16. MENJADI FAREL

1K 71 13
                                    

Selamat membaca

Hari ini, Farel terbangun dari tidurnya dengan keadaan lemas. Tidurnya semalam tidak senyenyak biasanya. Sesekali ia terbangun karena ingin muntah, mengeluh karena tidak enak badan. Sepanjang malam sang ibu sambung mengurusnya, menggusuk pelan badannya dengan minyak angin dan nyatanya Farel bisa tidur dengan itu.

Dan kedekatan Farel dan Disty sepertinya terjadi setelah kemarn Disty yang bertanggung jawab untuk membawa Farel bertemu ibunya, diantar pak Guntur.  Semenjak itu pokoknya Disty merasa Farel tak lagi sungkan untuk mengeluh sakit kepala, ingin ke kamar mandi untuk muntah atau ingin minum susu. Pastinya Disty sangat senang direpotkan oleh Farel yang sedang tidak enak badan.

Di meja makan, Devan sarapan sendirian. Ia menatap roti bakar dengan selai coklat dihadapannya. Tak mengatakan apapun pada bi Ani, ia pun melahap sarapannya dalam diam hingga selesai. Ia juga tidak menanyakan keberadaan sang istri karena yang Devan perhatikan, semalaman Disty terlihat sangat sibuk dan telaten mengurus Farel yang sedang demam. Sekarangpun demikian, ia terus berasa di kamar Farel.

"Mas mau berangkat?" Tanya Disty yang menuruni anak tangga dengan pelan, menghampiri Devan yang melangkah ke depan rumah dengan wajah kusut. Melihat sang istri menghampirinya, wajah Devan semakin datar.

"Ya menurut kamu aja." Sahut Devan dengan malas.

Disty maju untuk lebih dekat pada Devan yang mood-nya sedang buruk. Kedua tangannya menepuk-nepuk pelan dada dan bahu lebar Devan agar semakin rapi, lalu beralih pada dasi yang Devan kenakan.

"Ngapain? Nggak usah sok perhatian deh, mending kamu ngurusin Farel sana. Kaya semalam kamu ngurusin dia sampe nggak tidur." Devan terlihat acuh dan kesal.

Disty jadi menatap Devan dengan tatapan curiga. "Mas Devan nggak mungkin cemburu sama Farel kan?"

Tawa Devan pecah, ia pun tertawa remeh. "Cemburu? Hiiih, ngapain juga saya buang-buang waktu cemburu sama anak kecil, aneh." Devan membuang pandangannya kesembarang arah.

Disty mengedikkan bahunya. "Ya kan siapa tau."

"Nggak lah." Wajah Devan berubah serius. "Nih ya sekali lagi saya ingatin kamu. Kamu itu kalo mau ngapa-ngapain, harus kasih tau saya, minta izin pokoknya. Liat tuh, Farel sampe demam gara-gara kamu ajak dia ketemu Clarita dalam waktu yang nggak tepat."

"Mas, Disty minta maaf deh kalo salah. Tapi Disty nggak sepenuhnya salah. Bu Clarita masalahnya juga udah janjian sama Farel untuk jemput di sekolah. Jadi Disty pikir nggak papa lah."

"Nggak papa-nggak papa, liat tuh jadi gini masalahnya. Kamu juga nggak kenal kan gimana Clarita?!"

Disty terdiam karena Devan memarahinya. Disty merasa sedih, iba hatinya karena dimarahi. Tapi menahan diri untuk tidak menangis.

Disty pada akhirnya mengangguk kecil seraya memberikan tangannya pada Devan. Devan menatap tangan Disty penuh tanya. "Apa lagi?"

"Salim, mas."

Devan mengabaikan Disty begitu saja dan memilih masuk ke dalam mobilnya. Sementara Disty hanya menunduk menatap tangannya yang terangkat. Perlahan ia menurunkan kembali tangan itu dengan tatapan sendu. Ia mengelus perutnya sendiri dengan pelan. Berusaha memberikan yang terbaik untuk Farel, Disty malah merusak segalanya. Mulai dari membuat Bolu coklat tapi yang ada bolu itu malah gosong. Membawa Farel untuk bertemu ibunya tapi malah semuanya berakhir kacau dan Farel malah jatuh sakit.

Disty menghembuskan nafasnya berat. Ia lelah dan rasanya capek berjuang.

Mobil sedan hitam yang dikemudi Devan berhenti sebelum keluar melalui gerbang utama rumah. Kaca mobil bagian kemudi turun dan melalui spion Devan berkata. "Yaudah sini salim!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Disty and The BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang