09 : Kebencian

2K 359 132
                                    


Hai! Apa kabar? 🐴

***

Bersedia atau tidak, toh tidak ada perbedaan untuk itu, bukan?

Soojae tertawa sumir.

Bisa-bisanya ia berharap kembali pada keluarganya, betapa lugu pemikirannya itu, sementara sejak awal Zander adalah makhluk yang licik.

Tentu saja, dibanding harus menyaksikan adiknya meregang nyawa. Lebih baik Soojae saja yang mengalami hal demikian, lebih baik ia mengorbankan hidupnya untuk  memutus rantai berdarah ini.

Tidak perlu waktu lama bagi Soojae untuk memutuskan, sebab sejak awal pun Zander tahu bahwa gadis itu akan mengambil pilihan yang diberikan. Menjadi ratu, artinya hidup dan matinya akan ada di tangan Zander. Bahwa, ia akan kehilangan kebebasan atas dirinya sendiri.

Tidak setitik pun air mata jatuh di pipi Soojae lagi. Meskipun hati gadis itu pedih dan hancur, Soojae berkata dengan tenang, "Aku bersedia."

Zander tidak tersenyum, tetapi sorot matanya mengungkapkan betapa puas dia mendengar keputusan itu.

"Gadis pintar."

Zander duduk bersandar di kepala ranjang, santai dan puas. Beberapa menit lamanya Soojae memperhatikan pria itu dari sudut mata. Untuk ukuran seseorang yang baru saja memperkosa gadis lemah, Zander terbilang tak punya perasaan.

Mengetahui bahwa dirinya tidak memiliki harga diri di hadapan Zander, Soojae merasa kerdil. Di mata Zander, ia hanyalah budak pemuas. Soojae pernah mempelajari kisah-kisah mitologi bangsa mereka. Seorang Incubus memiliki kebutuhan untuk bersetubuh dengan manusia dari dalam mimpi dan karena Soojae telah dengan mudah melemparkan diri pada Zander, secara tidak langsung ia bersedia melayani lelaki itu kapan pun dibutuhkan.

Soojae mengerti sekali alasan mengapa Zander menginginkannya, meskipun Soojae sendiri tidak memahami mengapa Zander menyebutnya seorang Slava.

Soojae tidak masalah jika kesuciannya hilang, tetapi gadis itu membenci kenyataan bahwa kesucian itu diambil secara sepihak. Padahal Soojae berpikir bahwa ia akan melepasnya untuk suaminya, untuk saat-saat paling berarti dalam hidup, tetapi setelah memberikan persetujuan yang keluar dengan mudahnya, Soojae sudah tak berhak membicarakan soal harga diri.

Jiwanya adalah milik Zander, dan hidup keluarganya tergantung seperti apa ia menyikapi ini semua.

"Kepalamu itu penuh sekali, ya?"

Terkejut mendengar Zander bicara, Soojae terkesiap dan secara spontan mengangkat selimut ke dada. Zander menoleh, matanya menatap sayu.

"Maksudmu?"

"Isi kepala manusia sangat berisik." Raut gelisah terpancar dari wajah cantik Soojae.

"Kau bisa membaca pikiranku?"

Zander hanya menatap gadis itu.

"Sejak tadi kau menguping isi pikiranku?"

"Selalu ... aku selalu menguping isi pikiranmu."

Setiap malam, ketika malam-malam menyakitkan menyambangi Soojae akibat kutukan yang diderita. Zander mendengarkan isi kepala gadis itu yang dipenuhi ratapan dan rasa bersalah. Kadang-kadang Soojae menjadi sangat optimis dan hangat, tetapi suatu ketika menjadi sangat muram dan patah.

Deal With The Devil (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang