Part 1 : Dibikin Salting

62 25 8
                                    

Bantu support author, ya, biar bisa menghadirkan karya-karya terbaik.

Jangan lupa follow, vote dan juga komentarnya_-

***

Di mana-mana kesalahan selalu ditutupi, tapi tidak denganku.
___

Siang itu, aku sedang berjalan sendirian menuju rumahnya pak Oji. Semua teman-teman dekat bahkan sahabatku pun tidak mau ikut denganku. Mereka sibuk dengan aktivitas mereka. Akhirnya aku putuskan untuk pergi sendirian. Di bawah terik matahari yang begitu panas.

Tujuanku hanya satu, yaitu menanyakan pertanyaan yang membuatku bingung, karena tidak sempat dijelaskan oleh beliau. Berhubung waktu pelajaran sudah habis.

Tiba-tiba, aku 'tak sengaja berpapasan dengan Reyhan. Ya, teman sekolahku sekaligus siswa sebangku yang duduk denganku. Tak kukira, ternyata tujuan kami sama. Akhirnya kami pun berjalan bersama mengunjungi rumahnya pak Oji.

Saat di jalan ....

"Na, emang kamu ga capek apa, berjalan sendirian kek gini? Di bawah terik sinar matahari lagi."

Entah apa yang ada di pikirannya. Yang pasti, kondisiku memang seperti yang ditanyakan Reyhan. Cape? Banget malah.

"Lumayan, Rey." Sempat kuberpukir, apakah dia sedang perhatian atau tidak.

"Kamu ga ada niatan apa, buat cari sosok lelaki yang ...."

Takut akan satu hal yang dia ucapkan, aku langsung memotong ucapannya.

"Eh, dah sampe. Yuk!" Sedikit kupercepat langkah kakiku. Dari belakang dia hanya mengikuti.

'Huh, aman,' batinku lega.

"Assalamu'alaikum!" ucapku dan Reyhan kompak.

"Wa'alaikumussalam! Siapa?" Suara dari dalam, menandakan adanya orang. Siapa lagi kalau bukan pak Oji.

"Reyhan, Pak!" ucapku menyalahkan Rehyan. Jelas suaraku yang terdengar.

"Eh, kok aku, sih? Kan, kamu yang bicara."

"Biarin!"

"Tau ah!"

Tiba-tiba pintu kebuka, pak Oji pun langsung hadir di depan mata. "Ada apa?"

"Ini, Pak. Saya mau nanya tentang soal yang tidak sempat Bapak jelasin tadi."

"Kamu, Rey?" tanya bapak itu kepada Reyhan, sembari mataku melirik kepadanya.

Sorotan matanya yang ikut memandangku, membuatku rasanya ingin tertawa. Dia memang pemalu, tapi dia laki-laki yang tangguh.

"Saya ... saya sama Diana, Pak."

"Sama Diana apanya? Kamu mau nungguin Diana sampai selesai?"

"Anu, Pak. Itu ... saya juga mau nanya hal yang sama seperti Diana."

'Yakali mau samaku.' Rasanya 'tak dapat menanan tawa. Namun, mengingat kondisi yang 'tak memungkinkan untukku meluapkannya.

Pak Oji pun mempersilahkan kami duduk dan sekilas dia menerangkan apa yang kami tanyakan.

Keesokan harinya ....

"Heh, anak kampungan. Lo ga tau diri, ya?" Selangkah kakiku memasuki kelas, ucapan itu langsung terdengar di telingaku.

Tak terima akan ucapan itu yang diarahkan kepadaku, aku pun membalasnya, "Hey, Nona. Kalau ngomong jaga ucapan dikit, ya!" Sembari kulayangkan tanganku hingga mengenai pot bunga di atas meja guru. Terjatuh.

Semua orang tertawa, meski bukan itu tujuanku sebenarnya. Siapa yang gak marah, coba? Masuk ke kelas, langsung disuguhi dengan ucapan kotor.

Seketika seorang wanita datang menghampiri kelasku. Bu Nia, guru yang sangat kutakuti sejak masuk SMP.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

"Ini, Bu. Diana menjatuhkan pot bunga kesayangan Ibu," ucapnya, dengan gaya mata licik tampak sekilas di mataku.

#Bersambung_

Note : Cerita ini hanyalah karangan semata. Mohon maaf bila terdapat unsur nama tokoh, tempat atau alur cerita yang sama. Itu hanyalah kebetulan belaka.

Supportnya, dong:)

KomitmenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang