9 ETERNITY • 2

280 67 3
                                        

Baju piyama yang ia gunakan sudah basah karena keringat. Sakit kepala yang menyerang tiba-tiba membuat Hazel terbangun, tak lupa dengan batuk berkepanjangan, hal itu tidak henti-hentinya sejak 2 bulan kemaren.

Hazel turun dari kasurnya, berjalan mengambil gelas berisikan air hangat untuk meminimalisir batuk. Ia meneguk tandas air itu dengan berlahan, sedikit pemijit kepalanya yang terasa di tusuk-tusuk. Matanya sibuk mencari keberadaan obat pil yang menjadi penanganannya selama ini. Namun, tak lama dari itu darah kental menetes dari hidungnya. "Ma..."

"Mama," lirihnya sambil sesekali mengusap hidungnya. badannya terasa sangat lemas. Dan untungnya Helen, mama hazel membuka gagang pintu dengan cepat. Terlihat bu Helen telah bersiap diri.

"Hazel, nak?"

"Mama disini, nggak apa-apa?" wajah panik itu sangat tersirat oleh Helen. diambilnya pil yang biasa Hazil minum, dibantal dan langsung digeletakkannya Hazel disana, dan mengelap bercak darah di wajah anaknya itu.

Helen tersenyum lembut, "Mama bakal berusaha buat Hazel jadi lebih baik, kamu yang sabar ya sayang." monolognya sembari mengusap kening putrinya dengan lembut. memperhatikan wajah anaknya dengan intens, Hazel memejamkan matanya juga berusaha mengatur napas. Helen Tak tega melihat wajah putrinya yang menahan rasa sakit.

Tak lama setelah itu tampak air mata mengucur pelan dikedua pipi Helen.

"Mama nangis?" celetuk Hazel, walaupun matanya masih tertutup.

"Hazel nggak apa-apa ma."

Mendengar itu Helen langsung menghapus air matanya. Merasa bersalah karena sudah membangunkannya. "Ma-mama nggak kenapa-napa. Kamu yang kuat ya nak? Mama bakal ada disini buat kamu. Selamanya."

Gadis itu berusaha menegakan tubuhnya, ingin memeluk Helen.

"Hazel sayang mama banget."

"Hazel janji bakalan kuat, temenin Hazel ya ma?" Helen mengangguk keras, ia langsung memeluk tubuh Hazel dengan erat.

"Cepat sehat ya sayang?"

"Iyaa ma, pasti."

"Oh iya, Papa lagi apa ya disana?"

"Hazel kangen papa ma, besok kita kerumah papa sama-sama, mau nggak?"

***

Matahari menembus sela-sela pepohonan, setiap melihat kuburan tak tau kenapa jantung Hazel selalu saja berdebar tak karuan, dilihatnya satu persatu batu nisan yang tertancap di atas tanah, matanya kemudian tertuju pada nisan yang bertuliskan Bramma bin Syarul.

"Pa?"

Air matanya menetes, rasa rindu yang menggebu melingkupinya saat ini, dipeluknya gundukan tanah itu. "Semoga papa selalu tenang ya disana. Hazel selalu sayang papa." Do'a-doa Hazel panjatnya untuk sang ayah.

"Hazel kangen banget sama papa." Mungkin sudah satu tahun kepergian sang ayah, terkadang Hazel masih tidak percaya dengan hal ini.

"Hazel sakit pa, sakit banget. setiap hari Hazel ngerasainnya, udah lama juga. tapi nggak apa-apa, aku yakin pasti ini cobaan supaya hazel jadi orang yang sabar dan selalu bersyukur kan, Pa?"

Kebiasaan Hazel sangat suka bercerita pada papanya setiap berkunjung. Hazel merasa sangat didengar oleh almarhum, dan ia pun merasa lega.

Ntah kenapa kehadiran Bramma seperti masih terasa dimana pun Hazel berada, tak tau apakah sang ayah mengawasinya dari sana atau bagaimana. "Hazel bisa sembuh nggak ya, pa?"

***

⛅ 5 Desember 2023

Kerjaan Hazel hanya minum obat, kerumah sakit, belajar secara homescolling dan memikirkan masa depannya walaupun tidak penting sekali ia memikirkan hal itu.

9 Eternity || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang