Bab1: saat mataku terbuka

0 0 0
                                    

Gemericik suara hujan saat jatuh membasahi genting .Wangi bau hujan saat menyentuh tanah . Semilir rasa angin saat melewati hujan .
Harmonisasi dingin pangkal kemalasan .

Aku ingin bangun ...
Aku harus bangun...
Bergerak!
Ayo bergerak !!

Mata Mia terbuka . Selalu butuh sebuah perjuangan untuk bangun  , seperti ribuan usaha melelahkan untuk mengalahkan mimpi buruknya tiap hari .
Mia melirik bufet kecil di samping ranjangnya . Semangkuk bubur ayam ,segelas air putih, dan beberapa tablet obat ,selalu sudah tersedia saat ia membuka mata . Entah bagaimana Dayang Wanda selalu bisa masuk kamarnya padahal sudah di kunci .

Sekarang disini lah aku . Akhirnya aku berhasil pulang ke kotaku Tulung agung. Meskipun kebebasan ini harus dibayar dengan sangat mahal .Semua harus ditinggal di sana ,keluargaku , hatiku...
Dan  rumahku yang dulu sudah tak ada , iya semua properti ku sudah ku jual . Tapi tak semua hilang ,aku menyisakan sebuah tempat kecil . Sebuah kamar kost an ukuran 3kali 4meter ,disini ada satu ranjang kecil satu bufet kecil dan kamar mandi kecil . Sebuah harapan kecil yang terus ku simpan   seperti nyala api abadi , bahwa aku mungkin akan kembali dan iya aku ternyata kembali. Apa aku menyesal sudah kehilangan semuanya ? Kurasa tidak . Tempat ini masih terlalu besar untukku yang tinggal sendiri . Tapi inilah kenyataan nya  ,aku hanya punya diriku sendiri .

Ah tidak sepenuhnya sendiri ,orang itu ,dayang Wanda   . Meskipun tidak pernah sekalipun ku ajak bicara dan terus kuabaikan keberadaannya , dia seperti bayangan yang terus mengikuti ku , katanya ini pengabdian . Bagiku ini konsekuensi penghianatan.
Sepertinya aku memang belum sepenuhnya bebas .

Jam menunjukkan waktu tujuh tiga puluh lima . Padahal semalaman hujan tapi jam segini matahari sudah terik  membakar tubuh.  Mia mengangkat telapak tangan kanannya ke atas kepala untuk melindungi matanya yang terasa silau oleh matahari ,sedang tangan kirinya melambai pada angkot langganannya . Sudah satu bulan ini dia bekerja di sebuah toko roti . Sangat sulit menemukan pekerjaan dengan ijasah SMP nya .Untung dia bertemu Avalva ,seorang teman lama di SMU yang sudah bekerja di sana terlebih dahulu . Dengan koneksinya akhirnya dia bisa diterima bekerja di sana .

Sebuah anugerah Tuhan yang tidak bisa mereka rampas ,sedikit membantu ku bertahan hidup . Tampang lumayan ku . Bermodal  wajahku ini aku tidak ditempatkan di bagian produksi  ,aku ditempat kan di bagian marketing .Alias didepan etalase .

Jam menunjuk pukul 9 gerai sudah di buka . Aroma roti yang baru diangkat dari oven ,dengan semua bentuk ,warna dan bau selalu berhasil  menggoda ku, seperti ingatan akan kenangan masa lalu indah yang tak mungkin bisa disentuh . Apalagi dengan gaji magangku .

Lagi - lagi Mia menghela nafas,melihat deretan roti yang berjajar di display  di depan kedua matanya .
Semuanya memang menjadi berharga saat tak bisa dimiliki.

"Ck ...ck...ck.., jika tak kenal lama pasti tak ada yang percaya ,kau tuh bekas sultan tajir melintir pada zaman dahulu . Elap tuh iler meskipun sudah jadi miskin tapi pertahankan kehormatan mu sebagai manusia beradap !" Cerocos Avalva yang baru tiba melihat Mia memandangi roti di display tanpa berkedip .

" Giliran kita makan tuh kalau ada roti gagal dibuat !" Lanjutnya .

"Itu belum tentu seminggu sekali ada ,pa kamu enggak mau nraktir aku? " Memasang muka memelas .

"Bukannya tak mau tapi tak mampu ."

"Tapi Itu apa jus buah ya masih bisa beli  ? Enggak pagi , siang , sore sudah kaya minum obat cuma beli jus doang  enggak takut kena magh ? " melirik tentengan Avalva ditangan kirinya .

"Ini detoksifikasi ,membuang racun di tubuh !"

"Racun cinta maksud nya?"

"Cemburu aja ,dengerin ini !Aku tuh sadar siapapun yang berada di sampingku pasti merasa nyaman . Tapi hatiku tak bisa untuk kau tawan .Sadarkan dirimu kawan !"

Mia cuma nyengir ,
"Heh pujangga cinta ,emang sudah kau konfirmasi apa bidadarimu tuh masih singel atau jangan-jangan sudah kwartet ?"

"Jangan nakut - nakutin deh!"

"Penjual jus buah di depan tuh berapa umurnya ,sudah hampir 30 masa belum kawin ."

"Namanya nona Wanda . Memang kenapa kalau dia sudah dewasa , namanya mature !"

Iya dia Wanda yang sama ,seperti yang dibayangan .Dia terus mengikuti ku  . Dia menjual jus buah di depan toko roti . Dan entah bagaimana ceritanya Avalva langsung jatuh cinta saat pertama melihatnya.

"Kau sendiri apa kabar racun cintamu itu ,yang kau bilang sudah membuat bangkrut keluargamu . Sudah kau buang ke laut  belum kenangan mu tentang dia ?"

"Sudah- lah ."sahutnya tanpa melihat yang tanya .

"Yakin?"setengah mencibir .

"Tentu !"jawabnya sambil menepuk dada mencoba meyakinkan .

"Jadi kalau ku bilang  ada putra mahkota yang naksir kamu apa kau berminat ?"

"P..putra mahkota ? Siapa ?"

"Mas Arka !" Bisiknya .

"Mas Arka mana?"

" Memang disini ada  berapa Mas Arka , tentu saja mas Arka ,anak satu-satunya Bu Siska yang punya toko roti ini .Mumpung dia lagi libur kuliah dan kerja disini gunain waktu yang singkat ini .Lumayan loh bisa ngangkat derajatmu lagi ."

"Kalau Bu Siska tak suka gimana ? Terus kalau Pak Siska melarang gimana?"

"Emang lagu !"

"Kau tahu sendiri aku cuma lulusan SMP ,jika aku punya anak pasti aku pun melarang ."

"Neng kalau cinta sudah bicara gunung bisa terbelah lautan bisa langsung kering!"

"Memang kau mau jatah apa jadi mak comblang?"

"Tak ada ,tapi kalau kau maksa aku mau jadi kepala chef disini."

"Perlukah aku  fikirkan ?"

"Apa yang harus di fikirkan?"tanya seseorang yang membuat obrolan receh mereka langsung berhenti dan mereka berdua saling pandang penuh pertanyaan apakah orang itu mendengar percakapan mereka barusan?

"Mas Arka..."

AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang