Sebuah mobil Pajero Sport hitam baru saja parkir di halaman depan gedung perkantoran delapan lantai itu. Nama Panduga Tower tertulis mentereng di depan halaman gedung. Seorang laki-laki berparas tegap dengan tinggi kurang lebih 180an sentimeter keluar dari mobil tersebut.
Satpam kantor dan petugas resepsionis menyapa lelaki yang tampak berjalan terburu-buru tersebut. Dipencetnya tombol lift sambil sibuk melakukan penggilan pada selularnya.
"Selamat Pagi Pak," sapa ramah seorang karyawan padanya yang dibalas hanya dengan anggukan dan senyum tipis.
Lelaki tersebut bergegas ke ruangannya diikuti oleh sekretaris yang sibuk membaca jadwal hari ini.
"Untuk meeting jam delapan bisa digeser tidak? Atau dijadikan meeting online saja? Saya mau pulang tepat waktu hari ini," pintanya pada sang sekretaris.
"Saya coba konfirmasi ke sana ya, Pak," sahutnya seraya pamit meninggalkan ruangan.
"No, kenapa nggak datang ke rumah semalam? Mama Papa nanyain." Pintu ruang kerja dibuka kasar dan tampak sosok lelaki lain berperawakan kurang lebih sama.
"Nggak sempat," timpalnya acuh dengan tatapan terfokus pada layar komputer.
"Reno, mau sampai kapan lu terus menghindar dari papah? Papa udah nggak bisa ngapa-ngapain. Buat apa lu dendam sama papa?"
"Lu enak ngomong gitu, karena mereka lebih memihak elu. Bang, udah gue bilang berapa kali untuk tidak ikut campur urusan gue sama papa? Gue udah ngalah mau ikut urusan kantor seharusnya kalian bersyukur, jangan tambahin beban gue dengan harus ikut basa basi busuk ke keluarga." Muka lelaki yang berdiri di balik meja itu sudah memerah menahan amarah.
Brama meninggalkan adiknya sendirian. Dia paham bahwa adiknya tidak sepenuhnya salah. Menjadi penerus tahta bisnis Panduga tidaklah mudah bagi jiwa bebas Reno. Dirinya sendiri sering merasa iri pada adiknya itu. Keinginannya untuk menjadi seorang penulis dan hidup berpindah negara tanpa beban harus dikuburnya dalam-dalam.
Sebagai anak tertua, Brama harus kembali ke Indonesia dan mengurus kerajaan bisnis ayahnya setelah kelulusannya dari UCL, London. Reno sebagai anak kedua dan bungsu pun demikian. Awalnya, Reno tidak mau terlibat dalam perintilan perusahaan sang ayah. Dendamnya pada sang ayah masih belum termaafkan hingga akhirnya permohonan sang mama mengusik rasa ibanya dan berhasil meluruhkan dingin gunung es di hatinya. Usai studinya di Nanyang, Singapura, Reno kembali ke Indonesia untuk membantu kakaknya bergabung membereskan Panduga Ltd.Co.
***
Hari ini adalah hari terakhir aku menemanimu. Kamu sehat selalu ya. Jangan lupa makan dan olahraga. Be happy.
Sebuah pesan singkat mendarat di ponsel Reno membuat pria 30 tahun itu terkesiap. Betapa usia pertemanan virtualnya terlalu singkat. Buru-buru ditransfer kembali uang untuk memperpanjang kontrak.
Jangan ucapkan kata pisah dulu. Ini aku transfer untuk perpanjangan waktu. Aku masih butuh kamu.
Pesan terkirim bersamaan dengan bukti transfer yang juga terkirim pada nomor yang sama. Di seberang ponsel Priska tersenyum menerima pesan dari kliennya yang satu ini. Reno memang berbeda dari kliennya yang lain. Dia tidak pernah bertemu muka baik secara daring maupun langsung tapi kesan kehangatan laki-laki tersebut begitu hangat terasa padanya.
Jadwal paket percakapan yang semestinya hanya tiga kali seminggu, diperpanjang hingga menjadi nyaris 24 jam bersama Reno. Reno memang berbeda...
***
"Hari ini klien Singapura yang waktu itu bakal tanda tangan MOU sama kita siang ini. Gila sih escort yang gue sewa kemarin memang papan atas. Istrinya senang dengan dia dan karena itu istrinya juga yang memaksa untuk kerjasama ini bisa terwujud. Nggak sia-sia gue bayar mahal." Senyum sumringah tersungging di bibir Brama Panduga.

KAMU SEDANG MEMBACA
FINAL LOCK
Любовные романыAndara, seorang gadis alfa yang selalu dapat mengatasi seluruh masalahnya sendiri. Gelar master yang didapatnya, pekerjaan sebagai penulis sekaligus membuka usaha kelas pengembangan diri, membuatnya merasa mapan dan tidak perlu dukungan finansial da...