Bab 2

29 3 0
                                    

ANTIPODE

=BAB 2 =

.

.

♠♠♠♠♠♠

.

.

Kita semua, manusia memiliki masa lalu.

Dan kita semua, manusia memiliki ketakutan.

Kita semua sama

Hanya saja kita memiliki cara masing-masing untuk menutupinya.

.

.

PLAK !!!!

"Mas Adit___"

"Udah seberapa sering Mas bilang ke kamu. BERHENTI BERGAUL SAMA KELOMPOK BEGUNDAL ITU!!!"

"..."

"Adit, lo tahan emosi lo." Chandra, menarik perlahan lengan Aditya. Mencoba menahan emosi laki-laki itu.

"Lo yang diem, Chand." Meski gagal, Chandra malah mendapatkan telunjuk tajam dari Adit. Berbalik kepada adik perempuannya yang hanya duduk di sofa, memegang sebelah pipinya yang baru saja mendapatkan tamparan. "Kamu jawab MAS SEKARANG!!!"

Terkejut...

Jelas, siapa yang tidak terkejut mendengar teriakan seperti itu. Ini jeda kurang lebih 45 menit sejak anak bernama Dika membuat panggilan telepon ke Wali yang dijanjikan sebelumnya. Aruna kira semua akan baik-baik saja dalam arti yang sesungguhnya. Sayang, ini mungkin jauh lebih menyeramkan dibandingkan dengan apa yang pernah dia lihat selama ini... di televisi.

"Mas, Adit ini nggak seperti yang Mas kira." Dika dengan berani angkat bicara, mencoba memberi penjelasan.

"Kamu juga, bisa diam nggak?"

Dika menelan ludah, selepas mendapatkan jawaban itu. Ini adalah peringatan dan dia tahu jika itu dilanggar maka tidak akan ada pengampunan. Meski menurut Dika tidak sepenuhnya Estiana harus mendapatkan perlakuan seperti ini. Benar Estiana memang salah, tapi pada dasarnya meski turut andil penghancuran toko ini bukan sepenuhnya kesalahan dia dan Estiana.

Dika, dia ingin menjelaskan hal itu pada Mas Adit. Hanya saja, seseorang di hadapannya saat ini Mas Adit, tidak akan bisa dibantah ketika amarahnya sudah memuncak.

Estiana pun hanya diam, menunduk, menerima tamparan yang pasti terasa begitu panas dipipinya. Meski mari bertaruh, gadis ini menunduk bukan karena dia menyesali semua perbuatannya, atau menangis sesenggukan. Sungguh sama sekali tidak. Dia... menunduk lebih pada mencoba menekan amarahnya alih-alih meledakkan dalam satu kali hentakan.

Dan alasan yang hendak dikemukakan Dika adalah bagian dari amarah tersebut.

"Sekarang pulang." Sebuah perintah lain.

"Aku ketempat Ayu aja." Sayangnya yang diberikan perintah begitu keras kepala.

"MAS BILANG PULANG YA PULANG!!!" Teriakan lain.

Semuanya membulatkan mata, dengan satu hentakan kalimat terakhir. Kesunyian menjalar ke seluruh ruangan ini. Semuanya seolah membeku seketika.

Temperamental sekali manusia ini, pikir Aruna. Memangnya dia tidak bisa bicara baik-baik? Disini, setidaknya ada sosok lain disini yang Aruna kenal. Paling tidak, dalam arti kenal adalah antara dirinya dan juga laki-laki emosional di hadapannya ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANTIPODETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang