Hinata mengurung dirinya di kamar. Tak mau keluar, meski hanya selangkah dari kamarnya. Karena jika ia keluar maka seluruh keluarganya akan menatapnya dirinya jijik.
Hinata mengerti akan keengganan keluarga tirinya untuk berinteraksi ataupun untuk sekedar bertegur sapa dengannya.
Yah, walaupun mereka akan lebih dulu memilih mengacuhkan atau menghindarinya saat mereka tak sengaja berpapasan dengannya.
Tapi daripada bertemu dengan mereka yang sudah tentu tidak suka padanya, lebih baik ia lebih dulu menghindar. Daripada harus merasakan sakit kala lukanya yang belum sembuh harus disiram garam kembali akibat sikap tidak peduli dan omongan tajam ibu dan adik tirinya.
Meski Hinata sudah sering kali mengalami pembulian yang sering terjadi di ranah keluarga dan sekolahnya.
Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang super jenius, Hinata juga sering dibandingkan dengan adik tirinya yang super jelita dan elegan. Tidak seperti Hinata yang bagaikan Upik abu diantara manusia-manusia rupawan dan cerdas.
Hinata sering dianggap sebagai produk cacat dari Hyuga.
"Enyahlah! Pergi! Pergi dari sini! Dari dunia ini!! Jangan menginjakaan kakimu di sini lagi! Dasar jelek! Tidak tahu malu! Menjijikan!"
Serentetan ucapan itu tanpa sadar membawa Hinata pada rasa tidak percaya diri yang kini menimpanya sepanjang umurnya. Bagaimana ia tidak merasa kehilangan kepercayaan dirinya dikala adik kandungnya sendiri yang mengatakan hal kejam itu padanya.
Luka yang ditorehkan cukup dalam membuat Hinata tak lagi mau dekat dengan siapa pun. Karena ia kira semua orang yang mengenalnya pasti akan menyesal dan memilih tidak akan bertemu dengannya lagi.
Dan saat tahu kalau keluarga barunya enggan berinteraksi dengannya, Hinata yang mulai sadar diri memilih menghindari mereka terlebih dahulu. Lalu memilih mengurung dirinya sendiri di kamarnya yang selalu berisik akan suara lagu namun terasa hampa dan kesepian saat Hinata memeluk dirinya sendiri di pojokan kamarnya.
Hinata duduk di lantai kamarnya dengan tangan di atas meja. Ia lupa waktu setelah sesaat ia merenung dengan tangan mengusap pelan sambil meniupi bekas cakaran panjang di tangannya. Luka hasil dari balas dendam teman kelasnya saat waktu pulang sekolah tadi.
Memang tidak berdarah, tapi luka dua garis memanjang itu tampak timbul dan memerah. Itu juga sedikit terasa perih kala bergesekan dengan pakaian maupun saat terkena air.
Setelah merasa rasa sakitnya cukup mereda, Hinata kembali menutupi bekas lukanya dengan menurunkan lengan bajunya yang panjang. Ia tidak memiliki antiseptik, jadi ia harus menahan lukanya hingga besok lalu mengobatinya di UKS sekolah.
Hinata lalu merebahkan kepalanya di atas meja dengan tatapan yang kosong menyorot jendela kamar sebelum ia memutuskan untuk memejamkan matanya.
Di dalam tubuh gemuk tersebut terdapat jiwa seorang gadis kecil yang sangat kesepian dan rapuh.
✂...
"Kenapa kau ada di sini?" Sasuke mencekik leher penuh lemak milik Hinata dengan jemari panjangnya dan langsung menyudutkan perempuan itu ke tembok saat tahu dan melihat kalau gadis idiot dari kelasnya inilah yang ternyata membunyikan bel listrik apartemennya beberapa saat lalu.
Apa mungkin si jelek menguntitnya? Memikirkannya membuat Sasuke merinding jijik serta mual. Tahu akan begini akhirnya, Sasuke tentu tidak akan pernah membantu Hinata yang terjatuh saat itu, dan membiarkannya duduk kesakitan sampai bel pulang sekolah berbunyi. Masa bodoh dengan sikap manusiawi, daripada dirinya dibuntuti bagai seorang idola terkenal.
"A-aku membawa laptop yang kak Neji pinjam da-dari kak Itachi 2 hari yang lalu un-tuk dikembalikan." Hinata memejamkan matanya dengan mencengkram erat kedua sisi tas laptop yang ada dipelukannya untuk menyalurkan rasa takut yang kuat yang tengah menyergap tubuhnya.
Hinata tak berani menatap wajah Sasuke yang begitu tegang penuh emosi. Terlihat sangat mengerikan. Ia bahkan sulit menelan air liurnya karena merasa ketakutan yang besar dan karena cekikikan laki-laki itu belum mengendur sama sekali. Mencengkram erat lehernya yang kini mulai terasa sakit.
Dan Hinata tak menyangka kalau apartemen yang ia sambangi ternyata milik teman kelasnya yang kini telah menjelma menjadi monster mengerikan.
Jelas untuk saat ini, ketakutan lebih mendominasi tubuh Hinata dibanding memikirkan caranya bernapas karena pasokan udara yang kini mulai menipis di kantong paru-parunya.
Sasuke melepaskan Hinata dan dengan ketus menyuruhnya masuk ke dalam apartemennya. Ia ingin segera mencuci tangannya menggunakan desinfektan setelah mengizinkan Hinata masuk.
Sasuke sedikit mengenal teman Itachi yang bernama Neji itu. Beberapa kali laki-laki dewasa itu datang berkunjung ke apartemen yang menjadi tempat tinggalnya dan Itachi.
"Kak Itachi!! Ada orang idiot yang datang mencarimu!!" Sasuke memilih untuk naik ke kamarnya dan meninggalkan Hinata yang berdiri diam di tempatnya.
Mempersilahkan Itachi agar menghadapi sang idiot itu dan segera mengusirnya keluar. Sebab Sasuke telah merasa paranoid dengan perempuan kelebihan berat badan itu.
Namun sialnya, saat Sasuke tengah kehausan karena kehabisan air minum di kamarnya dan ingin ke dapur, ia dapat melihat Itachi yang masih berbincang-bincang dengan bibir tersenyum pada gadis yang tengah duduk berdampingan dengan kakaknya itu.
Sasuke mengernyit jijik. Tangan besarnya mengelus rambut pendek perempuan idiot itu pula. Tidak ada rasa jijik sama sekali saat kakaknya itu menyentuh perempuan itu.
Sedangkan Hinata juga tengah tersenyum malu-malu dengan jari yang saling bertaut. Menandakan dirinya yang tengah salah tingkah. Mungkin salah tingkah karena perlakuan manis yang sedang Itachi lakukan padanya.
Sasuke melihat itu jadi bertanya-tanya, apa hubungan Itachi dengan gadis idiot itu? Dan jika memang benar diantara mereka ada status atau tengah menjalin hubungan, Hatinya langsung terasa begitu panas saat membayangkan Itachi memiliki hubungan dengan si idiot itu. Dan demi Kami-sama Sasuke tak akan merestui hubungan mereka sampai kapanpun.
Mana mungkin, para klan uchiha mau menerima keluarga mereka dinikahkan dengan manusia yang tidak bisa merawat dirinya sendiri.
"Bibi, jika gadis jelek itu pergi langsung bersihkan seluruh tempat yang dia injak dan dia sentuh!" Teriak Sasuke menggema dari lantai dua.
Hinata langsung menunduk dengan bibir yang digigit kecil saat menyadari kalau kata-kata jahat itu dilontarkan khusus untuknya. Seolah Sasuke menganggapnya kuman.
Dominasi Sasuke ketika menyakitinya begitu menyentuh ulu hati, membuatnya trauma untuk bertemu dengan monster berwujud manusia itu lagi. Membuat Hinata lupa tentang kesan manis Sasuke saat laki-laki itu membantunya beberapa hari lalu.
Setelah memberikan laptop kepada sang pemilik dan berbincang-bincang sedikit, dia bergegas pamit. Padahal di dunia ini, hanya Itachi yang melihat dan menganggapnya sebagai manusia. Tidak ada manusia yang
Dan saat sudah keluar lobby dirinya langsung lari terbirit-birit lalu berhenti di tiang penyangga apartemen dan menyandarkan tubuhnya yang lemas serta bergetar ketakutan.
Hinata menggenggam tangannya di tengah dada. Menenangkan dirinya yang masih bergetar ketakutan karena masih teringat bahwa ia hampir mati ditangan teman kelasnya sendiri.
"Tidak apa-apa Hinata. Sebentar lagi. Sebentar lagi, hanya bertahan untuk sebentar lagi hingga aku tidak akan bertemu dengan mereka semua." Ucapnya menguatkan diri.
Ya, tunggu sebentar lagi karena setelah lulusan, mereka, dirinya dan teman kelasnya yang suka membulinya, tidak akan lagi bersinggungan. Karena mereka tidak akan berada di ruang yang sama lagi.
Dan dapat Hinata pastikan, mereka tidak akan mengganggunya lagi setelah itu.
Ya, tidak lagi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back To Me!
FanfictionMemiliki hubungan yang sangat rumit dengan suaminya membuat Hinata sakit kepala. Tidak ada yang bisa diselamatkan lagi dari hubungan ini, sehingga mereka memilih sama-sama menyerah. Tak peduli sang buah hati yang harus menjadi korban keegoisan mere...