"Hehehe...! Kudengar ramai di tempat ini sehingga membuatku tergelitik untuk melihat. Kupikir pula kau di pecundangi oleh petani-petani goblok itu, tapi siapa nyana ternyata Pendekar Rajawali Sakti yang kesohor itu ikut campur pula dalam urusan ini," sahut orang yang baru tiba sambil menyindir.
Rangga menoleh dan melihat seorang lelaki berbaju bagus dengan tubuh sedikit kurus. Melihat dari caranya hadir di tempat ini tanpa ada seorang pun yang mengetahui pastilah orang ini mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna. Keris di pinggang kirinya pun terlihat bukan seperti keris sembarangan. Paling tidak orang yang dipanggil Ki Soko Menggolo ini memiliki ilmu olah kanuragan yang cukup diandalkan. Apalagi Wiryo Keduro dan anak buahnya tampak menghormatinya.
"Ki sanak, maaf. Aku sama sekali tak bermaksud mencampuri urusan mereka. Tapi hatiku merasa tak tega melihat orang-orang ini menyiksa beberapa orang petani hingga tak berdaya," sahut Rangga membalas sindiran Ki Soko Menggolo.
"Ah, kenapa sungkan-sungkan? Bukankah Pendekar Rajawali Sakti terkenal welas asih dan suka membantu orang yang lemah? barangkali telah digariskan bahwa kehadiranmu di sini untuk menolong mereka."
Pendekar Rajawali Sakti mengerutkan alis. Dia tak mengerti apa maksud orang itu berkata demikian. Sementara itu Wiryo Keduro dan teman-temannya terkejut ketika mengetahui bahwa pemuda yang tadi berhadapan dengannya adalah Pendekar terkenal yang namanya menggetarkan rimba persilatan belakangan ini. Pantas saja dia dapat dijatuhkan dengan mudah. Tapi mengetahui kehadiran Ki Soko Menggolo hatinya sedikit tenang.
Siapa sebenarnya laki-laki yang berusia sekitar tiga puluh tahun dan dipanggil Soko Menggolo itu? Dia tak lain tangan kanan Jala Tunda yang termasuk dalam jajaran orang-orang dekatnya. Ilmu olah kanuragannya hebat bukan main, dan orang-orang persilatan mengenalnya dengan gelar Malaikat Hitam Bermuka Dua.
"Ki sanak, aku tak mengerti maksud kata-katamu itu...." sahut Rangga pelan.
"Kenapa tak paham? Bukankah itu soal mudah. Ada kebaikan dan kejahatan. Keduanya tak pernah sejalan karena masing-masing memiliki jalurnya sendiri. Nah, kau yang mengaku berjalan pada hal kebaikan tentu saja tak sejalan dengan kami yang dianggap berjalan pada hal yang jahat...."
"Lalu?"
"Hm... aku tak perduli dengan keadaan itu. Tapi mengusik anggota Perguruan Tengkorak Merah, tentu saja aku perduli, bahkan merasa di usik, dan tak mungkin mendiamkannya begitu saja!"
Sampai disitu mengertilah Rangga apa yang dimaksud orang itu. Rangga menggelengkan kepala sambil mendecah pelan.
"Ki sanak aku tak suka keributan. Kalau ada penyelesaian yang baik dengan jalan musyawarah tentu aku akan lebih senang melakukannya. Ini soal yang amat jelas, kenapa malah membuat kalian merasa tak suka dan marah?"
"Pendekar Rajawali Sakti, mudah kau berkata begitu tapi tak mudah bagi kami menerimanya. Aku si Malaikat Hitam Bermuka Dua memang tak sepadan dibandingkan denganmu. Tapi mana bisa berdiam diri melihat kau menghajar anak buahku!" sahut Ki Soko Menggolo masih dengan sikap tenang.
Tak heran dia bisa bersikap begitu mengingat gelarnya sebagai Malaikat Hitam Bermuka Dua. Walau di hatinya amarah telah berkobar, namun wajahnya masih tetap tenang bahkan bisa tersenyum dengan suara yang tetap datar.
"Jadi apa yang kau inginkan, Ki sanak?"
"Huh! Inilah yang kuinginkan!" sambut Ki Soko Menggolo sambil mencelat ke arah Rangga dengan mengirim serangan hebat.
Pendekar Rajawali Sakti telah memperkirakan hal itu, namun tak menyangka bahwa lawan bisa bergerak secepat yang tak di duganya. Tak percuma Ki Soko Menggolo dihormati oleh anggota Perguruan Tengkorak Merah, karena kepandaiannya memang jauh di atas rata-rata murid yang lainnya.
"Hup!"
"Hiyaaat...!"
"Plak!"
Serangan pertama itu dapat dielakkannya dengan mulus, dan dalam suatu kesempatan bahkan dia berusaha menangkis siku tangan lawan. Ki Soko Menggolo menggeliat bagai belut menghantam telapak tangan ke dada kiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Jebol igamu!"
"Uts!"
Rangga menghindar dengan gesit sambil mengayunkan kaki kanan menghantam dagu lawan. Tubuh Ki Soko Menggolo melompat ke belakang membuat gerakan salto yang indah. Rangga mengejar dengan sodokan kepalan tangan.
"Tap!"
"Yeaaa...!"
Gerakan yang dibuat Ki Soko Menggolo sungguh indah seperti orang menari. Bertumpu dengan telapak tangan lawan, tubuhnya kembali bersalto terus ke belakang bagian tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Heh!"
"Plak!"
Tapi dengan gerakan yang tak kalah gesit Rangga terus bergerak menghantamkan kaki kirinya yang di tangkis oleh telapak tangan kiri Ki Soko Menggolo yang menyilang di dada. Orang itu terkejut merasakan telapak tangannya perih. Tapi Rangga telah jumpalitan ke arahnya sambil kembali menyodok kepalan tangan kanan ke dadanya
"Duk!"
"Akh!"
Ki Soko Menggolo mengeluh kesakitan. Walau dia berusaha mengelak namun tak urung bahu kirinya sempat terkena hajaran lawan. Tulang engsel lengannya serasa mau copot menerima pukulan itu. Meski Rangga tak melanjutkan serangan, tubuh Ki Soko Menggolo telah melesat ke belakang untuk menghindari kemungkinan lawan meneruskan serangan susulan.
"Hebat kau, Ki sanak! Nah, sekarang mari kita lanjutkan permainan dengan adu senjata!"
"Sriiing!"
Ki Soko Menggolo telah mencabut kerisnya yang berlekuk sembilan. Bagian tengah badan keris itu terlihat ukiran lidah api dan memancarkan hawa maut yang menakutkan. Rangga masih diam tak memberikan reaksi. Dia cuma bersiap jika lawan bermaksud menyerang dengan senjata itu.
"Kenapa ragu? Ayo, cabutlah pedangmu yang terkenal itu dan hadapi kerisku ini!" ucap Ki Soko Menggolo tak puas dan merasa di remehkan melihat lawan tak meladeni keinginannya.
"Ki sanak, apakah tak sebaiknya kita sudahi urusan sampai di sini? Di antara kita tak ada saling permusuhan, kenapa kau memaksa untuk menggunakan senjata...."
"Hehehe...! Apakah kau mulai takut, Pendekar Rajawali Sakti? Kaulah yang memulai urusan maka kau pun harus menyelesaikannya secara tuntas!"
"Menyelesaian tuntas bagaimana yang kau maksudmu?"
"Pertarungan yang membuat salah seorang di antara kita harus mengakui kehebatan yang lainnya!"
"Maksudmu bila salah seorang kalah maka dia harus menyudahi urusan dan tak ikut campur?"
Ki Soko Menggolo terkekeh pelan.
"Betul, bahkan lebih dari itu dia tak bisa lagi mencampuri urusan mana pun...."
Alis Rangga berkerut mencerna kata-kata orang itu. Tapi dia tak berpikir panjang ketika Ki Soko Menggolo melanjutkan ucapannya.
"Sampai salah seorang di antara kita mampus!"
"Heh?!"
"Kenapa? Mulai takut? Apakah Pendekar Rajawali Sakti yang ke sohor itu mengenal rasa takut juga?" ejek Ki Soko Menggolo.
"Ki sanak, itu sudah keterlaluan...."
"Bagi orang-orang Tengkorak Merah tak ada hal yang keterlaluan, berani mencampuri urusan kami maka harus berani pula menanggung akibatnya!" sahut Ki Soko Menggolo tegas.
Rangga menghela nafas dan berpikir beberapa lama kemudian.
"Bagaimana Ki sanak, apakah kau berani menanggung akibatnya?"
"Baiklah... tapi harus ada tambahannya. Bila aku yang tewas, tak ada urusan lagi. Tapi kalau kau yang tewas maka perintahkan anak buahmu sebelumnya untuk tidak mengganggu para petani ini dan urusan selesai. Bagaimana?" Rangga merasa tak ada jalan lain untuk mengelak tantangan orang itu, dan terpaksa menyambutnya.
Sebaliknya Ki Soko Menggolo begitu yakin bahwa dia mampu mengalahkan lawan, langsung berteriak pada anak buahnya.
"Kalian dengar itu? Aku yang mewakili Jala Tunda memerintahkan pada kalian untuk tidak mencampuri urusan petani-petani ini jika aku kalah dalam pertarungan melawan Pendekar Rajawali Sakti. Kalian pulang dan melupakan persoalan ini, dan tak seorangpun boleh mengusik petani-petani ini. Siapa yang melanggar sama artinya melanggar aturan yang dibuat Jala Tunda!"
"Tapi, Ki...."
"Kau mau membantah, Wiryo?"
Wiryo Keduro diam menundukkan wajah sambil menggelengkan kepala.
"Eh, ti... tidak, Ki...."
Ki Soko Menggolo mendengus sinis. Kemudian mengalihkan pandangan ke Rangga.
"Nah, kau dengar, Ki sanak? Kini bersiaplah kau menahan seranganku!"
Murid-murid Perguruan Tengkorak Merah mengetahui bahwa ilmu olah kanuragan Ki Soko Menggolo memang hebat, bahkan sedikit berada di bawah Guru Besar mereka, Ki Jala Tunda. Wiryo Keduro juga mengetahui bahwa banyak kata-kata Ki Soko Menggolo yang di setujui oleh Ki Jala Tunda.
Tapi melupakan soal hasil panen padi ini dan melaporkan hasil itu pada Ki Jala Tunda adalah perbuatan bunuh diri. Membantah perintah yang dikeluarkan Ki Soko Menggolo pun termasuk hal yang sama. Mereka memang tak punya pilihan selain pasrah dan berharap bahwa Ki Soko Menggolo mampu mengungguli lawannya.
Tidak demikian halnya dengan para petani itu. Mereka yang tadi bersiap-siap memetik padi, kini naik ke tegalan dan berkumpul rapi dengan wajah cemas. Seorang yang tak dikenal begitu rela bertaruh nyawa demi mereka adalah perbuatan yang nekat dan berani, sekaligus perbuatan bunuh diri. Sebab siapa yang tak kenal Perguruan Tengkorak Merah? Murid-muridnya banyak dan rata-rata berilmu tinggi. Mereka bisa membumi hanguskan sebuah desa dalam sekejap, dan menewaskan banyak tokoh yang memiliki kepandaian ilmu silat yang cukup lumayan.
Dan kini seorang pemuda tak dikenal tiba-tiba saja berani menantang salah seorang pentolan Tengkorak Merah. Pastilah kalau tidak gila dia seorang yang putus asa dan berniat mati secepatnya. Memang, orang-orang itu hanya petani biasa yang tak mengerti apa-apa tentang dunia persilatan berikut tokoh-tokoh yang berkecimpung di dalamnya. Meski mengetahui bahwa pemuda berbaju rompi putih itu adalah Pendekar Rajawali Sakti, tapi nama itu seperti tak berarti apa-apa dibandingkan dengan sepak terjang orang-orang Perguruan Tengkorak Merah yang telah mereka lihat dan alami sendiri.
Sementara itu perlahan-lahan Rangga mencabut pedang di punggungnya. Seberkas sinar biru keluar dari batang pedang itu seperti menerangi tempat itu sesaat. Semuanya terkagum takjub menyaksikan pamor pedang yang luar biasa itu. Termasuk juga Ki Soko Menggolo. Hatinya bergetar hebat dan tak terasa sedikit kegentaran mulai muncul dalam benaknya.
"Aku telah siap. Silahkan dimulai, Ki sanak...!" sahut Rangga pelan.
"Yeaaah...!"
Dengan satu teriakan menggelegar Ki Soko Menggolo mulai menyerang lawan dengan keris di tangan. Kali ini dia mengeluarkan jurus terhebatnya yang diberi nama Malaikat Maut Menjarah Darah, dan bersamaan dengan itu kepalan tangan kirinya terlihat hitam legam bagai arang menandakan bahwa dia telah bersiap menggunakan pukulan sakti yang di beri nama Gagak Hitam Menerkam.
Sementara itu Pendekar Rajawali Sakti sendiri menyadari hal itu dan tak mau menganggap remeh lawan. Dia telah bersiap mengeluarkan jurus Ilmu Pedang Pemecah Sukma, dan tangan kirinya mulai membara pertanda dia siap menggunakan Pukulan Maut Paruh Rajawali.
"Hiyaaa...!"
"Glaaar!"
"Tras!"
"Aaaa...!"
Terdengar pekik kematian halus. Tubuh KiSoko Menggolo terlempar sejauh lima tombak dengan tubuh biru. Dan telah tak bernyawa ketika tiba di tanah. Kejadian itu amat cepat dan mengejutkan semua yang melihat. Begitu keduanya melompat dan saling menyerang, kecepatan mereka sulit diikuti oleh mata biasa. Bahkan Wiryo Keduro sendiri tak mengetahui selain dari kedua pukulan mereka yang beradu. Dari telapak kiri Ki Soko Menggolo keluar sinar hitam menghantam lawan.
Sementara dari telapak tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti melesat sinar merah. Keduanya beradu dan menimbulkan percikan bunga api dan ledakan keras. Asap hitam mengepul, namun saat itu tubuh Ki Soko Menggolo telah limbung ke belakang sambil mendekap dada. Saat itulah tubuh Pendekar Rajawali Sakti melesat sambil mengayunkan pedang. Wiryo Keduro tak melihat bagaimana keris Ki Soko Menggolo patah ketika berusaha menangkis, dan pedang lawan terus menghantam dadanya tanpa menimbulkan suara berderak ketika tulang iganya putus.
Perlahan-lahan sinar biru di tubuh Ki Soko Menggolo hilang seiring Pendekar Rajawali Sakti menyarungkan kembali pedangnya. Wajah Pendekar Rajawali Sakti yang tadi seram dan menakutkan, perlahan-perlahan kembali memudar dan wajar seperti semula.
"Ki Soko Menggolo...!" teriak Wiryo Keduro dan anak buahnya sambil mengerubungi mayat Ki Soko Menggolo.
Mereka seperti tak percaya bahwa tangan kanan Ki Jala Tunda tewas dalam beberapa gebrakan saja di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Semula beberapa anak buah Wiryo Keduro bermaksud menyerang pemuda itu, tapi dia mengingatkan janji yang telah dibuat Ki Soko Menggolo sebelumnya.
"Ki sanak, aku sebagai orang yang dipercaya oleh Ki Soko Menggolo akan memegang janjinya demi kehormatan Perguruan Tengkorak Merah. Tapi ingat! Guru kami, Ki Jala Tunda, tentu saja tak akan membiarkan hal ini berlalu begitu saja. Kau harus hati-hati, sebab bisa jadi giliranmu nanti yang menyusul Ki Soko Menggolo!" ujar Wiryo Keduro sambil membopong mayat Ki Soko Menggolo.
"Sebaliknya Ki sanak, aku lebih suka kau sampaikan pesan pada Guru Besarmu agar menyudahi persoalan ini sampai di sini. Kematian temanmu itu bukan salahku karena kalian sendiri menjadi saksi bahwa dia sangat memaksa mengadakan pertarungan denganku," sahut Rangga enteng.
"Bukan aku yang memutuskan soal urusan yang menyangkut Perguruan Tengkorak Merah. Itu adalah urusan Ki Jala Tunda. Tak seorang pun di antara kami yang berhak membantah!" Wiryo Keduro mengingatkan sebelum dia dan anak buahnya meninggalkan tempat itu.
Pendekar Rajawali Sakti diam mematung dengan mata nyaris tak berkedip menatap rombongan itu yang menghilang di balik perbukitan yang menjulang tinggi di ujung sana.
"Ki sanak, terima kasih atas pertolonganmu...."
Rangga menoleh dan melihat pemuda bertubuh kurus yang tadi di hajar Wiryo Keduro telah berada di dekatnya beserta para petani yang tadi akan memanen hasil sawah mereka. Pendekar Rajawali Sakti tersenyum kecil.
"Ah, sudahlah. Itu soal biasa...."
"Tapi Ki sanak...."
"Panggil saja namaku Rangga...."
"Aku Kendil Lapis...."
"Nak Rangga, mereka tentu tak akan tinggal diam atas peristiwa ini. Kau tentu mengalami nasib naas kalau sampai Ki Jala Tunda sendiri yang datang. Sebaiknya cepat-cepat tinggalkan desa ini demi keselamatan dirimu sendiri!" ujar salah seorang petani berusia lanjut dengan wajah cemas.
"Siapakah Jala Tunda itu? Kenapa dia begitu berkuasa? Apakah dia orang kepercayaan Raja hingga kalian mesti takut kepadanya?"
"Dia bukan saja orang kepercayaan, tapi Raja di wilayah ini. Den!" sahut salah seorang petani yang lain.
"Betul, Den. Anak buahnya banyak dan sering berbuat sesuka hatinya pada rakyat desa..." timpal yang lainnya lagi.
Rangga mengangguk-angguk mendengar penuturan-penuturan itu.
"Itulah, Den... sebaiknya buru-buru saja meninggalkan desa ini agar Aden bisa selamat. Bukan kami tak mau menerima Aden, tapi juga demi keselamatan Aden sendiri!" kata yang lainnya.
"Ki sanak semua, terima kasih atas perhatian kalian. Tapi biarlah aku berada di sini untuk beberapa hari kalau kalian berkenan. Aku yang memulai semua ini mana bisa kutinggalkan kalian untuk menanggung akibatnya! Kecuali kalau kalian tak suka dengan kehadiranku dan ingin mengusirku dari desa ini...."
Para petani yang mendengar kata-kata Rangga itu jadi salah tingkah dan saling pandang.
"Bagaimana? Apakah kalian tak suka aku tinggal di sini beberapa hari saja?"
"Ah, bagaimana kami bisa menolak orang sebaikmu, tapi...."
"Tak usah ragu dan cemas. Biar segala akibatnya akan kutanggung. Anggap saja persoalan tadi menjadi tanggung jawabku, dan aku tak mau kalian yang terkena getahnya dari perbuatanku. Kalau memang Ki Jala Tunda marah, biarlah kutunggu dia di sini untuk menjelaskan persoalan yang sebenarnya..."
"Tapi, Den, Ki Jala Tunda tak akan bisa mengerti. Orang itu tak perduli benar atau salah. Kau pasti dibunuhnya!" ujar salah seorang petani.
"Kalau memang begitu, biarlah kutanggung akibatnya."
Para petani tak bisa lagi mencegah kemauan pemuda itu. Akhirnya mereka menyerahkan persoalan pada pemuda itu. Apalagi ketika pemuda itu sudah langsung terjun ke sawah membantu mereka memanen padi. Para petani itu cuma menggelengkan kepala sambil menghela nafas. Di satu sisi mereka senang melihat kehadiran pemuda itu di tengah-tengah mereka, tapi di sisi lain ancaman maut mungkin akan menanti pemuda itu. Bukan mustahil nyawanya besok melayang saat Ki Jala Tunda turun tangan sendiri!***
KAMU SEDANG MEMBACA
212. Pendekar Rajawali Sakti : Setan Alam Kubur
AksiSerial ke 212. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.