Part 2 : Aku Pergi

29 15 5
                                    

Bantu support author, ya, biar bisa menghadirkan karya-karya terbaik.

Jangan lupa follow, vote dan juga komentarnya_-

*****

"Tidak, Bu. Itu tidak sengaja, lagian ...." Belum sempat aku jelaskan, bu Nia langsung membawaku ke kantor sekolah. Mungkin, tidak ada yang mau membantuku membuktikan bahwa aku tidak salah. Akan tetapi, pikiranku tetap dalam keadaan positif. Mana tahu dengan alasan yang lain juga.

Di kantor ....

"Nih!"

Aku membuka sebuah amplop berisi surat yang 'tak kuketahui isinya apa.

"Diana dikeluarkan dari sekolah, Bu?"

"Ya, kamu benar. Karena uang sekolah kamu semakin menunjak hingga belum dibayar."

"Bu, beri Diana kesempatan."

"Maaf, Diana. Kesempatan tidak ada lagi buat kamu. Silahkan berbuat apa, yang pasti kamu tidak bisa lagi sekolah di sini. Silahkan! Saya masih banyak urusan yang harus dikerjakan."

Deraian air mata, setetes demi setetes mengalir membahasi pipiku. Namun, akun berusaha untuk memendam kesedihan ini sampai ke rumah.

Menatap ibuku sedang menumbuk biji kopi, rasanya 'tak tega untuk mengatakan ini semua.

Pada malam harinya, barulah aku memberikan surat keterangan itu, bahwa aku bukanlah siswi di SMA tersebut.

1 minggu kemudian ....

[Halo, Diana!]

[Assalamu'alaikum!]

[Hehe ... maaf, lupa. Wa'alaikumussalam! Na, kenapa ga ada kabar satu minggu ini? Aku cari-cari kamu sekeliling kampung kamu ga ada.]

[Aku ... aku dah pindah, Rey.]

[Pindah ke mana? Kok ga ngasih tahu?]

[Pindah ke kampung halaman.]

[Segitunya ga ngabarin aku?]

[Maaf, Rey. Aku ga sempat.]

Seketika Reyhan terdiam di sana.

[Rey?]

[Na, aku tutup dulu teleponnya, ya.]

Keesokan harinya ....

Saat aku pergi ke pasar, 'tak sengaja berjumpa dengan Reyhan. Awalnya aku ragu bahwa itu dia, ternyata memang benar. Bahkan dia mendahului menyapaku. Setelah beberapa saat, kami istirahat di bawah pohon rindang. Menikmati angin sepoi-sepoi, rasanya ngangenin.

"Rey, aku mau ngomong."

"Ngomong apa?"

"Bentar dulu. Jangan dipotong. Aku bingung mau bilangnya gimana."

"Ya, gimana? Jangan bikin degdegan, ah .... Ayo dong, bilang."

"Hmm, intinya kita bakalan pisah?"

"Kok gitu? Padahal kamu baru aja pindah, dah mau pisah lagi. Emang kamu mau ke mana? Pindah rumah lagi?"

"Aku disuruh pesantren."

"Hmm ... kok mendadak banget?" tanyanya sempak kaget.

"Iyah. Tadi ibuku bilang kalau besok harus sudah masuk pesantren."

"Semangat, ya, kamu."

"Pertemanan kita ga berakhir sampai di sini, 'kan?"

"Nggak kok."

"Padahal aku ga mau jauh dari kamu, Rey. Ya, walau sekedar teman, tapi ...."

Aku menggantung ucapan, membuatnya langsung bertanya, "Tapi apa?"

"Apa kamu ga bisa nebak dari wajah aku ini?" harapku.

"Aku tau, Na. Sebenarnya aku sudah lama memendam rasa ini, tapi ... aku juga tau batas. Aku ga mau pertemanan kita berakhir hanya karena sebuah ungkapan jujur akan perasaan ini ...."

"Kamu jaga diri baik-baik, ya. Besok aku harus pergi. Soalnya pihak pesantren juga sudah memperbolehkan untuk pergi besok ...," lirihku.

"Kamu ga ada niatan nge-komitmen gitu?" lanjutku akan harapan terhadapnya.

"Ya jelas ada ... tapi aku ragu ngomonginnya."

"Loh, kenapa harus ragu?"

#Bersambung_

Jangan lupa untuk vote yaa, dan komentarnya juga:)

KomitmenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang