Waktu diberitahu jika ayahnya sudah menghembuskan nafas terakhir, rasanya separuh waras Ailen lenyap, waktu itu pengumuman kelulusan untuk masuk universitas, di layar laptopnya ada tulisan 'LULUS' tapi tidak ada perayaan dan suka cita mengiringi itu semua."Padahal bapak yang dukung aku ngambil seni tari, padahal bapak yang bilang aku berbakat, bapak yang bilang Ibu bakal terima aku kalau aku berhasil!!! Tapi buat apa kalau enggak ada bapak!" Raungan serta tangisan mengiringi rentetan kalimat itu, lalu sisanya hampa, sehari, dua hari, seminggu hingga sebulan Ailen merasakan hampa itu.
Ia tidak menangis, tidak pula meraung lagi, ia hanya diam, lagi-lagi hanya diam, tidak mampu makan, tidak bisa tidur, barulah ia agak waras masnya datang memberinya tamparan.
Iya, tamparan. Pas di pipinya.
"Sadar! Bapak perjuangin mimpi kamu. Harusnya kamu senang bapak udah enggak ada. Kan kamu selalu bilang enggak pernah mau ikut bapak, setelah ini kamu bebas pergi Ibu, Ibu yang selalu mikirin dirinya sendiri kayak kamu ini. Kamu persis kayak Ibu sekarang, Ai!"
Ailen masih tidak bergeming, hingga Aidan mengusak rambutnya sendiri, memejamkan matanya rapat-rapat, ia putus asa.
"Makan Ai! Tidur! Sadar! Atau kamu mau mas tampar lagi?"
"MAS TUH MAUNYA APA?"
"MAS MAUNYA KAMU HIDUP KARENA MAS ENGGAK PUNYA SIAPA-SIAPA LAGI SELAIN KAMU AILEN!"
Setelah itu Ailen pecah, ia memeluk masnya kuat-kuat dan sama-sama menangis. Ia yang dari dulu selalu ingin ke Bali pulang ke Ibunya tiba-tiba kehilangan ingin itu. Benar kata Masnya, Aidan tidak punya siapa-siapa lagi selain Ailen, meski setelah kepergian sang Ayah hubungan mereka jadi dingin tapi tidak pernah sedikitpun terbersit ingin Ailen untuk meninggalkan masnya.
Hampa, hampa hanya akan datang di hatinya jika menerima kabar terburuk, sama seperti pagi itu saat tahu sepotong masa lalu dari seorang Arjuna.
"Fokus Ailen, fokus! Ah kamu ini, langkahnya salah terus!" Entah sudah berapa kali Ailen dibentak demikian selama latihan sebab lagi-lagi ia merasakan hampa itu di dadanya.
"Maaf kak."
Hampa ya? Jadi masa lalu Arjuna itu kabar buruk untuknya? Entalah yang pasti setelah ini Ailen tidak yakin dapat melihat Arjuna dengan cara pandang yang sama lagi.
"Ailen, istirahat dulu yuk? Elo sakit apa gimana? Hm?" Lula yang kemudian menyelamatkannya, mengajak Ailen menepi sejenak dan memberinya minum.
"Gue enggak bisa latihan deh kayaknya, La."
"Loh kenapa? Sakit?"
Ailen sontak menggeleng, mengusap dadanya dengan telapak tangan dan berucap dengan nada rendah,
"Kosong, La."
Arjunang : Ini elo enggak sepedaan? Langsung ke tempat latihan?
Arjunang : Ya udah semangat ya latihannya Ai yang cantik, manis, langsing. Hahaha.
readIya, Ai tidak bisa melihat Nanang dengan pandangan sama lagi.
***
Minggu sore setelah kemarin hari penuh hampa itu berlalu, Ailen teringat percakapannya dengan Arjuna.
"Kak kapan terakhir kali kakak diperhatiin Mama sama Papa?"
"Waktu gue sakit, enam bulan itu mereka rutin datang ketemu gue."
Jika ingin menghubungkan titik-titik yang kini bersarang tanpa sengaja di kepalanya, berarti waktu orang tua Arjuna rutin menjenguk anaknya adalah saat pemuda itu masuk rehabilitasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cycle mate
Fanficㅡ C Y C L E M A T E ; "Kisah mereka dimulai dari sepasang sepeda dan pencarian sebuah IDEAL"