Sudah hari ke–2 setelah [name] menemukan hal yang menarik pandangan nya. Sepak bola, sepak bola tempo hari.
Di karenakan salah seorang nya menarik perhatian [name], gadis ini setiap saat nya jadi belajar tentang bola. Entah itu membaca, menonton, dan banyak hal demi rasa penasaran nya.
"Semua sudah kulakukan, sebenarnya apa yang membuat ku merasa ada yang kurang."
Ia menatapi dinding, menenggelami dunia fantasi dalam relasi pada irama yang terpaut menjadi satu kesatuan pada otak.
"Aku ingin melihat orang yang waktu itu lagi, apa dia masih sering bermain di lapangan?" Gadis itu bergegas meraih jaket putih milik nya, kemudian ia memakai jaket itu, sebab sore hari ini angin berlomba-lomba ke arah yang tak menentu, sehingga dingin nya bukan main.
"[Name],"
Sosok lelaki dengan celana pendek, mendorong pintu kamar [name] yang semula tak terkunci.
"Mae, pakailah celana yang benar."
[Name] mengomeli adik nya yang menggunakan celana pendek di musim dingin.
"Halah, sok alim," ujar Mae mencibir.
"Kalau begitu aku tidak akan membantu mu mengerjakan pr lagi, dasar tidak tau diri."
"Ehhh, jangan gitu dong, tadi aku cuma merasa seperti kakak akan pergi, jadi boleh tidak sekalian belikan adik kesayangan mu ini, susu beruang?" Tanya nya dengan mimik wajah memelas.
"Beli sendiri, aku cuma mau keluar cari angin, bukan ke tempat belanja."
[Name] mengaitkan jaket dan membawa topi putih kesayangan nya.
"Kak, setidaknya ajak aku keluar, soalnya akhir-akhir ini ibu menyuruhku belajar terus, ini semua kan gara-gara kau sok pintar!" Dia merengek seperti anak kecil.
"Ha .... yasudah, terserahmu. Kalau bosan jangan salahkan aku lagi," ujar [name].
Dalam lubuk hati nya yang paling dalam, [name] merasa bahwa dia tidak bisa mengekspresikan emosi dan perasaan nya, termasuk pada keluarga nya sendiri.
"Kalau begitu cepat ganti pakaian mu."
. . .
"Kak, sebenarnya kita mau kemana?" Tanya Mae celingukan.
"Ke lapangan bola."
Mae heran, sang kakak selama ini tidak pernah tertarik dengan tempat itu, padahal mereka sudah tinggal di komplek itu selama 10 tahun, dan baru sekarang ini kakak nya mengajak dia pergi ke lapangan bola.
"Memang nya ada apa di lapangan bola?"
"Tutup mulut mu Mae, nanti coba lihat saja sendiri," jawab [name].
Setelah beberapa menit mereka berjalan menuju lapangan bola, akhirnya mereka sampai.
"Ternyata benar-benar ada, mereka masih menggunakan lapangan ini untuk bermain bola," batin [name] antusias.
"Kalau sudah begini, apa yang akan kita lakukan?"
"Hanya melihat. Coba kau perhatikan, bukan kah itu menakjubkan?" [Name] memusatkan atensi nya pada pemuda berambut merah muda.
"Woah .... ya, aku baru pertama kali melihat seorang gadis bermain bola dengan kecepatan seperti itu.
"Dia lelaki."
"BAGAIMANA KAU BISA TAHU?" Mae membulatkan mulut, ia terkejut sembari menatap kakak nya.
"Kemarin ku lihat dia mencopot pakaian nya saat berlatih," balas [name].
"Tak ku sangka kau mesum, kak" Mae bergidik ngeri, "Jangan salah sangka, aku hanya tidak sengaja melihat saat kemarin di suruh ibu mengantar cookies."
"Ah, kalau begitu kau suka dengan nya? Sampai-sampai datang lagi untuk melihat?" Mae menyentuh jaring-jaring yang letak nya berada dekat di tempat mereka duduk.
"Aku tidak tau, Mae. Hanya saja aku merasa tertarik dengan nya, baru pertama ku lihat seseorang bermain dengan kecepatan secepat itu, aku penasaran, aksi apa lagi yang akan ia lakukan untuk bermain bola," jelas [name] dengan tetap melihat pertandingan di depan nya.
Mae terdiam sesaat, begitu pula dengan [name]. Kakak beradik itu sama-sama terhanyut pada permainan sepak bola yang mereka lihat.
Rasa tegang, senang, dan khawatir menjadi satu. Perasaan campur aduk itu terus terjadi hingga babak pertama selesai.
"Mereka benar-benar hebat," ujar Mae.
"Kau benar, ini tontonan gratis yang bermanfaat untuk pelajaran okahraga di sekolah."
"Hah, si paling rajin." Gumam Mae.
"Ah, mata kami bertemu." Batin [name] sedikit terkejut.
Pemuda bersurai merah muda, menatap sekilas dari kejauhan dengan wajah yang di hiasi keringat. Pemuda itu mengusap bulir-bulir keringat dengan handuk yang ia siapkan.
"Chigiri, apa yang kau lakukan, ayo lanjut babak dua!"
Ia menoleh.
"Tunggu. Naruhaya, apa kau kenal mereka?" Pemuda dengan marga Chigiri, bertanya dengan teman sepermainan nya.
"Mereka? Mana? Tidak ada siapa-siapa tuh?"
"Loh, tadi ada kok," Gumam sang empu.
"Mungkin kau berkhayal, sudahlah, ayo lanjut babak dua!" Chigiri bangkit, dan melanjutkan permainan nya.
"Hampir saja," batin [name].
"Kak, sudah lepaskan tangan mu, sesak nih." Mae melepaskan tangan kakak nya yang menarik nya ke tembok rumah tetangga.
"Sebenarnya kenapa sih? Kenapa tiba-tiba kita ngumpet?"
"Tadi ada anjing cihuahua," balas [name] cepat.
"Hah? Ayo cepat pergi! Nanti anjing itu tau kalau kita berlama-lama di sini!" [Name] menggaruk tengkuk, sejujurnya ia juga bingung akan diri nya sendiri yang memilih untuk bersembunyi ketika orang itu tak sengaja melihat nya.
"Aku tidak ingin mengenalku, hanya itu." Mungkin gadis itu berharap bahwa ia ingin selalu melihat tanpa ada nya hubungan apapun yang terjalin, hanya seperti relasi antara penonton dan pemain.
Gadis itu masih belum sadar bahwa sedari tadi saat ia memikirkan alasan, ia tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty boy | Chigiri Hyoma
Teen FictionAku dan Chigiri merupakan dua insan yang sangat berbeda, namun ada satu hal yang sama. Kami sama-sama memiliki ruang pribadi untuk bersinggah.