A Kiming Haikal

2.9K 177 4
                                    

Malam itu Kiming memutuskan untuk pulang lebih cepat-- meninggalkan agenda balapan yang jelas tertunda karena cuaca yang tidak mendukung. Seharusnya ia malam ini membawa uang segepok untuk diberikan kepada Haikal, adiknya itu harus membayar uang kuliah paling lambat akhir bulan ini. Tapi nihil, ia pulang dengan tangan kosong.

Gerimis cukup deras belum juga reda sejak tadi sore. Sekitar pukul empat sore Kiming keluar dari rumahnya lalu berdecak kesal saat hujan dengan intensitas sama dengan malam ini menguyur seluruh kota Jakarta.

Pukul sembilan malam, saat memasuki rumah kontrakan yang cukup sederhana Kiming tak mendapati Haikal-- adik super berisik yang biasanya menyambut kepulangannya dengan segudang celotehan.

Lampu ruang tamu yang biasanya terang kini dibiarkan padam begitu saja. Kiming hanya melihat lampu depan rumah yang menyala.

"Ikal..." Panggilnya yang sudah ke tiga kali namun tak juga mendapat jawaban.

Kiming mulai menghidupkan lampu - lampu penerangan rumahnya, lalu ia menuju dapur, mengambil segelas air putih untuk membasahi tenggorokannya yang mengering.

"IKAL!" Panggilnya lagi, dengan suara yang cukup keras.

Tak juga mendapat balasan, Kiming langsung menuju kamar Haikal yang berada tepat disamping kamarnya. Rumah kontrakan yang mereka berdua tinggali kini hanyalah rumah kontrakan sederhana. Sudah cukup lama Kiming dan Haikal tinggal disana semenjak mereka memutuskan untuk keluar dari rumah mereka yang terasa seperti neraka. Rumah kontrakan dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi dalam, satu ruang tamu kecil dengan sofa seadanya, dan juga dapur yang cukup bersih terasa lebih nyaman untuk ditinggali.

"Kal?" Kiming membuka pintu kamar Haikal. Gelap. Seperti biasa, adiknya itu jarang sekali menghidupkan lampu kamar.

"Emm..." Haikal mengeliat diatas kasurnya.

"Aa pulang. Tumben jam segini udah tidur?" Sebelum Kiming masuk kedalam kamar ia menghidupkan lampu kamar adiknya itu terlebih dahulu agar ia dapat melihat sosok yang teronggok di atas kasur.

"Masuk angin, A. Pusing."

"Hujan - hujanan pasti tadi?"

"Aku nggak bawa mantol pas tiba - tiba aja hujan waktu pulang ngampus."

"Ya neduh atuh, dek. Udah tau nggak bisa kena hujan juga masih aja nekat."

"Jangan ngomel A, tambah pusing." Keluh sang adik saat mendengar Aanya justru mengomel.

"Maaf.. maaf... udah makan kamu?"

"Belum A, nggak laper."

Kiming meletakkan telapak tangannya ke kening sang adik, ia dapat merasakan suhu tubuh sang adik sedikit menghangat. "Udah minum obat?"

"Udah, tadi minum antangin dua."

"Aa bikinin makan, ya?"

"Nggak laper A."

"Yaudah Aa bikinin susu aja ya? Buat ganjel perutmu biar nggak kosong."

Haikal hanya mengangguk. Membuat Kiming langsung melesatkan kakinya menuju dapur untuk membuat segelas susu hangat.

"Bangun dulu, Kal, nih susunya diminum dulu."

Haikal mendudukkan dirinya menatap kearah sang Aa dengan tatapan aneh, ia tak mengambil sodoran susu yang Kiming berikan.

"Kenapa? Nih minum susunya." Kiming menatap heran kearah sang adik yang terdiam sambil menatapnya aneh.

"A?"

"Hem?"

"Aa mau bunuh aku?"

"Mau bunuh gimana?! Ngaco kamu!"

A KIMING HAIKAL ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang