Mendung masih menyelimuti langit sejak subuh tadi, membuat mentari ragu untuk menampakkan pesonanya. Cuaca pagi ini membuatku enggan untuk melakukan aktivitas apapun. Sayangnya hari ini adalah hari pertamaku masuk SMA, jadi tidak mugkin aku melewatkannya begitu saja.
Setelah merampungkan sarapan, aku segera berpamitan pada ibu untuk segera pergi ke sekolah. Aku terpaksa harus menaiki kendaraan umum karena pagi ini ayah pegi ke kantor lebih pagi dari hari-hari biasanya, sehingga aku tak dapat pergi ke sekolah bersamanya.
Lima menit sudah aku menunggu di halte. Waktu terus berputar, sementara aku belum juga menemukan bus yang seharusnya sudah kunaiki. Aku melirik jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 07.10, perjalanan ke sekolah sekitar tiga puluh menit. Entahlah hukuman apa yg akan ku dapatkan jika terlambat dihari pertama masuk sekolah.
Sebuah motor Scoopy berwarna abu berhenti tepat di hadapanku yang tengah diburu waktu.
"Lo ngga ke sekolah? Kok malah nyantai disini," ucap si pengendara motor setelah membuka kaca helmnya dengan raut wajah menyebalkan.
"Lo ngga liat, gue udah pake seragam rapih kaya gini?" Sahutku dengan sedikit emosi. Sepagi ini, aku belum memiliki gairah untuk menanggapi leluconnya yang kadang-kadang menyebalkan.
Aku segera mendaratkan bokong di jok belakang motor milik sahabatku. Disambung dengan vanesha memberikan helm padaku, kemudian motor yang kami naiki melaju dengan kecepatan yang normal.
Demi menaati peraturan yang ada, kami berhenti ketika lampu rambu lalu lintas berwarna merah. Seorang pengendara Vespa matic putih dengan helm Cargloss hitam di kepalanya, berhenti tepat di hadapanku-karena aku duduk dengan posisi menghadap ke samping. Netra karamelnya menatap lurus, tenang tanpa kekhawatiran. Aroma mint menyeruak bersamaan dengan keberadaannya. Sesekali pemuda netra karamel ini melirik ke arahku, kemudian tanpa ia sadari aku membalas tatapannya dari dalam kaca hitam helm yang ku kenakan.
Semua itu terjadi sebelum akhirnya sebuah tangan mendarat di paahaku dengan tanpa perasaan.
"Heh, kalo ditanya tuh jawab," tukas Nesha sambil menatapku sinis dari pantulan kaca spion.
"Eh, maaf Gue ngga denger. Emangnya Lo mau nanya apa, coba ulangi?" Pintaku sedikit canggung.
"Tumben Lo nunggu angkutan umum di halte, kok ngga minta dianterin bokap?" Untungnya Nesha mau mengulang pertanyaannya.
"Ngga apa-apa, kok. Gue sengaja, emang lagi pengen ngerepotin Lo aja," jawabku asal.
Nesha berdecak kesal setelah mendengar jawaban dariku. Maaf nesh, aku harus fokus memperhatikan pria netra karamel dihadapanku ini.
Setelah lima menit perjalanan dari lampu merah tempatku menemukan pria netra karamel itu, akhirnya ia hilang dari penglihatanku. Motornya melaju begitu cepat. Entahlah, mungkin ia memang sedang terburu-buru. Semoga nantinya ada hal yang akan mempertemukan kami kembali.
Aku dan Nesha tiba di parkiran sekolah. Aku dengan sedikit perasaan kecewa karena akhirnya pria netra karamel itu hilang dari pengawasanku.
"Kenapa tiba-tiba muka Lo ditekuk kaya gini? Ayolah, Disha, ini masih pagi lho," mungkin Nesha heran dengan perubahan moodku yang berubah begitu cepat.
Nesha berdecak setelah mendengar ceritaku tentang pria netra karamel itu.
"Itulah kenapa kita sebagai perempuan harus pandai menjaga pandangan, supaya hal hal-hal kaya gitu tuh ngga terjadi," ucap Nesha."Apaan sih, malah ceramah," jawabku ketus.
Tapi sungguh ini pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa kehilangan seseorang yang sama sekali tidak kukenal, bahkan aku hanya sekali bertemu dengannya, itupun tanpa disengaja.
***
Firasatku mengatakan bahwa aku akan bertemu lagi dengan si netra karamel. Dan, benar saja, ternyata si netra karamel itu ada di sekolah ini. Kini ia berjalan berlawanan arah denganku. Dari kejauhan kurang lebih sepuluh meter, aku melihatnya dengan jelas, ia sedang santai berbincang dengan seorang lelaki yang berjalan tepat di samping kirinya.
Langkah kakiku terhenti tanpa diperintah. Rasanya, kali ini aku tak ingin lagi kehilangan pria ini dari edaran mataku.
"Ngapain berhenti?" Tanya Nesha yang langkahnya ikut terhenti.
"Itu," jawabku sambil tetap memandang ke depan.
"Apa?" Nesha memalingkan wajahnya, ingin tahu apa yg sedang ku lihat.
"Si netra karamel," jawabku.
"Pasti yang sebelah kanan," Nesha memastikan.
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
Kenapa jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya ketika aku mendapati langkahnya semakin mendekat? Aku tahu, bukan aku yang ia tuju, tapi- ah, entahlah mungkin aku hanya sedang merasakan euforia saja.
Dia -si netra karamel, berjalan tepat di depanku. Seolah ada yang memerintah, tubuhku sedikit bergeser demi memberinya ruang untuk berjalan.
"Permisi kak."
Entah apa yang ingin Nesha bicarakan. Secara impulsif dua pria itu berhenti dari aktivitasnya, dan segera menatap ke arahku dan Nesha.
Netra karamelnya melirik ke arahku dan Nesha secara bergantian.
"Maaf kak, mau tanya, ruang guru dimana, ya?" Tanya Nesha diiringi senyum canggung.
"Oh, sebelumnya, kenalin kak, saya Nesha. Ini teman saya, Disha," aku tersenyum ketika namaku disebut.
"Gue Rendi, dan ini lazu. Ruang guru ada di ujung koridor. Kalian dari sini tinggal jalan lurus aja," ucap orang yangal bernama Rendi.
Wajahnya tenang, netranya tetap menatap ke depan tanpa kekhawatiran. Aroma mint yang sebelumnya ku hirup di lampu merah kini kembali menyeruak, bedanya kali ini bersamaan dengan aroma moca.
Keduanya melangkah pergi setelah dengan singkat menjawab pertanyaan Nesha.
"Lazu, siapa yang menyangka bahwa ternyata netra karamel mu merebut atensiku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
biru
Teen Fictionjika kamu pikir cerita ini mengisahkan percintaaan masa remaja yang begitu indah, maka alangkah baiknya kamu buang jauh-jauh pikiran itu. sengaja kubuat cerita ini singkat, karena ini mungkin akan sangat membosankan. Cover by @bukanleminerale