3 - Jujur (END)

16 3 0
                                    

"Aku sulit bergaul sama temen perempuan dari kecil, mungkin karena aku minder."

"Seorang Adit bisa minder?" Tanyaku tercengang.

Wah, senyum bergigi putihnya tampak cemerlang. "Sepupu-sepupu cowokku lebih ganteng dariku. Mereka juga lebih pinter sama supel, beda denganku yang cuma bisa baca buku, main game sendirian, atau diem denger lagu di kamar, mentok-mentok belajar bisa 2 sampe 4 jam sehari."

"Sampe akhirnya kita sebangku, kamu sering ajak aku ngobrol. Kamu nggak pelit pinjemin aku bolpen, penghapus, bagi air minum habis pelajaran olahraga."

"Kamu baik, Ra.. cantik, bersemangat, punya cita-cita, tujuan hidup, perencana, tapi nggak menutup kemungkinan buat terima peluang lain selama kamu bahagia."

"Aku tahu itu sejak kamu nggak masalah dapet nilai PTS eksakta standar, tapi unggul di seni budaya sama sejarah. Kamu berhasil mengesankanku."

"Aku suka kamu, Naura. Kamu mau jadi pasanganku, nggak?"

Bayangkan, setelah aku menyimpan file tugas untuk kami presentasikan minggu depan, Adit menyatakan perasaannya kepadaku di ruang tamu. Kudengar alasannya saja, tubuhku serasa melayang jauh mengitari planet Saturnus.

Maka, Diary, kujawab malu-malu pertanyaannya melalui kalimat...

"Iya, aku mau. Aku juga suka kamu, Dit. Kamu beda dari cowok-cowok lain, kamu bahkan bisa bikin aku tetep jadi diri sendiri versi lebih baik."

"Menurutmu, orang tua kita bakal setuju?"

"Papa kurasa bakal pengen ngobrol lama bareng kamu. Mama pasti happy punya partner masak."

"Ayah ibuku udah kuceritain garis besar tentang kamu. Mereka nggak masalah, asal nggak ganggu sekolah."

Aku ingin terbang naik balon udara sekarang juga!

Manis sekali kala tangan kanannya terulur ke depan. "Aku boleh gandeng tanganmu, 'kan, Ra?"

"Boleh, Adit."

Sore tadi, tangan kami saling menggenggam. Boro-boro ingin melepas, dua pasang bola mata malah turut mengait dalam, benar-benar nggak mengizinkan kita berpaling walau sesaat.

Jadi... inikah rasanya?

Paper Bahasa Inggris telah usai kami kerjakan, tepat pada pukul 19.30 WIB. Benar kata Adit, babnya padat. Beruntung kita bisa konsentrasi menyelesaikannya.

"Adit makan di sini, 'kan? Tante baru beres masak."

Waduh. Mama nongol dari mana?

"Iya, Tante, terima kasih. Maaf merepotkan, maaf Adit nggak ikut bantu."

Tutup mulutmu, Naura, jangan membocorkan apapun.

"Nggak ada sejarahnya pacar anak semata wayang Tante sama Om urusin dapur, Tante justru bangga Adit bisa tingkatin semangat belajar Naura yang sempet kendor. Latihan dance-nya gila, mau tampil katanya di pertandingan basket se-nasional. Tante udah takut aja ranking Naura turun."

Cerocos mama sukses membekukan tubuhku beserta Adit. Tawa garing cowok itu menyelipkan suasana hangat kala mama memuji kepintaran Adit. Es sirup melonku kini malah hambar.

Semoga papa nggak marah.

Selama makan, dugaanku meluaskan lega. Tangan terbuka papa menerima Adit bak anak sendiri. Sesi wawancara yang kukira kaku berat, berbuah seperti cakap antar laki-laki dewasa.

Ditawari rendang dan sayur sop buatan mama pun tidak Adit tolak, melainkan dijawabnya riang sambil berujar kecil kepadaku.

"Papa kamu baik, Naura, masakan mamamu enak."

Adit tahu cara bersikap menghargai sesama. Kuakui itu luar biasa.

***

"Nauraaa! Jalan, yuukk!"

Duhh... Diary, sungguh mengejutkan memiliki pasangan seperti Adit yang datang menyambangiku ketika sedang menyiram tanaman. Herannya, papa mama pun mengizinkan. Pakai pelet apa coba cowok ini?

Berhubung waktu cepat sekali berlalu, tanpa terasa kelas 12 hendak kami jelang bersama. Pasti aku bakal merindukan masa-masa menghadapi sifat absurd-nya ini sebelum termakan waktu belajar yang menggila, bahkan sekedar mengecek ponsel pun sudah lebih dari syukur.

"Kita mau ke mana, Dit?" Tanyaku kala motor yang ia kendarai keluar dari area perumahan tempatku tinggal.

"Hmm... aku mau ngajak kamu nonton sama makan, hehehe.. kamu bebas mau makan apa aja, kutraktir!"

Curiga, jangan-jangan Adit bekerja paruh waktu?

Kebiasaannya dibekali makan siang menunjukkan kalau keluarga Adit mengajarkannya supaya selalu berhemat. Masa' tabungan Adit rela dibobol demi mengisi waktu malam Minggu? Tidak mungkin.

"Aku juara 1 lomba matematika tingkat provinsi kemarin, Naura." Jujur Adit, sewaktu kami berhenti di depan palang pintu perlintasan kereta api.

"HAH? SERIUS?? IH, KOK KAMU NGGAK BILANG?!" Jeritku senang. "Astagaaa... selamat, Adiiitt! Pantes kok semalem diem-diem aja! Aku udah takut kamu kena mental gara-gara kalah atau apa!"

"Heleh! Kok ngomongnya ngawur?"

"Maaf, habis kamu nggak ada kabar. Duhh.. aku seneng banget, pengen nangis."

"Jangan dong," Adit mengusap tanganku yang memeluk pinggangnya lembut. "Kita nonton Avatar terus lanjut makan di McD, mau nggak?"

"Mau bangeeett! Terima kasih, Adiit!"

"Aku jauh lebih berterima kasih sama kamu, Naura."



***SELESAI***

Terima kasih banyak sudah membaca cerita pendek iseng hasil peningnya saya beraktivitas hari ini 😂 semoga terhibur 😊💚

Semoga kita juga selalu sehat dan bahagia 💕

With love, Peninoona 💚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RIUH RASA REMAJA (Cerpen) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang