SOMETHING

14 5 0
                                        

Judul : Something
Karya : Aliyah
Kelas : Horror

.

.

.

"Selamat datang!"

Sekujur tubuh mendadak dingin tatkala mendengar suara dari balik tembok. Terkesan halus, tetapi meninggalkan jejak tajam. Keadaan yang berdebu tanpa dipasang penerangan menaikkan buku kuduk. Gorden usang beterbangan diterpa angin. Dia lantas mengarahkan senter ke sana. Tak ditemukan siapa pun selain daripada kegelapan.

Suara yang sama kembali terdengar. Kali ini, lebih menggelegar diikuti cekikikan. Seketika, napas pun tak beraturan, mata berkunang-kunang. Aura mencekam merasuki jiwanya. Tanpa pikir panjang, Dia segera berlari meninggalkan ruangan.

Suara itu terus mengikutinya hingga tiba di rumah. Mengetahui kondisi putrinya, sang ibu lantas memeluknya seraya membelai rambut. Beliau tahu bahwa Dia membutuhkan kehangatan saat ini. Perempuan itu tak menceritakan apa yang dialami. Sungguh, terjebak dalam ketakutan.

Sang ibu lalu mengambilkan segelas air dan menyodorkan. Dia meraihnya dengan tangan gemetar. Suara itu terngiang-ngiang di kepala. Kaca yang dipegang nyaris pecah.

"Seharusnya, aku tak memasuki rumah tersebut," batinnya.

Setelah keadaan mereda, dia beranjak ke kamar. Penerangan dibiarkan menyala, jendela tertutup rapat. Sebelum memejamkan mata, dia melafalkan doa berulang kali. Sebungkus garam diletakkan di balik selimut.

Benar saja. Telinganya berdenging, mendengar bisikan sama. Awalnya, tak dipedulikan. Lama-kelamaan, dia risi akan kehadiran segera menjerit dan melempar butiran garam. Tergambar kekesalan dari sorot wajahnya semerah api.

"Tampakkan saja wajahmu yang seram itu!"

Tak berselang lama, seorang perempuan bergaun hitam menampakkan diri. Wajahnya hancur, sekujur tubuhnya berlumuran darah. Bekas sayatan tampak jelas di lengannya. Hampir saja Dia pingsan jika tak menahan kepanikan. Lantas, melipat tangan di depan dada seraya memicingkan mata. Dia lalu menggerutu bagai para ibu rumah tangga.

Sosok yang ada di hadapan tak bergeming. Bibirnya perlahan membentuk senyuman, seolah terhibur oleh gerutuannya. Bukannya balas tertawa, Dia justru memukul kepala menggunakan sapu sambil melontarkan sindiran.

"Tolong hentikan, Nona. Aku takkan lagi menjahilimu!" teriaknya berusaha melepaskan diri.

"Bukankah pantas kamu mendapatkan balasan ini?" Dia memegang pipinya kuat.

"A-ampun! Ada sesuatu yang hendak kuberitahu."

"Apa?" Suaranya perlahan merendah.

Sosok itu tertunduk lesu. Butiran air mata menggenangi lantai nan retak. Aura seram berganti suram. Kejadian masa lalu membayangi pikiran Dia.
Sepasang remaja sedang jatuh cinta menjalin hubungan secara diam-diam. Biasanya, menghabiskan waktu di tepi sungai saat langit memancarkan semburat merah. Selama berlangsung, keduanya tak pernah melontarkan perkataan kurang pantas, sekalipun dilanda amarah.

Semuanya berubah saat seorang lelaki merayu gadis itu saat sendiri. Berkali-kali ditolak, berkali-kali dipaksa. Bahkan, nekat mengancamnya hingga dibayangi ketakutan. Mengetahui hal ini, kekasihnya lantas mempermalukan di hadapan orang. Pada akhirnya, hubungan keduanya hancur bagai serpihan kaca dan menjadi bahan perbincangan.

Teman sang gadis berusaha menghiburnya, tetapi tak membuahkan hasil. Dia pun memutuskan mengakhiri hidupnya di ruang tadi dan bersumpah untuk menuntaskan dendam. Hatinya sesak mendengar ceritanya. Tanpa sadar, butiran air mata membasahi pipinya.

"Permintaanmu akan kukabulkan," ujar Dia menggenggam tangan hantu tersebut.

***

"Apa hal yang membawaku ke sini!"

Seorang lelaki berkemeja hitam meronta-ronta saat dibawa ke kantor polisi. Kedua tangannya terikat borgol. Rautnya diselimuti rasa bersalah.
Setibanya di ruang interogasi, tak bergeming sedikit pun. Mulutnya diam seribu bahasa. Lantas, polisi pun menggertak. Satu per satu kata keluar dari mulutnya. Ternyata, gadis itu tak bunuh diri, melainkan berakhir tragis di tangannya sendiri akibat ditolak cintanya.

"Bukankah penyesalan munculnya belakangan?" Polisi itu berbisik seraya mengernyitkan alis.

Jeruji besi telah menunggu kehadirannya. Lelaki itu mendekam di balik panasnya jeruji besi. Nasi menjadi bubur. Penyesalan hanya sebatas angin lewat. Tak ada gunanya lagi. Sementara, hantu menampakkan diri di belakang seraya cekikikan dan mendorongnya hingga terjatuh.

"Nina!" teriaknya seperti ODGJ.

Indonesia, 10 Oktober 2022

Imajinasi KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang