00. Aku akan tetap mencintaimu

34 10 24
                                    

"Ketahuilah Nakula, aku tak pernah sedikitpun menyesal pernah mencintaimu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ketahuilah Nakula, aku tak pernah sedikitpun menyesal pernah mencintaimu."

✨✨✨✨✨

"Batari telah selesai dieksekusi, Batari telah tiada."

Bagai sambaran petir di siang hari, perkataan yang diucapkan Naver berhasil membuat Nakula tersimpuh lemas. Laki-laki itu memegangi dadanya, terlalu sesak untuk bernapas setelah mendengar perkataan dari Naver, adik laki-lakinya. Air mata terus berjatuhan sejak dua jam lalu, mata Nakula sudah terlalu sembab hingga untuk menatap Naver yang berdiri dihadapannya pun, susah.

Batari telah pergi.
Kekasihnya telah pergi.
Cahayanya telah redup, lalu untuk apa dirinya hidup?

Dengan posisi yang masih tersimpuh, Nakula memegang kedua kaki Naver, kemudian dia berkata dengan ringkih. "Katakan pada ayah, hukum aku juga, aku ingin bersama Batari," ujarnya.

Melihat kakaknya yang tengah berada pada titik terlemah, Naver tak bisa melakukan apa pun selain menatap iba. Dia ingin membantu, tetapi dia terlalu bingung harus melakukan apa untuk kakak laki-lakinya itu. Naver tahu betapa Nakula mencintai Batari, betapa dia begitu berharap gadis itu bisa menjadi ratu dan duduk di singgah sana bersamanya. Batari adalah cahayanya, Batari adalah pelitanya.

"Apakah cinta adalah sebuah dosa? Aku mencintai Batari, kenapa orang lain harus marah dan tak terima?" tanya Nakula frustasi. Berbicara sepanjang itu dengan dada yang masih terasa sesak, membuat Nakula terbata dalam mengambil napas. Dirinya terlalu lemah hari ini, dan mungkin akan selalu menjadi lemah seperti ini setelah cahanya redup dan pergi. "Aku hanya mencintainya, aku tak melakukan dosa besar. Kenapa ayah menghukum kami? Kenapa? Jawab aku Naver!" Emosi pada diri Nakula kian tersulut, hatinya marah pada siapa pun, bahkan pada dirinya sendiri.

Naver ikut berjongkok, memegang bahu kakaknya yang terasa rapuh. "Kak, semesta tahu kau mencintainya, namun ingat bahwa kau adalah putra mahkota dan Batari hanya seorang anak petani, sejak awal aku telah memperingatimu, namun kau terus menutup telingamu untuk itu."

Mendengar itu, Nakula semakin terisak, napasnya tersengal dan dadanya kian sesak. Keegoisan telah merenggut orang yang paling dia cintai di dunia ini. Melihat Kakaknya yang semakin berantakan, Naver merasa cairan bening keluar dari matanya, dia menangis melihat kakak laki-lakinya yang terkenal kuat dan bijaksana, kini meraung tak tentu arah tepat di hadapannya. Naver merogoh sakunya, kemudian mengeluarkan kertas yang diberikan pelayan saat jasad Batari dipindahkan. Naver ingin segera pergi, dia tak mau matanya terus melihat Nakula meraung dan menangis, terlalu sakit untuk Naver. Naver tahu kakaknya butuh banyak waktu untuk sendiri.

Naver memberikan kertas itu pada telapak tangan penuh kehormatan milik kakaknya. "Surat ini ditemukan saat jasad Batari dipindahkan, bacalah, mungkin ada perkataan yang harus kau baca." Setelah mengucapkan itu, Naver berdiri, mengusap air matanya dan berlenggang pergi dengan perasaan sedih yang luar biasa.

Sepeninggalan Naver, Nakula membuka kertas itu, terlihat jelas tulisan tangan Batari yang sudah dia hapal, begitu indah sebagaimana wajah dan hatinya. Nakula belum siap, dirinya belum sanggup membaca ini semua, tetapi rasanya begitu dilema jika dirinya tak membaca tulisan tangan terakhir dari kekasihnya. Dengan perasaan yang masih begitu sedih, dirinya mulai membaca apa yang tertulis di sana.

"Nakula, aku akan selalu baik-baik saja, kau tahu itu, 'kan? Jangan berlarut dalam kesedihan, karena aku tak pernah pergi, aku hanya menghilang untuk sementara, dan percayalah, Tuhan yang maha baik akan mempertemukan kita berdua entah di mana pun itu nantinya. Aku sangat mencintaimu lebih dari yang kau tahu, jauh sebelum penobatanmu akan berlangsung, engkau telah lebih dulu menjadi raja dalam hatiku. Nakula, aku tak pernah menyesal pernah mencintaimu, hatiku sudah menjadi milikmu begitu pula sebaliknya. Ketika kau sedih, pergilah ke sungai tempat kita biasa memancing ikan, aku akan ada di sana dan menghapus air matamu, meskipun nantinya aku tak akan terlihat olehmu. Ketika kau lelah, pikirkan aku, aku akan hadir dan menghapus penatmu,walaupun nantinya itu tak dapat kau rasakan. Nakula, jadilah raja yang baik untuk rakyatmu, tentang mimpimu yang menginginkan aku menjadi ratumu, maaf aku tak bisa mewujudkan itu. Nakula, aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Mari kita bertemu lagi di waktu yang tepat dan keadaan yang baik, aku akan sangat merindukanmu, percayalah itu. Selamat tinggal Nakula, berbahagialah selalu."

~Batari Nayana

Sesak. Itu yang dapat Nakula rasakan saat matanya berada pada tulisan terakhir surat dari Batari.

Jadi sekarang kekasihnya itu sudah benar-benar pergi?

Fakta ini begitu sulit Nakula terima dalam hidupnya. Kemudian tanpa sadar, kepalanya terasa pusing, dadanya semakin sesak dan mata penuh kesedihan itu mulai kabur terhadap pandangan. Dalam hitungan detik, Nakula tersungkur lemas sambil memegang surat itu dengan erat. Nakula pingsan, dan dia berharap tak terbangun lagi untuk melanjutkan hidup yang terlalu pedih ini.

Nakula ingin bersama Batari, kekasihnya yang telah pergi karena keegoisannya sendiri.

TBC.....

✨✨✨✨✨

hai, guys! apa kabar? aku bawa cerita baru, nih. semoga mood nulisku stabil biar bisa up secara rutin, aamiin. ditunggu saran dan masukannya ya agar cerita ini lebih baik kedepannya. terima kasih telah membaca, sampai bertemu di next chapter, see you!

ENJOY GUYS!

bby, 5, 2, 2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

D E R E N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang