006 | Pulang Berboncengan

11 9 4
                                    

Beberapa jam sudah berlalu dan hujan masih turun dengan deras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Beberapa jam sudah berlalu dan hujan masih turun dengan deras. Membuat Gilang dan Nadiva kini masih terjebak di halte dengan perasaan canggung karena tidak ada satupun dari mereka yang berbicara.

Keduanya membisu. Nadiva sibuk memandang hujan yang jatuh sedangkan Gilang malah sibuk memandang ke arah sepatunya— kedua manusia itu benar-benar menjaga sepi meskipun disekitar mereka begitu ramai dengan suara hujan.

"Lang."

"Nad."

Keduanya kembali terdiam kala tidak sengaja saling memanggil nama masing-masing secara serempak.

"Kau duluan aja. Mau ngomong apa tadi, Lang?"

"Gak papa, kau duluan aja."

"Udah gak papa, Lang."

"Ladies first. Kau mau ngomong apa tadi, Nadiva?"

Ketika namanya dipanggil oleh Gilang membuat Nadiva tiba-tiba jadi gugup. "Ga–gak papa. Aku cuma mau tanya pendapatmu tentang donat yang aku jual."

"Pendapat? Pendapat gimana?"

"Pendapatmu gimana tentang donat yang aku jual? Enak gak donatku menurutmu? Aku nanya kayak gini karena temanku bilang kalau donat yang aku jual agak keras akhir-akhir ini, padahal komposisinya gak pernah diubah-ubah dari awal aku jualan. Menurutmu gimana?"

Gilang terdiam, tidak tahu ingin menjawab apa karena sedari awal ia memang tidak pernah memakan donat yang Nadiva jual. "Me–menurutku donatnya tetap enak, kok. Teksturnya masih sama lembutnya kayak pertama kali kau jual." Dalam diam, Gilang terus-terusan merutuki dirinya karena berbohong pada Nadiva.

"Beneran? Terus kenapa teman-temanku bilang kalau donatnya keras, ya?"

"Mungkin ... mungkin aja itu cuma asumsi mereka."

Nadiva mengangguk, ucapan Gilang sepertinya memang ada benarnya. "Kalau soal rasa gimana? Donat aku enak gak menurutmu, Lang?"

Gilang menggaruk tengkuknya, pertanyaan dari Nadiva benar-benar tidak bisa ia jawab. "E–enak, kok. Enak banget malahan. Donat coklat terenak yang ada di sekolah kita!"

Nadiva tertawa, pernyataan dari Gilang seketika mampu membangkitkan suasana hatinya yang tadinya murung menjadi lebih ceria.

"Kalau kau mau kasih nilai, kau mau kasih berapa poin buat donat yang aku jual?" tanya Nadiva.

Gilang terdiam sesaat, memasang ekspresi berpikir sebelum akhirnya menjawab dengan tegas. "Sepuluh! Aku mau kasih poin sepuluh buat donat yang kau jual, Nad!"

"Kau satu-satunya yang kasih poin sepuluh buat donat aku. Aku tanya ke teman-temanku, mereka rata-rata jawab kalau donat aku poinnya delapan, atau gak, ya, sembilan koma lima." Setelah mengatakan demikian, Nadiva kembali diam sambil memandangi hujan.

DONUTS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang