2

75 17 0
                                    

Kebiasaan yang tidak bisa sarapan pagi turut menjadi duka bagi Bruno begitu masuk jam istirahat. Mulanya, ia berharap tak akan membelanjakan uang yang diberikan wanita paruh baya itu. Tetapi perutnya berujar lain. Bruno harus mengganjal lambungnya segera.

Pemuda yang baru tiba dipintu masuk kantin sekolah itu berpetualang mata mencari makanan apa yang menurutnya menarik. Pilihan Bruno jatuh kepada nasi pecel tempe yang aromanya mengundang lidahnya berjilat rakus.

Setelah memesan satu porsi nasi, pemuda itu menunggu disalah satu bangku yang dekat dengan warung. Sengaja memilih tempat sepi supaya tak seorangpun akan mengacau acara sarapan Bruno.

Ia menyendokkan nasi serta sayuran kedalam mulutnya pelan dan konstan. Sorot inner-nya tak lepas dari pandang lurus menghadap selatan. Meski pada jarak sekitar lima depa, ada beberapa siswi yang mulai membicarakan gaya makan Bruno yang datar, tetap saja lelaki itu mengabai.

Dia tahu bahwa presensinya disini tidak lain hanya murid biasa. Bruno bukan siswa pintar apalagi terkenal dikalangan masyarakat sekolah. Segelintir dari mereka mengenal Bruno, bukan semuanya.

"Berhenti bicarain gue atau garpu ini kena kerongkongan kalian."

Bosan didengarkan oleh percakapan tidak berbobot dari mereka, Bruno tak kuasa untuk membungkam mulutnya terus-menerus. Dan jatuh, pemuda itu akhirnya angkat bicara.

Satu dari ketiga siswi itu mengucapkan permintaan maaf karena perkataan mereka yang berhasil mengundang emosi Bruno. Ketika yang dimintai maaf terdiam kaku ditempatnya, mereka lantas mengacir.

Hembusan masam keluar, selera makannya pun hilang. Bruno menatap sepiring nasi yang belum sampai tiga sendok ia santap. Maaf, lalu kedua kaki jenjang Bruno mulai meninggalkan area kantin.

Mungkin merasa kesal. Namun, pemuda itu tidak pandai mengatur ekspresi yang mau tertampil. Sulit untuk menampilkan amarah melalui dua netra, alis mata, juga gestur badannya.

Sama seperti itu pula cara Bruno membenci dirinya sendiri.

Ingin menyakiti. Tetapi tak kunjung mencapai tepi.

***

Bruno || Bang Yedam ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang