|| 1 || Kesalahan yang benar

2 2 0
                                        


   Gadis berhijab Magenta itu tersenyum melihat taburan bintang di langit malam. Baginya, Malam selalu indah, mengingatkannya pada sang maha pencipta. Matanya kosong, kali ini, dia tidak menginginkan kesendirian, namun, siapa yang akan ia ajak bercerita? Hanya langit dan bintang malam yang selalu ada menemaninya. 

   "Aura?"

Gadis bernama Aura itu menoleh, terlihat ibunya yang sedang tersenyum lembut kepadanya. Dia melangkah menghampiri ibunya.

   "Yakin pulang pondoknya besok?" Tanya ibunya.

   "Yakin, Bu. Kan besok juga ada acara."

Dia menatap ibunya lama. Wajah teduhnya tersenyum. Ibunya melangkah menuju balkon kamarnya, memandang langit yang bertabur bintang. Aura menghampiri, dia berdiri di samping ibunya.

   "Ibu kecewa nggak, Aura jadi anak pondok?" Tanyanya hati-hati.

   "Awal kamu masuk Ibu kecewa, apalagi ngelihat pondok kamu seperti apa, kobong dari bilik, boleh bawa hape, kayak nggak punya aturan, salafi itu nggak kayak modern, Ibu nggak mau," jeda tiga detik, "tapi sekarang Ibu tau, Nak. Ibu belajar dari salafi, mencari ilmu itu harus dengan hati yang ihlas, tanpa paksaan dari pihak mana pun."

   Aura tersenyum. Harapan Ia berhasil, Ibunya berhenti memandang pondok sebelah mata. Ingatnya kembali ke masa yang lalu.

   Selama dua bulan dia masuk pondok, Ia tak pernah masuk majlis tempat mengaji. Ia hanya makan, tidur dan ngambil jambu di pohon milik Akang. Tapi, lama kelamaan dia malu, dia mulai berfikir, di pondok mau ngapain?. Dia mulai mengikuti peraturan pondok, mulai mengaji meskipun fikiran di mana-mana.

    Saat dia bertanya, "kenapa pas aku nggak ngaji, nggak ada yang marah? Ini pondok, kan? Kok  kayak nggak punya aturan?"  Pertanyaannya dijawab oleh Roisah dengan kalimat, "kan di sini emang gini, diliat dulu potensi si anak dalam tolabul ilmi, nggak langsung disuruh ngaji, dibiarin bukan artinya nggak dipeduliin, cuman ya lama-lama dia bakal mikir, di pondok mau ngapain, akhirnya dia mau, dia ngaji ikhlas, tanpa paksaan oleh siapa pun."

   Jawaban simple yang membuatnya yakin untuk menimba ilmu di pondoknya. Pesantren tidak seperti yang Ia fikirkan, bukan penjara suci, namun, taman yang suci.

   "Ra?" Ucapan Ibunya membuyarkan lamunannya. Ia menoleh.

   "Ibu nggak kecewa lagi, kan?"

  "Nggak, justru Ibu ngucapin terima kasih sama kamu, kamu mau masuk pondok, Ibu yakin kamu telah berubah, Ra."

   "Aura nggak sebaik yang Ibu kira, masih banyak yang harus Aura perbaiki, Maaf ya, Bu. Aura belum bisa jadi anak yang Sholihah."

    "Ibu bersyukur punya kamu, Ibu nggak pernah ngomong sama kamu, Ibu bersyukur. Ibu bukan wanita Sholihah, Ayah juga bukan lelaki Sholih, tapi ibu berharap punya keturunan yang Sholih dan Sholihah."

   "Aamiin."

_______________

    "Yah! Plis berhenti! Aura nggak sanggup, Yah!"

    Aura terisak melihat ayahnya membawa dua botol haram itu ke dalam rumahnya, bersama dengan perempuan yang mungkin disewa dibar langganannya.

   "Anak Soleh udah pulang, Sayang? Peluk dulu dong hahaha." Tawanya menggema di rumah besar itu. Dia menghampiri anaknya, mengulurkan tangan untuk memeluknya.

   "Demi Allah! Aku tidak mau disentuh sebelum khamr itu terlepas dari dirimu."  Aura mundur, menghindari tangan ayahnya.

   "Ayolah, Sayang. Bukan kah sejak kecil ingin dipeluk saya? Hahaha!"

   "Aku tau, aku mengharapkan kasih sayangmu sebagai Ayah, sekarang pun masih, tapi tidak dengan khamr itu, Ayah!"

   "Apa hubungannya? Saya sekarang sayang loh sama kamu."

   "Bohong! Kalau Ayah sayang Aura, Ayah bakal  ninggalin minuman haram itu. Aura Ayah sadar seratus persen, Aura tau Ayah tau khamr itu haram, tapi kenapa masih ayah minum? Ayah tau Zina itu haram, kenapa masih dilakuin?" Aura menangis melihat ayahnya menggandeng perempuan yang disewa ayahnya.

   "Kata siapa, Sayang?"

   "Kata Al-Quran surat Al-Maidah ayat 90

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَا لْمَيْسِرُ وَا لْاَ نْصَا بُ وَا لْاَ زْلَا مُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَا جْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 90)."

   Ayahnya terlihat tidak suka, begitu juga wanita yang bergelayut manja di tangan ayahnya. Wanita itu terlihat sombong dengan sudut bibir yang Ia naikkan sebelah.

   "Mas, ini anak kamu? Kok nggak sopan ih?" ucap wanita itu dengan nada lembut dan mendayu-dayu.

   Aura berdecak mendengar suara itu, Ia tidak suka. Dia berjalan menuju kamarnya dan berucap, "suaranya khas pelacur banget ih."

   Ia memasuki kamarnya, menutup pintu kemudian bersandar di balik pintu. Ia mendengar ayahnya berteriak, "Anak haram! Kamu mengatakan dia pelacur?! Mondok baru setahun aja belagu!! Mau jadi ustadzah kamu, hah?! Sekali lagi kamu bilang dia pelacur, saya usir kamu dari rumah ini!!" 

   Terdengar tangisan adiknya yang baru berusia 8 tahun. Langkah kaki yang berlari menuju kamarnya begitu jelas, Aura yakin itu adiknya.

   "Hubungan kamu sama dia yang haram, Mas! Dia itu anak kamu, Anak kita! Hasil dari hubugan yang sah! Bukan dari hasil seperti perempuan ini!!" Teriakan ibunya menggema di setiap sudut rumah.

   Air mata Aura luruh bersamaan dengan ia membuka pintu untuk adiknya. Ia memasukkan adiknya ke dalam kamar dengan lembut, "Zalfan takut?"

   Adiknya menoleh dan mengangguk. Tangannya bergerak untuk memeluk sang Kakak. Aura membalas pelukannya dengan erat.

   "Tiap hari Ayah kayak gini, sampe ibu harus cuci baju dirumah tetangga," ujar Zalfan bergetar menahan tangis.

   Innalillahi, Ibuu, Maafin Aura, Aura nggak tau Ibu ikut kerja demi Aura.

   Aura memikirkan bagaimana cara agar dia tidak merepotkan Ibunya selama dia Mondok. Dia tersenyum mendapatkan ide agar tetap bertahan di Kobong dan tidak terlalu merepotkan Ibunya.

_______________

  

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang