25.

4K 334 26
                                    

"Cepat pergi dari sini!" bentak Alaric di puncak amarah karena Arletta alih-alih segera pergi padahal di depan mereka gelombang besar benar-benar sudah sangat dekat.

Alaric juga tidak bisa melepaskan kemudi yang ia pegang dan tahan sekuat mungkin ini. Pria itu berusaha meronta tetapi apa yang dilakukan oleh Arletta justru membuatnya tertegun dan membatu di tempat. Bagaimana tidak, bibir wanita itu mendarat di pipinya. Benda lembut itu memang tidak mendarat lama, hanya sekilas, tetapi mampu berefek besar bagi tubuh Alaric yang merasa seperti terbang sesaat.

"Ap-apa yang kau-"

Ucapan hari terhenti ketika ia melihat tubuhnya telah terikat oleh tali tambang, menyatu dengan kursi. Ada apa dengan angka sempoyongan berusaha mencapai kursi sebelah Alaric. Arletta tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Alaric. Wanita itu memilih duduk dan segera menginkatkan tali tambang ke kursi dan pinggangnya kuat-kuat.

Dari ekor matanya arlita melihat roda setir kapal sedikit bergerak, membuat wanita itu dengan sigap menangkap kemudi itu. Tindakan yang itu menyadarkan Alaric. Kedua tangan pria itu dengan sikap memperkuat pegangannya pada roda setir. Tatapan Alaric masih tampak tak percaya dengan apa yang barusan dilakukan Arletta kepadanya.

Namun, keadaan menginterupsi. Kedua anak manusia itu harus segera fokus dengan gelombang besar yang sudah di depan mata. Keduanya bergerak menahan setir sama kuatnya, memberikan banyak dorongan agar mereka mampu bertahan hingga bertahta di puncak gelombang besar.

Tubuh mereka sudah basah kuyup. Terlebih kata yang telah pecah membuat air hujan dan laut masuk begitu saja tumpah ruah membasahi kemudi dan sekujur tubuh. Air yang begitu dingin menusuk tulang tidak menyurutkan semangat mereka untuk tetap bertahan dan terus berpikir bahwa mereka mampu untuk menaklukkan gelombang sebesar apapun itu. Satu-satunya hal yang mereka pikirkan adalah mereka harus selamat.

Memang terkadang demi mendapatkan sesuatu yang besar harus bertaruh dengan sesuatu yang sangat besarnya atau lebih besar. Seperti yang saat ini mereka lakukan. Tidak ada jalan kembali. Satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan adalah menerjang badai sebesar ini. Meski mereka harus bertaruh jika apa yang mereka lakukan gagal kapal yang mereka naiki akan tergulung oleh ombak begitu saja.

Alaric dan Arletta sama-sama bertukar tatap ketika mereka menghadapi gelombang itu di depan mata. Mengulum senyum, meyakinkan diri dan Alaric bahwa dia akan tetap di sana bersama pria itu.

Dan dia sinilah puncak perjuangan mereka ketika kapal mereka mulai naik ke atas gelombang melalui sisi kiri. Tenggorokan Arletta dibuat tercekat, wanita itu berusaha susah payah menggunakan mudahnya yang terasa mengganjal seperti menelan batu bulat-bulat. Tangannya bergetar karena menahan kemudi. Namun, wanita itu mengeraskan rahang, menatapnya alam pada gelombang besar yang menghadang mereka.

"Putar ke kiri!" perintah Alaric yang langsung membuat kedua itu kompak memutar kemudi ke kiri.

Perintah Alaric bertepatan karena di bagian kiri memiliki gelombang yang lebih kecil daripada saat mereka berhadapan langsung dengan gelombang besar itu. Hal ini akan meminimalisir kemungkinan mereka akan tergulung ombak. Kapan mereka mulai naik ke atas gelombang besar, menancapkan gas sebagai pendorong dan rem penahan.

Satu-satunya pendorong yang mereka bisa harapkan adalah baling-baling di bagian belakang kapal yang dipompa oleh para awak dan kemudi yang mereka pertahankan. Demi menahan roda kemudi itu, tangan Arletta sudah mulai berdarah-darah. Wanita itu menjerit demi menyemangati dirinya sendiri.

Emang suara deburan besar dan pampasan keras yang membentur kapal perlahan surut. Kedua mata larik dibuat membelah ketika mereka benar-benar berhasil berada di atas gelombang besar. Sorot cahaya matahari tampak semu menyapa mereka.

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang