Bagian 1

70 4 0
                                    

Selamat membaca🌱

.

.

.

.

.

Berdalih ingin melepas penat usai melangsungkan rapat dadakan dengan anak perusahaan di Bekasi, Arkan tidak tahu pasti kenapa ia lebih memilih duduk santai di sini. Sebuah tempat bercahaya remang-remang yang menyediakan minuman keras dan juga pemandangan tubuh molek para gadis penggoda.

Sahabat karibnya Varo yang mengajaknya. Varo bilang tidak ada tempat yang lebih menyenangkan untuk mengurangi penat dibanding dengan tempat tersebut. Awalnya Arkan ingin menolak, mungkin bergelung dengan hamparan kain tebal di atas lautan kapuk kamar yang ia sewa jauh lebih menyenangkan daripada tempat bising ini. Namun, lambat laun Arkan akhirnya hanyut juga oleh ritme buatan Disk Jokey di ujung ruangan yang entah mengapa terdengar mengalun sopan menyapa rungu.

"Maaf, baru balik. Toiletnya antri," ujar Varo sembari memberi isyarat pada barista jika ia kembali memesan salah satu minuman beralkohol yang sama dengan Arkan. 

"Cheers!"

"Cheers!"

Ting!

Bunyi benturan dari dua gelas kaca berisikan cairan kuning kecoklatan dengan tambahan es batu sebulat kelereng di dalamnya itu terdengar nyaring. Baik Arkan maupun Varo tampak saling melempar senyum diiringi alis yang terangkat serentak.

"Tenang aja. Kayaknya aku udah mulai nikmatin suasana baru di sini, deh," sahut Arkan sedikit kencang. Sorakan orang-orang di lantai dansa tampaknya menandakan bahwa pesta utama sudah dimulai, sebagai alasan mengapa sang DJ meninggikan volume musiknya.

"Kamu enggak ikutan joget di sana?"

"Duluan aja, aku mau ngerokok bentar," jawab Arkan sambil mengapit sebatang rokok di antara bilah bibirnya sembari satu tangan mulai menyalakan api dari korek kecil yang tergenggam.

"Oke. Nanti kamu harus nyusul, ya?"

Arkan mengangguk samar. Mengembuskan kepulan asap putih ke arah Varo yang mulai berjalan menuju lantai dansa. Arkan melambaikan tangan ketika Varo mulai asik menggeliatkan tubuh di antara para manusia yang kebanyakan dari mereka sudah dalam keadaan setengah sadar karena alkohol.

"Apa Merlin udah kasih info soal pelangganku malam ini, Michael?"

Arkan melirik sekilas. Pria itu menelisik lekuk tubuh seorang gadis yang terlihat duduk malas sambil menumpukan siku di atas meja menghadap si barista melalui ekor matanya. Agar tidak terlihat mencurigakan, sesekali Arkan menyedot gulungan kecil tembakau bercampur nikotin yang terselip di antara jemarinya.

"Nyonya masih belum kembali dari rumah sakit, Nona. Beliau sempat menguhubungiku. Katanya pelangganmu malam ini adalah pria berlesung pipi yang pernah memesan dua minggu lalu."

"Ck! Jangan panggil 'nona', Michael! Kebiasaan kamu, tuh ya. Omong-omong kamu udah lihat orangnya, belum?"

"Maaf, Nona. Ah tidak, Sarah. Barusan aja dari sini, kayaknya dia ada di sana. Eh! Itu dia, yang pakai jaket item deket sama si Alice," ujar barista itu seraya menunjuk ke arah lelaki setengah sadar yang tengah bergoyang kecil di bawah Alice. Salah satu pegawai yang bekerja sebagai pole dancer.

"Kesukaanku! Tinggal cekokin lagi sama vodka biar mabuk berat. Jadi aku nggak perlu seks sama dia, tapi dia tetep bayar," seru Sarah sembari menyeringai. Lantas ia berjalan lenggak-lenggok, lalu menenggelamkan diri di antara kerumunan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pernikahan yang (tidak)terlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang