Batavia

397 17 3
                                    

1940

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1940

Pandangannya tak lepas dari jendela yang berada disampingnya, memandangi keindahan bumi pertiwi,hamparan sawah yang menguning berkilau bagaikan emas, hamparan rumput hijau, hingga hutan rimbun, apapun yang dilewati kereta yang ia duduki semua begitu terasa indah baginya, apalagi ini pertama kalinya ia pergi keluar seorang diri.

Pikirannya pun kini teringat dengan Ibu dan adik kecilnya dirumah, sebenarnya hatinya begitu berat meninggalkan  dua orang yang paling ia cintai, namun keadaan yang memaksa ia pun harus mendobrak benteng itu.

Tetesan air matanya pun kini membasahi pipinya, dengan cepat ia menghapusnya berusaha meyakinkan bahwa dirinya jangan menjadi orang yang lemah, perjalanan kereta yang masih panjang membuat ia akhirnya tertidur.

Setelah cukup lama ia tertidur, ia pun terbangun dengan suara riuh orang lain juga orang yang berada disampingnya yang sedang bersiap-siap turun, ia pun melebarkan matanya mengumpulkan semua kesadarannya, ia melihat ke jendela laju kereta pun sudah mulai melambat menandakan bahwa kereta yang ia tumpangi akan segera sampai, ia pun mengambil buntelan kain dibawah kakinya dan menaruhnya dipangkuan pahanya bersiap turun.

Ia pun melangkahkan kakinya turun dari kereta, dadanya terasa berdebar saat melihat suasana yang ada didepan matanya Kota Batavia kota yang banyak diagung-agungkan oleh semua orang, keindahan Batavia yang selalu menjadi bahan pembicaraan orang, walau tidak semua pernah datang ke Kota ini. 

Ada perasaan takjub hingga tak percaya kini ia sudah berdiri di Kota yang orang-orang sering dibicarakan ini, sungguh indah luar biasa, bahkan orang-orang pribumi pun terlihat berbeda dengan dirinya dan orang pribumi yang berada di kampungnya, pakaiannya pun terlihat bagus dan rapi, terlihat sekali bahwa mereka dari kalangan seorang pedagang atau pegawai pemerintah mungkin, berbeda dengan dirinya yang hanya menggunakan kemben lusuh dan kain batik yang dililit sebagai roknya.

"Juwita!"

Mendengar namanya dipanggil langsung membuyarkan lamunannya, dengan cepat ia menoleh ke sumber suara.

"Ajeng" Gumamnya sambil tersenyum. Juwita terkagum melihat Ajeng yang sudah lama tak bertemu.

Ajeng adalah teman sekampungnya yang sudah lebih dulu datang ke Batavia, dan sudah bekerja selama dua tahun lamanya. Ajeng terlihat berubah, sangat berbeda saat ia masih sering bermain dikampung bersamanya. Ia semakin terlihat cantik, pakaian yang ia pakai pun terlihat bagus, tentu saja dia sudah lebih lama berkerja disini pasti uang yang ia dapatkan sudah banyak pikirnya.

Ajeng berjalan mendekatinya sambil tersenyum, "Akhinya kamu datang juga, ayo!" Ucapnya sambil menuntun Juwita keluar dari area stasiun. 

Setelah sampai luar Ajeng pun memesan satu dokar untuk mereka berdua, Juwita pun menaiki dokar tersebut disertai rasa kagum, bahkan dokar yang ia tumpangi terlihat bagus jauh berbeda dengan dokar yang ada di kampungnya.

Mata Juwita tak hentinya memandangi setiap sudut Kota Batavia, toko-toko yang menjual berbagai macam barang, bangun-bangunan tinggi bergaya eropa terlihat begitu indah dimatanya, sama halnya saat ia pertama kali turun di stasiun, orang-orang pribumi yang berlalu lalang disini pun terlihat modern, apalagi saat melihat noni-noni belanda dengan gaunnya yang menjutai indah membuat Juwita terpana dengan kecantikan mereka.

Juwita yang berpikir dokar yang tumpangi sudah cukup bagus, namun ternyata ia melihat lagi dokar-dokar yang lain jauh lebih bagus dari yang ia tumpangi sekarang.

Ukiran-ukiran kayu berwarna kuning bak seperti terbuat dari emas, kuda-kuda yang jauh lebih terlihat gagah.

"Bagus kan wi?" Tanyanya Ajeng pada Juwita.

Juwita langsung mengangguk setuju dengan pertanyaan Ajeng.

Setelah cukup jauh melewati perjalanan, tak terasa tujuan mereka pun telah sampai. Dokar yang mereka tumpangi pun akhirnya berhenti.

"Makasih ya pak" Ajeng menyerahkan beberapa keping uang pada kusir, dan mereka pun turun dari dokar tersebut.

Juwita mengadahkan kepalanya melihat sebuah benteng tembok tinggi berada dihadapannya.

"Ajeng ini tempat apa?"

"Tempat kita berkerja, ayo masuk" Ujarnya sambil menuntun masuk ke sebuah gerbang tinggi tersebut.

Mata Juwita menyapu melihat area sekitarnya, terlihat taman luas juga beberapa bangunan panjang disitu, juga terdapat banyak tentara Belanda disitu, tanpa menanyakan lagi pada Ajeng pun Juwita tahu bahwa ini adalah Markas tentara Belanda.

Juwita melihat sekumpulan tentara dengan seragam gagahnya sedang berkumpul mengobrol disebrangnya.

Tak sengaja tatapan Juwita beradu dengan salah satu tentara tersebut, membuat jantungnya berdegub kencang seketika ia langsung mengalihkan pandangannya dan mempercepat jalannya mengikuti Ajeng.

____________________________________

Juwita

Juwita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ajeng

____________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____________________________________

See you 💚🌱

GADIS PRIBUMI | KARINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang