6. MENU SARAPAN BARU

2.3K 144 18
                                    

Selamat membaca

Sejak siang tadi, Devan pergi entah kemana hingga langit menjadi gelap dan Devan juga belum pulang. Disty punya nomor ponsel suaminya, tapi yang ia tidak punya adalah keberanian untuk menelpon Devan.

Hingga makan malam tiba, Disty makan malam sendirian tanpa suami dan juga anak tirinya. Jangan tanya Farel, ia terus berdiam diri di kamar hingga bi Ani yang mengantarkannya makanan atas permintaan Disty. Ia hanya tak ingin Farel lemas karena tidak makan.

"Farel mau makan bi?" Tanya Disty setelah bi Ani kembali.

"Makan, bu."

Bi Ani kembali lanjut bekerja, mencuci piring di wastafel. Sejenak Disty diam mengamati bi Ani, hingga ia memberanikan diri bertanya.

"Makanan kesukaan Farel apa bi?" Akhirnya pertanyaan itu keluar.

Bi Ani berpaling sejenak untuk menyunggingkan senyuman. "Den Farel suka ayam goreng sama nasi goreng cumi-cumi."

Disty mengut-mangut. Ada kalimat lain yang juga ingin ia tanyakan tapi pada akhirnya hanya terpendam di tenggorokannya.

Bi Ani menatap Disty sejenak. "Kalo pak Devan, nyonya nggak nanya?"

Malah ditanyain bibi. "Kalo makanan kesukaan mas Devan apa bi?"

"Suka soto ayam tanpa ada sebutirpun toge."

Disty mengangguk-anggukkan kepalanya. Hingga pekerjaan wanita setengah baya itu selesai di dapur dan berpamitan untuk pergi ke kamarnya beristirahat.

Disty membiarkan bi Ani dan ia mencari sesuatu di lemari P3K. Setelah yang ia cari ia temukan, Disty langsung pergi ke kamar Farel. Pasti kamar itu tidak terkunci setelah bi Ani mengantar makanan.

Saat hendak pergi ke kamar Farel, Disty merasakan perutnya bergejolak. Ia merasa mual. Dengan cepat ia berlari ke wastafel tempat dimana bi Ani cuci piring. Sekali mendorong isi perutnya keluar untuk menghilangkan rasa mual, sekali itu pulang pusing menghantam kepalanya.

"Ahh, jangan mulai." Gumam Disty sambil meremas perutnya.

Bayi pembawa petaka dalam kandungannya adalah sebab Disty mengalami rasa tak nyaman di tubuhnya sendiri ini.

Disty memutuskan untuk segera pergi ke kamar Farel. Dan benar saja, pintu kamarnya tidak terkunci. Dengan perlahan pun Disty masuk dan mendapatkan langsung tatapan tak suka dari Farel.

"Ngapain kesini?!" Pertanyaan itu terdengar ketus.

Disty menerbitkan senyuman manis. "Boleh, tante duduk disini?" Disty dengan lidah kelu menyebutkan dirinya sebagai tante meskipun dirinya saat ini seharusnya dipanggil mommy. Tapi ia harus sabar menghadapi Farel. Semuanya hanya tentang waktu. Disty meminta izin untuk duduk di ranjang Farel. Bukannya menjawab, Farel hanya diam dengan tatapan terus memandangi Disty tidak suka. "Tante datang mau obatin luka Farel, boleh?" Tanya Disty dengan lembut.

"Nggak!" Farel menyembunyikan pergelangan kakinya yang terlihat luka ke dalam selimut.

"Sayang, kalo luka kamu nggak dibersihin nanti makin sakit. Kamu mau makin sakit?"

"Biarin."

"Tante obatin aja sebentar supaya besok bisa langsung sembuh. Oke?" Disty mendekat untuk menarik pergelangan kaki Farel. Farel yang panik pun menggelengkan kepala.

"Nggak! Nggak mau!"

"Tapi itu luka kamu-"

Farel menangis kencang berikutnya. Ia menangis dan terus berkata tidak mau. Niat hati ingin menenangkan Farel yang menangis, tangis anak itu malah semakin pecah. Membuat Disty merasa bersalah pada dirinya sendiri. Tangisan kencang Farel sepertinya membuat situasi semakin buruk.

Disty and The BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang