Happy Reading
Brak!
"Astagfirullah Lio, lalaunan atuh nutup pintunya. Kalau rusak gimana?"
Lio tercengir. "Hehehe, hampura Pah."
Ananda hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu mulai menjalankan mobilnya.
"Ehem, Pah."
"Hm?"
"Papah ganteng deh hari ini. Papah pakai apa sih kok bisa segan--"
"Mau apa kamu?" Lio lagi-lagi menampakan gigi putihnya, sepertinya sang Papah sudah sangat hafal dengan akal bulusnya.
"Lio ... mau minta ajarin naik motor boleh?"
Deg
Refleks Ananda mengerem mendadak mobilnya. Untung saja mereka memakai seat belt, jika tidak sudah dipastikan jidat mereka akan terbentur. Ananda merasakan dejavu, dengan cepat kepingan-kepingan masa silam kembali memenuhi pikirannya.
"Allahuakbar Papah! Kalau ngerem kasih aba-aba dulu napa!" Ananda tersentak mendengar teriakkan putranya.
"Ya Allah, untung aja jantung Lio enggak loncat. Astagfirullah," gumam Lio, jantungnya berdetak dengan sangat kencang saat ini.
"M-maafin Papah. Kamu enggak papa 'kan?"
Lio menggeleng. "Enggak, tapi jantung Lio yang enggak aman. Lagian papah kenapa rem mendadak sih?"
Ananda terdiam sejenak. "Hm ... itu tadi Papah lihat kucing nyebrang."
"Kucing?" Ananda mengangguk, dalam hatinya semoga saja anaknya itu percaya.
'perasaan tadi aku enggak lihat kucing deh.' batin Lio, namun tak urung dia tetap mengangguk percaya.
"Lain kali jangan gitu, Pah. Kalau jantung Lio loncat 'kan enggak lucu," gerutu Lio.
Ananda terkekeh. "Iya-iya, maaf."
Setelah keadaan kembali seperti semula, Ananda mulai melajukan kembali mobilnya.
"Oh ya, Lio hampir lupa. Jadi gimana boleh enggak aku belajar motor?"
Ananda kembali terdiam.
"Pah?"
"Eh, b-boleh kok, boleh." Lio mengerutkan dahinya, Papahnya terlihat menyembunyikan sesuatu.
Namun, Lio memilih acuh. Dan merasa senang karena Papahnya mau mengajarkannya naik motor.
"Emang kamu kenapa tiba-tiba ingin belajar naik motor? 'Kan naik mobil lebih enak."
Lio menggeleng. "Enggak deh. Kalau macet 'kan harus nunggu lama. Kalau naik motor 'kan bisa sat set sat set."
Ananda terkekeh geli, ada-ada saja anaknya itu.
"Tapi, kok papah rasa bukan itu ya alasan kamu? Hayo kamu mau bonceng siapa, hm?"
Lio gelagapan. "E--enggak kok. Orang mau kayak Galang juga," elak Lio.
"Yang bener?"
"Iya, Pah!"
"Yakin bukan karena cewek?"
Blush
Pipi Lio memerah, dia semakin terlihat salah tingkah. Ananda tertawa melihat wajah malu Adelio. Huh, ternyata putranya sudah mulai tertarik dengan lawan jenis.
"Siapa nih ceweknya?" Ananda semakin gencar menggoda Lio.
"Ihh Papah!" rengek Lio. Ananda tertawa puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
WOUND HEALER? [End]
Fanfic[Sudah end✓] [Tahap revisi] Sebelum membaca ini, kami persilahkan untuk membaca let me be free dulu biar nyambung. book 3 Kehilangan seseorang bukan berarti akhir dari segalanya. Semua yang Tuhan berikan hanyalah titipan semata. Ada kalanya titi...