Kenalan-Flirting-Naksir

9 0 0
                                    


"Mas Ilyas yah?? "
Rasanya mukaku membiru mengajaknya bicara terlebih dahulu untuk memulai pembicaraan.
"Iya." Senyuman manis turut mengiringi tuturannya. "Salma, ya?. Kok tau namaku?? "
Tanyanya dengan santai seolah sudah tahu saja jawabanku.
"Fitri sering cerita. Mas juga, kok tahu.? "
Tanyaku sama-sama pura-pura tidak tahu.
Kaki kukatupkan, duduk memingkur pura-pura menjadi anak pemalu.
Rasanya hari ini penuh dengan kepura-puraan.
Tapi sosok laki-laki di depanku ini memang penuh wibawa, membuat orang yang berhadapan dengannya jadi mengikuti arus konsentrasi dan auranya yang dominan.
Akupun merasa harus menjaga image lebih di depannya.
Bahkan ketika dia duduk santai dengan punggung bersandar pada sandaran sofa dan dia hanya mengenakan celana chino serta kemeja lengan pendek warna putih seperti itu terlihat hebat. Tanpa melakukan aksi apapun.
Predikat 'Laki-laki berpendidikan' memang pantas disematkan di antara namanya.
Dari attitude dan pembawaanya cukup menarik perhatian para orang tua yang sedang mencari menantu untuk anaknya.

Kini hanya tinggal kami berdua di ruangan itu. Fitri beserta kedua orang tuanya berpamitan dengan dalih ingin menghirup udara segar di luar. Halah.. Apaan. Emang di sini udaranya sumpek? Apeh?! Maksudnya apeh?!?! Maksudnya di sini sumpek gitu???.

"Kerja di mana, Sal? Tanyanya memecah hening.
" Aku? "
"Ya kamu lah, emang saya mau nanya sama siapa lagi di sini selain kamu? "
"Hehe.. " Aku tersenyum ringan mengusik malu.  "Aku kerja di On Point, mas".
" Oh yang deket alun-alun itu?  Itu apaan si? Toko apa kalau boleh tau?? "
Dari antusiasnya bertanya menandakan kalau dia cukup menghargai lawan bicaranya. Nadanya sopan, tangannya ikut digerakkan kecil ketika sedang berbicara.
"Retail kosmetik mas." Kujawab seadanya.
"Lumayan besar juga ya sekala-nya denger-denger?? " Pertanyaannya menunjukkan bahwa laki-laki di depanku ini mulai tertarik dengan arah pembicaraan.
Memang benar, wawasannya cukup luas. Wajar saja jika dia bisa berbicara dengan santai meskipun pada orang baru.
"Yaahh lumayan. Produk lokal maupun luar. Drugstore maupun high-end. " Jawabku hati-hati. Takut tidak bisa mengimbangi gaya bicaranya.
Kepalanya terlihat manggut-manggut seakan sedang memikirkan sesuatu atau meng-aminkan atas suatu dugaan.
Entah lah, laki-laki ini cukup sulit ditebak.
Lihat saja apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
"Kamu masih betah di sana, Sal? "
"Hah.. " Mataku kusipitkan sebelah kebingungan dengan pertanyaannya yang cukup mengejutkan bagiku. "Masih lah, buktinya masih stay. " Jawabku agak senewen.
"Ya kali aja udah ngga atau mungkin tertarik buat ganti profesi buat stay di rumah aku nungguin aku pulang kerja terus cium tangan gitu.. "
Skak. Laki-laki itu tersenyum menggoda.
Aku tidak yakin apakah saat ini aku melongo atau tidak yang aku tau pasti, laki-laki ini gila.
Lupakan semua pujianku tadi. Ilyas ini benar-benar di luar dugaan.
Sepertinya dia tipe laki-laki yang sat-set. Kenalan-Flirting-terus aku yang dibikin NAKSIR.
CUKUP MENARIK.

* * * *

Santai bestie, santai..
Kegilaan itu tidak berlangsung selamanya.
Hingga pukul 9 malam ini kami jalani dengan normal dan apa adanya.
Tidak lama dari perkataannya 'Cium tangan' itu, Fitri dan ayah masuk seakan menyelamatkan ku atas tindakan memalukan yang bisa saja aku perbuat karena salting brutal di sana.
Masa itu kami lalui dengan menikmati teh serta hidangan sore berupa pisang goreng dan roti bangket yang bunda siapkan.
Tepat puku 9 lebih 5 Ilyas berpamitan karena merasa waktu sudah semakin malam.
Dia sempat menawarkan tumpangan padaku tapi kutolak dengan dalih ingin diantar ayah.
Jujur saja rasa sungkan lebih dominan sebagai alasan sebenarnya.
Kami baru saling kenal, belum lagi setelah pembicaraan tadi aku salting menggila.
Aku khawatir bisa berbicara yang tidak-tidak dan membuat malu.
Setelah mengantarkannya keluar dan mobil membawanya pergi,aku, Fitri serta ayah dan bunda masih merdiri di teras.
"Cieeee, gimana-gimana nih? Postif nggak nih??" Fitri bertanya dengan heboh. Tak lupa tangannya yang ditepuk-tepukkan ke pundak kebiasaannya saat tengah antusias.
"Positif apanya sih. Ayuk ah,yah.. anterin Salma pulang. " Kujawab jutek lantas berlari menuju ayah yang tengah mengeluarkan motor dari garasi untuk mengantarku pulang.
Sudah kebiasaan memang, tiap kali aku berkunjung kemari akan pulang diantar ayah.
Ayah dan bunda tidak pernah mengizinkan aku pulang sendiri apa lagi jika sudah malam.

Dibelakang sana Fitri masih setia berteriak memanggil-manggilku meminta jawaban.
"Sal, jawab woy. Jangan diem ae napa! "
"Sal.. "
"Salma!! "
Biar saja, masa bodoh lah.

* * * *

Ayah selalu menjalankan motor dengan pelan dan penuh ke hati-hati an.
Kalau kata orang Jawa, alon-alon asal kelakon. Artinya, biar pelan asal selamat sampai tujuan. *
Setelah hening cukup lama, ayah bertanya dengan hati-hati.
"Gimana, sal Ilyas-nya? "
"Baik, yah. "
"Jadi gimana" Pertanyaan ayah melanjutkan.
"Gimana apanya, yah? Kan cuma kenalan.. " Jawabku memelan.
"Salma, ayah yakin kamu tahu. Jika ayah bukan hanya mengenalkan kamu dengan Ilyas untuk omong kosong. Tapi ada maksud tertentu. Ayah hanya tidak mau kamu stuck hanya pada satu laki-laki. Di usia kamu ini sudah bukan saatnya untuk galau. Janganlah kamu trauma-trauma. Usia kamu sudah pantas untuk ber-rumah tangga. Selain Fitri kamu yang paling ayah khawatirkan, apalagi untuk masa depan. "

Malam itu disisakan hening selama perjalanan pulang hingga hampir terlelap nya mata aku masih terngiang ucapan ayah.
Ayah ini memang orang tua kedua bagiku.
Bapakku mungkin sudah lelah berkata begitu.
'Laki-laki itu'memang membawa kenangan buruk bagiku.

Damaalfia
Kamis, 22/09/2022

Ya Jamilatu, Salma. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang