"I want fly free, hyung."
"Don't expect!"
●
"Want to go with me? I promise you freedom."
"Really? I'm coming with you."
●
"Sorry, I disappointed you again. Just hate me."
"Don't worry, babe. I still love you. I can't hate you."
●
M-Preg, BxB, Jeno b...
Kini waktu menunjukkan pukul 11.02 KST. Sejak perginya Taeyong 1 jam yang lalu, Jeno hanya diam menatap lilin aroma terapi di atas nakas. Selalu seperti ini ketika dirinya sedang sendiri di apartemennya. Ia tidak tahu mau melakukan apa, sarapan sudah, mandi juga sudah —dimandikan Taeyong tadi, main hp? Bicara tentang hp, 30 menit setelah Taeyong pergi, Jeno menghubungi Dita, ia ingin tau apakah hyung-nya itu ada bersama kakak iparnya atau tidak. Yang ternyata Taeyong sama sekali tidak mendatangi istrinya itu. Rasanya percuma meminta sang kakak untuk bersikap lebih manis pada Dita, melihat wajah istrinya saja Taeyong enggan.
Setelah menghubungi Dita, Jeno mengalihkan panggilan ke Jungwoo. Mendengar amarah Jungwoo karena ia kembali menghilang, ia merasa sahabatnya itu sudah berhak tau apa yang membuatnya suka menghilang tiba-tiba selama ini. Kalau Jungwoo tahu, maka Doyoung yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri juga harus mengetahuinya. Itu sebabnya Jeno meminta keduanya untuk datang ke apartemen. Lagipula, Jeno membutuhkan teman cerita. Ia sudah mulai merasa muak dengan hidupnya saat ini. Jika terus memendamnya sendiri, dirinya tak yakin bisa bertahan lebih lama. Jeno butuh penopang, satu-satunya penyangga malah membuat dirinya hancur.
"Yuhuuuu ... Lee Jeno, buka pintunya cepat!"
Jeno tersentak, mendengar teriakan Jungwoo dari luar apartemen. Sedikit tertatih, laki-laki manis itu berjalan menuju pintu.
"Kenapa lama sekali, kau sedang apa sih?" tanya Jungwoo ketika pintu apartemen Jeno terbuka. Si pemilik eyes smile itu meringis sesaat dan memberikan senyuman terbaiknya.
"Maaf ...." Hanya itu yang bisa Jeno katakan. Ia tidak mungkin langsung mengatakan pada Jungwoo dan Doyoung kalau alasan ia lama membuka pintu adalah karena Jeno sedikit kesulitan untuk berjalan akibat lubang anal-nya yang masih terasa perih.
"Ayo, masuk." Jeno memberi space untuk Jungwoo dan Doyoung masuk. Tentu saja sahabatnya itu langsung duduk di sofa setelah meletakkan kantung belanjaan di atas meja makannya yang mini, dia bahkan menyalakan televisi dan sibuk menontonnya. Sedangkan Doyoung, laki-laki itu justru ke dapur, membuatkan minum dan menyiapkan cemilan untuk mereka bertiga.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Doyoung menghentikan kegiatannya mengeluarkan barang belanjaan dari kantung, ketika melihat Jeno berjalan dengan tertatih menuju sofa.
"Jeno, ada apa? Kenapa jalanmu kayak gitu?" Doyoung merasa deja vu saat melihat Jeno. Ia juga pernah mengalaminya. Beberapa tahun yang lalu, saat dirinya dan sang kekasih melakukan hubungan sexual. Tapi, setahu Doyoung, Jeno masih sendiri sampai saat ini.
Jungwoo yang mendengar pertanyaan Doyoung pada Jeno langsung menatap sahabatnya, melupakan tayangan yang sedang ia tonton. Sedangkan Jeno, dirinya justru terpaku ditempat. Ia yang awalnya mau duduk, tidak jadi dan hanya berdiri. Jeno bingung harus menjawab apa, ia bukan orang yang bisa berbohong. Selama ini, jika ada yang bertanya seperti itu. Hanya ada jawaban, 'aku tidak apa-apa'. Tapi, kali ini Jeno mau jujur. Kalau dirinya tidak bisa menjawab pertaanyaan sederhana dari Doyoung. Bagaimana Jeno bisa jujur?