28. Waktu yang Salah

2.8K 232 6
                                    

Halooo, guysss! Ketemu lagi sama Dito-Fania~~

Btw, karena cerita ini ada 40an bab, jadi mulai hari ini update seminggu 2 kali aja ya tiap hari Senin sama Kamis... Belum rela aku kalo tamatnya cepet-cepet🤣 Kalian jangan kabur karena nggak sabar nungguin update loh yaaa 🤭

Happy reading~~

***

Saat Fania membuka mata dan mulai menyadari di mana ia berada, rasa gerah dan bau menyergap tubuh. Ia membaui tubuhnya yang berbau menjijikkan. Campuran antara alkohol yang menguar dan bekas muntahan menyelimuti tubuhnya yang berbalut pakaian tidur. Pakaian yang berbeda dengan yang terakhir kali ia ingat pernah ia pakai.

Fania berada di kamar. Sendirian. Namun, semangkuk sup ayam dan secangkir teh chamomile yang masih mengeluarkan uap yang tersaji di atas nakas a menyorotkan sinar matahari dari luar yang membuat ruang kamar Fania tampak cerah dan anehnya tidak terasa menyesakkan seperti beberapa hari terakhir. Hal-hal tersebut menandakan bahwa ia sempat tidak sendirian di kamar ini.

"Shit, kepala gue," erang Fania sesaat setelah menyibak selimut yang menutupi tubuhnya dan berusaha untuk turun dari atas tempat tidur.

Hantaman sakit kepala yang menusukh-nusuk itu menyerangnya. Ditambah dengan rasa mual di perut. Fania kali ini mengumpat. Padahal semalam ia ingat telah mengeluarkan banyak cairan—muntah-muntah hebat di pinggir jalan—saat dalam perjalanan pulang ke apartemen. Dan di pagi hari ini, serangan itu lebih parah dari semalam.

Fania berlari ke kamar mandi, muntah-muntah hebat dengan suara menjijikkan hingga kepalanya terbungkuk hampir masuk ke dalam kloset. Lagi-lagi hanya cairan yang keluar. Fania merasa kalau ini adalah hangover terparah sepanjang ia berurusan dengan alkohol. Dan ini semua gara-gara Dito. Obrolannya dengan Dito kemarin sore yang tak membuahkan hasil baik yang membawa Fania datang ke kelab. Mengisi gelasnya dengan bir, entah berapa banyak yang masuk ke dalam perut. Ia tidak ingat.

Ada sekitar sepuluh menit Fania menghabiskan waktu di dalam kamar mandi untuk cuci muka, gosok gigi, dan sedikit merapikan rambutnya yang mencuat sana-sini.

Ia keluar dari kamar. Dan ajaibnya, pintu kamar Dito terbuka lebar. Fania berjalan pelan ke sana. Beriringan dengan detak jantung yang menggila.

"Dit," panggilnya dengan ragu.

"Oh, kamu udah bangun."

Dito keluar dari kamar sambil mengancingkan kemeja. Laki-laki itu sudah cukup rapi dan wangi dalam pakaian kerjanya, berbanding terbalik dengan kondisi Fania yang masih amat sangat berantakan.

"Aku tadi beliin sup ayam buat bantu ngilangin hangover kamu. Udah dimakan?"

Fania menggeleng. Detak jantungnya menggila dan ia hampir merasa bahwa ada pisau yang mengiris-irisnya, atau entah benda apa yang mengusik jantungnya hingga terasa begitu aneh, sesak, namun tidak terlalu sakit.

"Dimakan ya. Biar nggak mual lagi. Kalau masih pusing, aku udah siapin aspirin, tapi cukup minum satu tablet aja."

"Udah mau berangkat kerja?" tanya Fania yang tak terlalu menggubris perkataan Dito barusan. Ia mengekori Dito yang kembali bergerak masuk ke kamar.

"Iya. Ada jadwal konsul sama pasien. Nanti siang rapat lagi soal rencana operasi minggu depan," jelas Dito seolah-olah seminggu terakhir ini mereka tidak sedang perang dingin.

"Oh ya, mobil kamu ditinggal Puspa di kelab semalam. Aku udah minta supirnya Ibu buat ambil mobil kamu dan katanya nanti mau diantar ke butik tapu bisanya agak siang. Mau antar Ibu ke rumah Mila dulu," kata Dito mengganti arah percakapan.

NIKAH KONTRAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang