CHAPTER 003

36 11 1
                                    

Budayakan vote and komen setelah membaca gais^

So, siap gak baca chapternya?

Kalau ada typo tandai ya...

-

'Kenapa gua mendapat kenyataan yang membuat gua merasa tersaingi'~ GILANG

-

***

Gilang menduduki kursi belajarnya kembali, padahal jika hari biasanya ia sangat jarang menduduki kursi itu.

"....

"Lo mau mandi gak?" tanya Gilang menawarkan.

Zweitson menoleh pada Gilang. "Gerah.." ujarnya.

Keadaan sangat canggung, terlebih Zweitson yang tidak terlalu banyak bicara dan Gilang yang bingung harus melakukan apa.

"Bentar."

Gilang bangkit dan membuka lemarinya untuk mengambil handuk yang baru ,Zweitson harus mandi biar tidak kegerahan.

"Sana mandi." Gilang menyodorkan handuk bewarna ungu muda itu pada Zweitson.

"Boleh?" polosnya.

Gilang menghela nafas. "Sana mandi," balas Gilang dengan datar.

Zweitson menerima uluran handuk itu dan bangkit. "Kamar mandinya dimana?" tanya Zweitson.

"Tuh. Alat alatnya ada disana, liat aja."

Zweitson mengangguk. "Makasih."

Gilang berdehem dan membiarkan anak itu masuk kekamar mandi. Tak lupa Zweitsonpun mengambil baju gantinya.

"Dia siapa sih? Kok bisa masuk kerumah gua?" gerutunya malas.

Tok.. tok.. tok..

"Gilang."

"Ia Pah.." teriak Gilang dan berlari kecil membuka pintu kamarnya.

"Apa Pah? Kok Papah belum istirahat?" tanya Gilang.

Gilang memang tipikal orang yang sangat perhatian kepada Papahnya, begitu juga dengan Andika walau terkesan membebaskan sang anak namun Gilang tak pernah lepas dari pengawasannya.

"Ia Papah mau tidur. Ini papah mau nganterin ini.." Kata Andika menyodorkan 2 gelas susu putih.

"Kok tumben?" herannya.

Andika terkekeh. "Salah ya Papah merhatiin kamu?" kekehnya.

"Enggak sih yaudah sini." Gilang menerima itu dan menutup pintu kamarnya

"Eitss bentar dulu, awas jangan gadang."

"Ia."

Ceklek

Gilang mengunci pintu kamarnya dan membawa kedua gelas susu hangat itu pada nakasnya.

"Papah tumbenan ngasih susu putih? Kan gua gak terlalu suka susu," herannya.

Ceklek

Zweitson membuka pintu kamar mandi dan tersenyum manis pada Gilang yang memperhatikannya.

"Gak usah senyum, gak lucu," ketus Gilang.

"Ya maaf.."

Zweitson duduk lesehan dikarpet sambil mengeringkan rambutnya.

"Btw lo dari mana?" tanya Gilang.

"Probalinggo," balasnya.

"Kok bisa nyasar ke Jakarta?" tanya Gilang heran.

Zweitson terkekeh pilu. "Nyari keadilan dan pertanggung jawaban.." balasnya.

BERTAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang