Wiyyah menatap langit melalui celah jendela kamarnya, matanya memancarkan sebuah kerinduan yang amat dalam. Ia tau, bahwa apa yang dirinya buat ini bisa berbahaya untuk dirinya sendirinya sendiri.
"Yosua, masih ingat tidak kisah kita dulu?"
Pria berusia sekira 20 tahun itu tersenyum hangat kepada gadis yang sedang sibuk dengan es krim di tangannya.
"Suka banget ya sama es krim?"
Gadis itu hanya membalas dengan anggukan.
"Kamu cantik."
Wiyyah kembali mengangguk, lalu beralih menatap pria itu.
"Terimakasih."
"Maaf ya, Kakak tidak bisa menemani kamu lama-lama, Kakak lagi banyak urusan."
Wiyyah kembali mengangguk. "Baiklah."
"Jaga diri ya, sampai jumpa di titik pertemuan ke dua gadis imut."
"Aku tau aku imut," celetuk Wiyyah.
Pria itu tersenyum. "Ingat! Nama Kakak Yosua."
"Namaku Alwiyyah Saputri, Kak."
*
*
*
Gadis itu berlari sekuat tenaga dengan kedua kaki yang terluka, darah segar perlahan mengalir membuat kakinya terasa perih.
Saat tiba di depan ruangan terdengar suara tangis menggelegar di sana. Gadis itu lemas kala tangis itu berada di ruang orang yang sangat ia cintai.
Matanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar, ia menghampiri di mana seorang pria terbaring lemas dengan bibir yang pucat.
'Sayang Wiyyah.'
'Kesayangan Yosua, nih.'
'Tunggu ya, aku ibadah dulu.'
'Besok natal, mau dibeliin apa?'
'jangan sedih, nanti ga cantik lagi.'
'Ih, kok air matanya keluar? Jangan! Nanti kalau habis gimana?'
'Ututu ... sayang jangan nangis, sini peluk."
'Mau apa?'
'Sibuk? Engga kok, mau apa? Jalan-jalan? Yok, jalan.'
'Sesibuk apapun aku sama duniaku, kamu prioritas kedua ku setelah, Mami.'
Perlahan ia menyentuh pipi tirus pria itu. "Tidurnya nyenyak banget, sih? Capek ya? Besok kita jalan lagi yok, aku mau beliin kamu es krim rasa mocca."
Air matanya jatuh tepat di mata pria itu yang terpejam rapat. "Kita sudah berbeda Tuhan, dan sekarang berbeda alam? Skenario yang kuasa engga bisa di tebak."
"Tidur yang nyenyak ganteng, aku mencintaimu."
*
*
"YOSUA!"
*
*
*
Hai, jika ada kesalahan mohon di tegur dengan cara baik-baik. Terimakasih 📚✍️
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary no enam belas "16"
De TodoTerbalut luka oleh harapan sendiri _MuliaWidia_ "Kita sehati, tapi ...." "Kita tidak seiman." Pertemuan tanpa di sengaja, mengakibatkan timbulnya cinta yang amat luar biasa. Star 17 Oktober 2022