"Abanggggg!"
Reza terkikik tanpa dosa setelah menekan sakelar lampu di samping pintu kamar mandi yang ada di kamar adik nya itu.
Dia berlari keluar dari kamar Revan setelah melakukan tindakan jahat, iya jahat.
Kasihan sekali Revan berada di kegelapan dalam sana.Revan tak kuasa menahan amarah karna bocah itu sedang mandi, dan tiba tiba lampunya mati.
Revan tau jika itu ulah abangnya, dan dia bersumpah akan menampol pantat Reza tanpa ampun setelah mandi.
"Mampus lo, siapa suruh nyuri chiki gue" Bangga reza pada diri sendiri setelah apa yang sudah dia perbuat pada adiknya.
Revan memang agak keterlaluan, jajan chiki favorit nya lenyap tanpa sisa. Padahal tadi dia membeli itu secara tidak sengaja, itung itung uang kembalian belanjanya tinggal seribu, Reza memilih mengambil sebungkus chiki daripada uang itu.
Apalah artinya uang seribu, mana uang koin lagi. Reza memang paling tidak suka kalau ibu-ibu penjaga warung memberi kembalian uang koin, daripada nanti disimpan malah hilang entah kemana, mending ambil chiki aja.
"Eh sini bro eja bantuin"
"Enggak usah bro, bibi aja"
"Seriusan bro? Kalau capek duduk aja, biar eja yang cuci piring"
"Beneran bro?"
"Iya, makanya duduk aja"
Bibi inem menepuk pundak Reza, yang reza sebut sebagai "bro" Itu adalah asisten yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun lamanya.
Bukan nya reza tidak punya attitude, tapi reza sudah nyaman dengan sebutan itu, lagian bi inem juga tidak mempermasalahkan nya, kan?
Bi inem nampak mengukir senyum sambil menatap punggung reza, anak laki-laki itu sudah tumbuh dewasa sekarang.
Dulu saat bi inem pertama kali bekerja disini, reza masih kecil, waktu itu usianya mungkin menginjak delapan tahun.
Bi inem masih ingat saat itu reza menangis karena mencari naya (bundanya), padahal bundanya sedang memasak di dapur bersama bi inem.
Reza kecil juga sangat penyayang, dia selalu bisa membuat adiknya tertawa, dia selalu punya cara agar adik kecilnya selalu bahagia.
Bi inem juga tidak pernah lupa bagaimana Reza menangis karena tidak mau di tinggal bi inem pulang kampung, Reza memang cengeng, dia menangis karna bundanya lupa membelikan mainan,reza menangis karna rebutan permen dengan revan,Reza benar-benar sangat lucu.
Namun, ada satu hal yang membuat Reza berbeda dari Reza kecil yang dulu. Jika dulu Reza kecil menangis karna rebutan permen dengan Revan, namun sekarang Reza hanya menangis karena merindukan sosok bundanya.
Bi inem tahu jika reza masih terpukul, tapi bi inem juga tahu jika reza adalah anak laki-laki yang tegar,reza kuat dalam menyimpan kesedihan.
"Bi bro nangis?"
Bi inem mengusap cepat pipinya yang lembab, bi inem juga merindukan sosok majikan nya itu, sangat rindu.
"Bibi kelilipan ja" Reza nampak mengangguk, lalu mengacungkan jempol nya pada wanita yang tiga puluh delapan tahun lebih tua darinya itu.
"Bi bro kalau capek, jangan dipaksain. Eja sama epan bisa kok kalau cuman nyuci piring sama ngepel lantai"
Bi inem tersenyum saat Reza memijit pundak nya yang memang terasa pegal itu.
"Bibi enggak enak ja, kalian tuh kan majikan Bibi" Peringat nya
Reza menggeleng cepat,
"Eja enggak mau Bibi sakit gara-gara capek, ntar yang jagain eja sama epan siapa?"Senyum bi inem memudar, dia tau perasaan anak itu. Memang di rumah ini hanya ada mereka bertiga.
"Eja sama epan enggak bisa hidup kalau enggak ada Bibi"
Hati bi inem semakin tersayat hebat, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi. Bi inem tau jika lambat laun dirinya akan seperti wanita tua pada umumnya.
"Udah ah ja, ntar Bibi nangis nih"Reza memeluk wanita itu. Nafasnya terasa tercekat di tenggorokan.
"Eja kangen bunda, bi."
"Bibi juga kangen sama nyonya" Bi inem menjawab sembari mengusap pucuk kepala Reza.
Tidak jauh dari mereka, berdiri Revan yang tengah meremat ujung baju nya. Mati-matian dia menahan tangis nya.
Satu hal yang dia tahu hari ini, dia tahu jika saudara laki-lakinya itu adalah makhluk yang memang sangat baik.
Revan merasa sangat beruntung memiliki saudara seperti Reza, walaupun sikap Reza sangat menjengkelkan.
Tapi tidak bisa di pungkiri jika dia benar-benar menyayangi abang nya itu.
"Epan sayang abang sama bi bro" Ujarnya pelan setelah berhasil masuk ke pelukan Reza dan bi inem.
"Rindu itu berat"
Kata dilan, dan itu memang benar.
Merindukan seseorang yang sudah tiada memang hal yang sangat berat.
-Rintik sendu
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu
Humor"Rintik hujan bikin gue inget semua tentang lo, dan nggak bisa gue pungkiri kalau manik mata gue jadi sendu sampai akhirnya butiran bening itu merosot lagi tanpa seizin gue"