10 : Darah

1.9K 360 134
                                    

Soojae terbangun ketika merasakan bulir air menyentuh pipinya. Selama beberapa saat, Soojae hanya bisa mendengarkan suara-suara, yang terasa begitu lembut berasal dari desing dedaunan dan suara beraturan berasal dari air terjun.

Ketika Soojae membuka mata, ia persis berada di atas sebuah tempat tidur. Lebih menakjubkannya lagi, ranjangnya berada di tempat terbuka kehijauan. Burung-burung kecil bermain di sekitar tempatnya terlelap, kelambu putih membentuk kubah dan berkibar lembut ketika angin menerpa. Soojae merasakan embun dari air terjun menyentuh pipinya yang pucat.

Apakah aku sedang di surga? Soojae tidak bisa bergerak, tubuhnya terasa sangat lemah dan rasa kantuk membuatnya nyaris lupa cara bernapas. Akhirnya, hanya beberapa detik setelah itu Soojae terlelap lagi.

Tak lama kemudian ia terbangun, tetapi tidak bisa bangkit atau menggerakkan tubuh, dan Soojae terus menerus mengalami hal yang sama.

Sekali lagi, Soojae membuka mata. Namun, kali ini ada Zander sedang menungguinya.

Soojae membuka mulut, tetapi yang keluar darinya hanya lirihan lemah. Zander kelihatan seperti manusia biasa, ekspresi di wajahnya damai tanpa dendam dan Soojae tanpa sadar telah mengharapkan bahwa Zander adalah seorang manusia. Bukan seorang iblis yang nantinya akan memanfaatkan tubuhnya.

"Sudah waktunya kau bangun, Soojae. Mau sampai kapan kau bermalas-malasan terus di sini?"

Zander membungkuk di atasnya. Soojae merasakan dagunya diapit dan pria itu dengan lembut membisikan sesuatu yang tak terdengar.

Kemudian Soojae merasakan beban di tubuhnya lepas, ia bisa merasakan ujung-ujung jari kakinya bergerak, kemudian menjadi sensitif akan udara dingin.

"Sudah waktunya kau bangun."

Kemudian tangan-tangan besar Zander mengangkat Soojae ke dalam pangkuannya. Sepasang mata Zander menatap tak berkedip, meneliti profil wajah sang hawa.

Tanpa mengatakan apa-apa, tangan Zander menggeleser ke tengkuknya. Detak jantung Zander terdengar berirama bagaikan lulabi, membuat Soojae mengantuk.

"Gigit aku." Zander mengulurkan jari telunjuknya ke mulut Soojae yang terbuka.

"Gigit." Andaikan Zander tahu bahwa hal itu sulit dilakukan.
Soojae bahkan tak bisa menyahut dan hanya bisa berkedip.

"Baiklah, rupanya cara itu tidak berhasil."

Tanpa ragu dan tanpa merasakan sakit, Zander menggigit nadi di tangannya melalui sepasang taringnya yang tajam. Dengan cepat kulit dan dagingnya terkoyak dan darah memancar ke pakaian mereka.

Dengan mata tertuju ke mata Soojae, Zander menghisap darahnya sendiri, kemudian pria itu menunduk untuk memberikan darahnya melalui celah di mulut Soojae.

Soojae merasakan sesuatu mengalir ke dalam tenggorokannya, terasa membakar sekaligus candu bagaikan segelas anggur mahal.

"Lagi?"

Zander mengangkat wajah, kemudian sekali lagi menggigit tangannya dan menyalurkan darah itu ke mulut sang hawa. Soojae merasakan tubuhnya kembali mendapatkan energi. Ia melayang-layang dalam kehangatan dan kenyamanan.

"Sudahkah kau sadar sepenuhnya?"

Soojae meringis, lalu mengangguk. Zander mengusap darah dari bibirnya dengan punggung tangan, dan Soojae pun melakukan hal yang sama dengan menjilati sisa darah dari mulutnya.

"Aku haus."

"Masih?"

"Aku ingin air."

"Tidak, kau tidak membutuhkan air, kau membutuhkan darahku."

Deal With The Devil (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang