Kematian.
Ini kematian kedua seorang wanita yang terjadi di kompleks ini. Walau kelihatannya wajar, desas desus menyebar seperti wabah penyakit. Orang-orang bergunjing di kedai kopi, sudut jalan, tak peduli dia lelaki atau perempuan.
Kabar yang beredar mengatakan kalau kematian kedua wanita itu saling berkaitan. Selain jaraknya yang bisa dibilang dekat, mereka berdua meninggal ketika kabar perselingkuhan berembus di antara warga kompleks. Bagaimana tidak diduga selingkuh, mereka berdua kerap terlihat dijemput diam-diam oleh sebuah mobil yang sama. Meski keduanya berusaha tak terlihat di mata warga, tapi mereka lupa bagaimana hebatnya dunia media sosial zaman sekarang. Sekali sepasang mata mencurigai gerak gerik tak wajar, langsung kamera bekerja dan berita pun menyebar.
"Kamu nggak mau takziah? Nggak enak, lho. Tetangga dekat soalnya," kata Pras pada istrinya yang sedari tadi mengamati keramaian di seberang rumah.
"Nggak. Kasihan mayatnya. Kalau aku datang, pusat perhatian bukan ke almarhum lagi tapi bakal beralih ke aku." Shanen menjawab tak peduli. Matanya terus mengawasi sekelompok ibu-ibu yang berdiri di depan rumah almarhum.
"Coba kamu lihat! Belum juga aku muncul, pandangan mereka sudah ke sini terus dari tadi."
"Sudahlah. Kamu sudah tau apa masalahnya. Kalau kamu nggak pergi, biar aku saja."
Shanen mendengkus mendengar jawaban suaminya. Tentu saja suami tercintanya yang tampan bakalan menjadi pembela istrinya yang anti sosial. Istri yang tak pernah mau keluar rumah dan merasakan matahari pagi yang menyehatkan.
"Kenapa? Kamu keberatan kalau aku pergi? Aku nggak punya masalah sama mereka dan aku juga nggak takut keluar rumah. Kalau kamu nggak mau berusaha mengatasi rasa takutmu, jangan suruh aku selalu di rumah menemanimu," kata Pras tanpa emosi.
Shanen memandang Pras sinis lalu berjalan melewati lelaki itu. Mereka tidak sedang bertengkar. Pras hanya berharap dia menjadi istri yang normal seperti istri-istri lain.
"Aku nggak minta kamu selalu di rumah. Kamu saja yang merasa begitu."
"Tapi kamu selalu mau tahu ke mana aku pergi, Shan. Beda sama kamu yang dulu. Kita berdua sama-sama sibuk. Ketemu kalau malam. Kamu bahagia dengan kehidupanmu, aku juga begitu."
"Apa itu salah?" tanya Shanen sedih.
"Yang mana?"
"Mau tau ke mana suami pergi, apa itu salah?"
Pras sadar dia sudah mengatakan sesuatu yang keliru. Hal yang wajar kalau seorang istri ingin tahu ke mana suaminya pergi. Pras hanya belum terbiasa dengan keberadaan istrinya yang selalu di rumah terus.
"Maafkan aku. Aku nggak bermaksud begitu. Aku cuma–"
"Sudahlah. Aku nggak mau bikin panjang. Kalau kamu pergi, kunci pintunya. Mungkin aku sedang tidur sewaktu kamu kembali."
"Shan," panggil Pras dan berjalan mendekati istrinya. "Maafkan aku, oke? Aku mencintaimu dan peduli padamu." Pras mengulurkan tangan dan merengkuh tubuh istrinya ke dalam pelukan.
Dulu, Shanen wanita yang cemerlang. Bukan hanya cerdas, tapi juga cantik dan seksi. Sekarang dia seperti wanita tua yang menunggu ajal. Tubuhnya kurus dan bunga menjadi layu jika berada di dekatnya.
"Aku merindukanmu yang dulu," kata Pras sambil mengecup ujung kepala Shanen.
"Kita sama-sama tau kalau nggak bisa kembali ke masa lalu. Aku sudah–"
"Sssttt! Berhenti menyalahkan diri sendiri. Bukan salahmu. Yang terjadi bukan salahmu."
"Salahku. Karena kelalaianku anak-anak kita meninggal. Dan kamu nggak tau gimana rasanya dipandang mereka-mereka di luar sana! Mulut mereka bilang bersimpati di depanku! Tapi di belakangku, mereka semua menghinaku! Mengejekku! Aku nggak tahan, Pras! Aku nggak tahan!"
=========
Haaaiiii ... Celo datang lagi. Lama nggak nulis di sini jadi kangen.
Ini pemanasan aja ya. Cerita ini gak dikontrak di pf mana pun.Kalau kalian suka, jangan lupa komen ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Foto di Dalam Dompet
Mystery / ThrillerSejak kematian anak-anaknya, Shanen jadi mengurung diri. Enggan bersosialisasi dan jadi takut berada di keramaian. Meski sudah minta bantuan psikiater untuk mengatasi kecemasannya, tetap saja tak ada perubahan dalam diri Shanen. Sebagai suaminya, Pr...