╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗
𝖬𝖺𝗋𝗂 𝗆𝖾𝗋𝖺𝗄𝗂𝗍𝗄𝗎𝗋𝗏𝖺 𝖾𝗅𝗈𝗄
𝖻𝖾𝗋𝗌𝖺𝗆𝖺 - 𝗌𝖺𝗆𝖺.
╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝﹌﹌ ﹌﹌ ﹌﹌
Bukan, bukan hanya sekadar lengkung pada bibir.
Bukan, bukan mereka, tetapi kita sendiri yang mengusahakan.
Dua kalimat pengingat itu, anehnya memang membuat sugesti pada otak ini menjadi lebih waras. Bukan hanya sekadar lengkung pada bibir. Nyatanya itu kelewat sulit untuk kubuat. Tetapi, apakah benar ... penyebabnya ialah aku yang tidak mengusahakan? Dan jawabannya, tentu saja mungkin. Ia si penyokong justru telah lebih dahulu menyerah. Apa, ya ... katanya dulu?
“Mari merakit kurva elok bersama di bawah sinar orennya senja, Ji. Aku akan mengusahakannya untukmu.” Pengkhianat! Choi Jimin itu layaknya si pecundang.
Bukan mereka, tetapi kita sendiri yang mengusahakan. Aku tidak berniat atau bahkan mengusahakan. Ya, dan jawaban itu memang benar. Barangkali pun kebahagiaan abadi itu memang tidak pernah ada. Aku tidak akan pernah bisa mencapainya—merakit kurva elok.
Cuaca yang mendung dan isi kepala yang serupa. Di balik bentangan kaca berembun sebab lembap oleh suhu bekas hujan. Gerimis kecil-kecil seperti taburan gula halus terjuni para bunga, daun dan juga tanah becek. Bunga mawar merah yang kuingat kemarin itu masih belum merekah, kini mulai tampak indah mengembang, diterjang tiupan angin sekilas menggoyangkan tangkai. Aku mengamatinya.
Dahulu Jimin berkata begini, “Perpaduan dua rekahan, pasti akan sangat menyenangkan untuk kusaksikan. Aku akan menantikannya!” Begitu antusias seolah itu bersungguh benar akan ia saksikan. Kenyataannya, Jimin melewatkan. Bukan, bukan. Tetapi kami yang tertinggal, kami terlambat—aku dan si mawar.
Aku lekas melengos. Mawar itu hanya membuatku menjadi merasa semakin buruk. Kurva elok itu tidak akan pernah ada. Aku meyakininya. Ia telah menghilang bersama kuncup yang hendak mekar. Bagaimana penantian itu pada akhirnya sia-sia, Jimin yang tidak menepati janji. Dan aku merasa bahwa titik kebahagiaan itu memang tidak pernah ada, aku tidak akan menemuinya. Seperti perkataan orang-orang, “Tuhan akan memberi pelangi seusai badai.” Apakah itu benar?
Gemercik sukses usik pandangku untuk kembali. Air yang meluncur dari permukaan daun-daun jatuh temui genangan pada tanah. Itu sebab seseorang melintas, memasuki taman bunga di sisi kiri pelataran rumahku yang sudah tidak terawat lagi itu—telah banyak rumput liar mengerubungi para tumbuhan yang sengaja dulu ditanam. Lagi pula mereka semua milik Jimin, dan aku terlalu enggan untuk berlanjut menguruskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐞𝐫𝐚𝐤𝐢𝐭 𝐊𝐮𝐫𝐯𝐚 𝐄𝐥𝐨𝐤 ✓
Fanfic[2/2] 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯, 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘥𝘢𝘳 𝘭𝘦𝘯𝘨𝘬𝘶𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘣𝘪𝘣𝘪𝘳. 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯, 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘴𝘢𝘩𝘢𝘬𝘢𝘯. _________________________ [𝐍𝐞𝐰 𝐀𝐝𝐮𝐥𝐭...