Pemuda itu terus berlari sambil tersaruk-saruk. Dari sekujur tubuhnya menetes darah. Luka-luka bekas bacokan senjata tajam terlihat jelas dari balik bajunya yang robek di sana-sini. Sesekali terlihat dia menoleh ke belakang seperti ingin memastikan bahwa jarak mereka terpaut jauh. Walaupun terlihat tak seorang pun yang mengejar di belakangnya, namun dari teriakan-teriakan mengancam yang sempat mengiang di telinganya, membuat langkahnya seperti tak mau berhenti.
"Oh, Jagad Dewa Batara... selamatkanlah diriku dari kejaran mereka..." keluhnya diantara nafasnya yang tersengal.
Tak terasa langkah pemuda itu mendaki sebuah bebukitan di pinggir sebuah hutan yang gersang. Namun menuju lebih jauh ke dalam, pepohonan semakin lebat dan cahaya matahari senja itu seperti tak mampu menerobos ke dalam. Suasana mulai terasa suram dan gelap mewarnai isi hutan. Menuju ke sebuah lembah, pemuda itu semakin tak peduli dengan keadaan sekelilingnya. Padahal tempat itu terlihat seram dan seperti tak dihuni manusia.
"Aduh!"
"Bruk!"
Sebuah batu kerikil menyandung kaki membuat tubuhnya terhempas di atas sebuah gundukan tanah. Nafasnya terengah, dan tak terlihat dia berusaha bangkit. Pemuda berusia sekitar dua puluh delapan tahun itu seperti hendak melepaskan lelah dalam keadaan tengkurap. Darah yang mengucur dari luka di tubuhnya masih menetes dan membasahi gundukan tanah yang kering, langsung merembes ke dalam seperti terhisap.
"Oooh... tempat apakah ini? He...?!" Pemuda itu baru menyadari adanya sebatang tonggak kayu di ujung gundukan tanah yang ditidurinya.
"Sebuah nisan? Jadi... jadi...."
Keheranannya segera berlanjut dengan keanehan yang mulai dirasakan. Pelan-pelan gundukan tanah yang ditidurinya bergerak ke atas dan terbelah. Bukan main kagetnya pemuda itu. Buru-buru dia bangkit dengan mulut terganga dan sepasang matanya terbelalak. Gundukan tanah yang tak lain dari sebuah makam itu betul-betul terbongkar. Sebuah tangan menyembul. Wajah pemuda itu semakin tegang. Jantungnya berdetak lebih kencang dengan bulu kuduk semakin tegak berdiri.
"Bruak!"
"Astaga...!"
"Hahaha...! Bebas... kini bebaslah aku dari segala kematian yang telah membelenggu selama berabad-abad lamanya! Kini tak seorang pun boleh membuat aku kembali mati! Tak seorang pun kubiarkan membuatku mati...! Hahahaha...!"
Suara tawa itu menggelegar dan memekakan telinga dari sesosok tubuh yang tiba-tiba melompat dari dalam makam itu. Wajahnya hitam dan dekil, serta tubuhnya kurus bagai kulit pembalut tulang saja. Sepasang matanya tampak cekung dengan sorot yang menakutkan. Hidungnya nyaris rata dengan wajah meninggalkan dua buah lubang. Kepalanya gundul dengan rambut yang menjuntai beberapa helai. Sementara tubuhnya dibungkus oleh baju longgar yang telah tercabik-cabik di sana-sini. Dari kesepuluh jari tangan dan kakinya terlihat kuku-kuku yang runcing dan tajam.
Setelah selesai tertawa sepuas hatinya, dia mengeram buas sambil berpaling pada sesosok tubuh yang tergeletak diam tak bergerak di dekatnya. Di periksanya tubuh itu, kemudian setelah yakin bahwa orang tersebut tak bernyawa, diangkatnya kemudian dia jebloskannya ke dalam liang kubur tempatnya tadi berada.
"Terima kasih, Kisanak. Kau telah menolongku dengan menyumbangkan darah bagi kehidupanku, kalau tidak karenamu, tentu aku belum bangkit saat ini...."
Ditimbunnya kembali lubang itu hingga menjadi gundukan, kemudian sebelum berlalu dari tempat itu, sempat dia mengeram dengan suara nyaring.
"Hahaha...! Kulihat tubuhmu penuh luka, dan darahmu terlalu banyak tumpah. Kurasakan pula peluh dari hela nafasmu yang memburu. Kau seperti sedang dikejar sesuatu yang menakutkan. Aku tak biasa berbuat kebaikan untuk orang lain. Tapi karena kau telah menolongku, biarlah kubantu kau membalaskan sakit hatimu pada mereka yang telah menyakitimu."
Setelah berkata begitu, orang tersebut langsung melesat meninggalkan tempat itu dengan kecepatan yang sulit diikuti oleh mata biasa. Apa yang terjadi sebenarnya dengan pemuda itu?
Pada saat tubuhnya tiba di tempat ini, kekuatannya telah lemah karena darah yang mengucur di tubuhnya terlalu banyak keluar akibat luka yang di deritanya. Kemudian ketika menyaksikan pemandangan yang mengerikan di depan matanya, tak ayal lagi. Keterkejutan bercampur dengan rasa takut yang hebat bukan saja membuat dia tak sadarkan diri, tapi lebih jauh dari itu membuat jantungnya berhenti berdenyut yang berakibat nyawanya terhenti seketika.
Lebih dari lima belas orang yang mengenakan ikat kepala bergambar tengkorak tampak menghentikan langkah. Seseorang yang bertubuh besar memegang sebuah golok besar di tangan. Wajahnya tampak beringas dan sadis.
"Setan! Kemana dia melarikan diri?!" umpatnya sambil duduk di sebuah batu.
"Di telan setan penghuni hutan itu barangkali!" tunjuk salah seorang yang berada di dekatnya sambil mendengus geram.
"Bagaimana sekarang, Jala Karut? Apakah akan kita cari dia sampai ketemu?" tanya salah seorang yang bertubuh kurus pada temannya yang bertubuh besar itu.
Jala Karut membuang ludah sambil menyarungkan goloknya di punggung. Sepasang matanya tajam menatap ke dalam hutan di dekat mereka, sebelum menjawab.
"Puih! Sebelum keparat itu ditemukan, jangan harap kita bisa pulang dengan selamat. Percuma saja. Jala Tunda pasti tak akan mengampuni jiwa kita."
"Tapi kemana lagi harus kita cari?"
"Kita akan masuk ke dalam!"
"Apa?!"
Beberapa orang yang mendengar kata-kata Jala Karut terbelalak kaget. Wajah mereka tampak pucat, dan rona kekhawatiran mulai membayang.
"Kenapa? Kalian takut?!" suara Jala Karut tampak marah.
"Bukan begitu. Tapi Hutan Alas Dandaka terkenal seram dan menakutkan. Tak pernah seorang pun yang keluar selamat dari tempat itu," sahut salah seorang yang bernama Pari Kelor.
"Pari Kelor, kau laki-laki dan juga anggota Tengkorak Merah. Tahu akibatnya kalau Jala Tunda mengetahui kita tak membawa pulang si penghianat itu hidup atau mati?!"
Pari Kelor bergidik ngeri. Jala Tunda adalah Ketua Perguruan Tengkorak Merah yang terkenal kejam. Sekali dia memberi perintah, maka hal itu harus di kerjakan sampai tuntas. Sedikit saja gagal, hukuman yang berat akan menimpa mereka. Bahkan tak jarang Jala Tunda memenggal kepala anak buahnya sendiri. Tak heran bila mereka begitu khawatir saat Jala Karut mengingalkan hal itu.
"Mari kita berangkat sekarang!" ajak Jala Karut sambil bangkit berdiri.
Teman-temannya segera mengikuti dari belakang dengan langkah lesu. Baru berjalan beberapa langkah, sekonyong-konyong melesat sesosok bayangan di depan mereka. Serentak semuanya terkejut dan langsung mencabut goloknya masing-masing.
"Hahaha ha ...! Cecurut-cecurut busuk berkeliaran tak tentu rimba. Apa yang kalian cari disini?!"
"Siapa kau?!" bentak Jala Karut.
Di depan mereka telah berdiri sesosok tubuh yang amat mengerikan seperti mayat hidup. Tubuhnya kurus kering berwarna hitam legam. Kepalanya botak dengan beberapa helai rambut. Sepasang matanya tampak cekung dengan hidung rata meninggalkan dua buah lubang. Bibirnya seperti tak terlihat seperti kulit yang robek saja. Pakaiannya compang-camping tak berbentuk.
"Tikus buduk. Ditanya malah balik bertanya!" bentak sesosok tubuh itu marah.
"Kurang ajar!" Jala Karut langsung mencabut goloknya dengan wajah berang.
"Hahaha...! Kau mencabut senjatamu untuk apa? Mau membunuhku? bagus... bagus! Ayo, bacoklah aku sepuas hatimu sebelum kalian kukirim ke neraka!" sahut sesosok tubuh itu sambil terbahak-bahak menganggap enteng.
"Bedebah!"
Salah seorang dari anggota Perguruan Tengkorak Merah langsung menyerang dengan wajah geram.
"Hahaha...! Satu orang ingin mampus di tangan Setan Alam Kubur, kenapa tidak semuanya saja?"
"Tap!"
"Trak!"
"Jross!"
"Aaaa...!"
Orang yang menamakan dirinya sebagai Setan Alam Kubur itu tenang-tenang saja begitu melihat dirinya diserang dengan golok terhunus. Tanpa berkelit, dua jari tangan kanannya menangkap mata golok lawan dan dengan mudah dipatahkannya. Sementara bersamaan dengan itu dua jari tangan kirinya bergerak cepat menyambar dahi lawan. Tak ampun lagi. Kedua jarinya yang memiliki kuku-kuku yang tajam dan runcing menembus dahi lawan. Orang itu terpekik kesakitan. Setan Alam Kubur langsung mengayunkan kaki menendang dadanya.
"Hei?!"
Jala Karut terkejut. Begitu juga dengan teman-temannya yang lain ketika mengetahui tubuh teman-temannya telah tak bernyawa begitu menyentuh tanah.
"Siapa kau sebenarnya dan kenapa begitu kejam turun tangan pada teman kami?!" tanya Jala Karut garang.
"Siapa kalian dan cari apa di sini?" bentak Setan Alam Kubur. Tak kalah garang.
"Setan...!"
Pari Kelor sudah mulai panas dan mencabut golok untuk menyerang. Tapi Jala Karut mencegahnya. Meski hatinya pun geram bukan main tapi sebagai pimpinan rombongan ini dia harus mampu menahan sabar. Dua kali Setan Alam Kubur itu ditanya, tapi saat itu juga dia malah balik bertanya. Melihat cara dia membuat tewas salah seorang teman mereka, pastilah dia memiliki ilmu olah kanuragan yang tak bisa dibuat sembarangan.
"Kami dari Perguruan Tengkorak Merah, dan aku Jala Karut yang memimpin rombongan ini. Kehadiran kami ke sini adalah untuk mencari salah seorang murid Tengkorak Merah yang telah berkhianat. Ki Jala Tunda, guru besar kami memerintahkan untuk menghukum mati orang itu dan membawa pulang mayatnya sebagai bukti," sahut Jala Karut menjelaskan.
"Pemuda yang seluruh tubuhnya penuh luka?" selidik Setan Alam Kubur dengan suara khasnya yang parau.
"Heh? Apakah kau mengetahui di mana dia?" lanya Jolo kerol bersemangat.
"Hahaha...! Pucuk dicinta ulam tiba. Ini dia rupanya manusia-manusia yang mesti kubuat mampus!" Setan Alam Kubur tertawa terbahak-bahak dengan suara yang memekakan telinga.
Jala Karut tersentak kaget. Dia telah berusaha untuk bersikap manis. Tapi yang mereka terima justru kata-kata yang mengancam dan menganggap remeh. Maka karena pada dasarnya dia memang pemarah, Jala Karut langsung membentak garang.
"Manusia bangkai tak tahu diri. Di perlakukan baik kau malah mengancam, kau pikir kami takut denganmu!"
Satu hal yang membuat mereka tadi terkejut dengan kehadiran Setan Alam Kubur adalah bau busuk yang menyertai tubuhnya. Hal itu baru terasa setelah orang-orang itu hilang dari keterkejutannya menyaksikan wajah yang menyeramkan dan tawa yang membuat jantung berdetak lebih kencang.
"Heh!"
Mata Setan Alam Kubur melotot garang.
"Setan!" maki Jala Karut. "Seraaang...!" Pari Kelor langsung memberi aba-aba.
"Yeaaah...!"
"Hahaha...! Ketahuilah, orang yang kalian cari itu telah mampus. Tapi kematiannya justru menolongku hadir di muka bumi ini kembali. Paling tidak dia telah menanam budi dan aku ingin membalasnya dengan membalaskan sakit hatinya pada kalian!" sahut Setan Alam Kubur sambil bergerak cepat menghindari serangan lawan. Tubuhnya mengapung seperti sehelai bulu tertiup angin, kemudian melesat cepat bagai anak panah menyambar sasaran.
"Prak!"
"Crass!"
"Aaaa...!"
"Hahaha...! Mampuslah kalian... mampus! Setan Alam Kubur kembali berpesta dengan setiap cucuran darah yang mengalir di tubuhmu!"
Apa yang dilakukan Setan Alam Kubur terhadap murid-murid Perguruan Tengkorak Merah sangat mengagumkan, sekaligus mengerikan. Kesepuluh jari-jari tangan dan ditambah dengan jari-jari kakinya menyambar-nyambar leher, dahi, dan jantung lawan. Dalam sekejap saja pekik kematian memecahkan tepi hutan yang tadi sepi. Darah mulai membanjir dan sepuluh orang tewas dengan tubuh mengerikan seperti tercabik-cabik kawanan serigala.
"Keparat!"
Jala Karut memaki saat dua orang temannya kembali tewas, dan Setan Alam Kubur masih saja tertawa-tawa.
"Jangan memaki kau, Tikus buduk! Sini makan bagianmu!" bentak Setan Alam Kubur sambil menyambar tubuh Jala Karut.
"Trak!"
"Cras!"
"Aaaa...!"
Jala Karut memekik nyaring. Seperti tak percaya bahwa lawan mampu bergerak secepat itu. Begitu goloknya melesat, Setan Alam Kubur hanya menjentikkan kukunya yang panjang. Golok di tangannya bergetar membuatnya tersentak kaget. Saat itu pula kuku-kuku jari tangan kiri lawan menyambar tenggorokannya. Jala Karut cuma mampu menjerit tertahan. Kepalanya terkulai ketika lehernya robek lebar. Tubuhnya menggelepar-gelepar di tanah seperti ayam di sembelih sebelum akhirnya diam tak bergerak seiring dengan nafasnya yang terhenti untuk selama-lamanya.
"Hahaha...!" Setan Alam Kubur tertawa lebar.
"Keparat! Kita serang dia bersama-sama!" maki Pari Kelor sambil mengajak kedua temannya yang masih tersisa.
Dua orang menyerang, tapi temannya yang seorang lagi agaknya mulai ciut nyalinya. Tanpa memperdulikan temannya, dia melarikan diri. Pari Kelor cuma bisa menyumpah-nyumpah.
"Hahaha...! Tak apa dia kabur, tapi kalian berdua jangan harap bisa lepas dari cengkeramanku. Yeaaa...!"
Tubuh Setan Alam Kubur melesat cepat bagai anak panah sambil menyebarkan bau busuk. Pari Kelor dan temannya bersiap sambil mengayunkan golok.
"Bret! Bret!" "Aaaa...!"
Dengan lincah tubuh Setan Alam Kubur menghindari sabetan golok lawan. Tubuhnya menggelinjang dan cakar tangannya merobek perut Pari Kelor, sedang cakar kakinya merobek leher lawan yang satu lagi. Keduanya terpekik kesakitan sambil terhuyung-huyung dan kemudian ambruk ke tanah. Setelah menggelepar-gelepar sesaat, keduanya meregang nyawa. Tapi saat itu pula tubuh Setan Alam Kubur telah hilang sambil meninggalkan tawa menyeramkan dan bau busuk yang menyengat.
"Hahaha...!"***
KAMU SEDANG MEMBACA
212. Pendekar Rajawali Sakti : Setan Alam Kubur
ActionSerial ke 212. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.