sendiri. Sembari berjinjit dan membuka pelan pintu kamarnya, Wendy mengambil pakaian dari lemari sambil sesekali melihat tubuh telanjang Bimo yang tertutup selimutnya. Dada berotot itu tampak naik-turun sementara ekspresi wajah terlelap Bimo begitu tenang seakan sedang menyelam ke dunia mimpi yang paling indah. Wendy mencebik, mendapati tempat tidurnya sangat berantakan mengingat pergumulan semalam bagai membebaskan sisi liar mereka.
Kenapa juga mesti di kamarku sih!
Dia memasukkan pouch make up ke dalam tas ransel lalu keluar kamar untuk menyajikan secangkir kopi panas dan toast sebelum pergi sebagai kewajiban seorang istri. Tak lupa menyematkan sebuah catatan kecil di bawah cangkir kopi.
'Kopinya jangan lupa di minum'
"Oke, singkat saja, enggak usah aneh-aneh," gumam gadis itu lalu bergegas meninggalkan apartemen.
Ketika pintu utama tertutup, tanpa disadari Wendy, Bimo telah terbangun sejak gadis itu masuk ke kamar untuk mengambil baju. Kemudian dia bangkit, menyapu sekitar kamar yang menjadi saksi bisunya bersama Wendy dalam bermain api. Sambil menggaruk tengkuk leher, dia terkikik geli bersamaan dengan rasa berbunga-bunga yang bermunculan dalam dada. Bimo benar-benar dibuat bodoh dalam semalam, entah apa yang dia katakan nanti kala bertemu istrinya. Selanjutnya, dia berpaling ke sisi kanan di mana kemarin tubuh sang istri terbaring di samping bahkan aroma gadis itu masih tertinggal seakan ingin menggoda Bimo tanpa henti.
"Aku sudah gila kayaknya," gumam lelaki itu.
###
Sesampainya di hotel, buru-buru Wendy berganti baju koki lalu berias di depan cermin dan memasang toque untuk menutupi rambut yang sudah dicepol dengan harnet. Begitu memulas lipstik merah, tangannya langsung terhenti dan iris mata cokelat itu mengarah pada garis bibirnya sendiri. Bayangan Bimo memagut bibir Wendy penuh gairah kembali membuat bulu kuduk meremang. Tiba-tiba saja ruangan karyawan terasa dingin hingga gadis itu menggigil merangkul kedua lengan. Perutnya bergejolak seperti ada yang mengaduk-aduk dari dalam dan menggetarkan bawah pusat tubuh Wendy. Dia menepuk-nepuk pipi sekeras mungkin bahwa kejadian seperti itu tak akan terulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Marriage (END)
Romance(Marriage Life Series) Memilih menjadi single bahagia sepertinya menjadi sebuah aib bagi keluarga Wendy Aurelia. Di usia 31 tahun, Wendy dipaksa menikah demi membungkam cibiran keluarga besar sekaligus menuruti permintaan sang ibu. Sehingga dia meng...