Bab 14: Always love

11 1 0
                                    

[Budayakan follow sebelum baca]

[Jangan lupa vote and commen]

Happy reading

.

.

Hari sudah menjelang sore, dan mereka berdua, Yafi dan Diva masih berada di panti asuhan Cempaka. Hanya saja saat ini keduanya sedang berada di taman belakang panti.

Mereka berdua duduk dibawah pohon yang didepannya terdapat kolam ikan yang cukup bersih dan juga indah. Mereka berdua saling berbagi cerita tentang masing masing.

Bahkan saat ini Yafi duduk dan bersandar di bahu Diva. "Aku masih bingung bagaimana Tuhan nyiptain mahluk seindah kamu Div,"

Ucapan Yafi membuat Diva tersenyum meskipun tidak Yafi tidak melihatnya. "Tetapi menurut aku ada yang lebih indah, yaitu cinta dari kamu. Karena itu aku masih bisa bertahan meskipun waktu itu kamu mau ninggalin aku,"

"Cinta itu timbal balik, aku cinta sama kamu dan kamu juga cinta sama aku. Bahkan kamu berhasil membuat aku kalah untuk berpura pura kalau aku udah nggak suka sama kamu,"

"Makasih udah kembali,"

Yafizan mengangkat kepalanya dan menatap Diva.

"Bahkan apapun yang akan terjadi, aku nggak akan pernah ninggalin kamu, aku janji." Ucap Yafi tanpa ada unsur bercanda sedikitpun.

"Aku juga janji nggak akan pernah ninggalin kamu." Balas Diva.

"Tentang mimpi kamu, aku baru tau kalau kamu nggak pengen jadi dokter,"

Kini giliran Diva yang meletakkan kepalanya di pangkuan Yafi. "Kamu tau betapa aku nggak sukanya sama profesi itu. Aku nggak pernah suka, terlebih setelah papa memaksa aku untuk menjadi dokter sekaligus menjadi calon penerus pemilik rumah sakit."

Diva masih belum selesai dengan cerita nya. "Aku capek dengan tuntutan papa,"

"Alasannya apa, sampai papa kamu sebegitunya sama kamu?" Tanya Yafizan.

"Sebenernya yang ingin jadi dokter itu bukan aku, tapi Dafa kembaran aku. Dan dulu papa nggak pernah mempermasalahkan apapun,"

"Sampai suatu ketika, Dafa yang sedang bermain dipinggir kolam renang tiba tiba jatuh, lalu mami datang dan menolong Dafa meskipun ia juga nggak bisa berenang," lanjut Diva.

"Lalu gimana mami kamu waktu itu?"

"Aku sama papa datang dan semuanya sudah terlambat, mama meninggal. Oleh karena itu ayah begitu membenci Dafa bahkan mengusirnya. Dan semua beban seakan dilempar ke aku."

"Kamu kangen mereka?"

Diva mengangguk, "tentu. Aku rindu semuanya, papa yang selalu sayang dan menghargai keinginan aku, mami yang telah pergi ke pangkuan Tuhan, bahkan meskipun ia hanyalah mami sambung aku, dan yang terakhir, Dafa yang pergi bersama mama kandung aku. Emang salah ya aku rindu mereka semua?" Diva mengusap air matanya yang tidak mampu ia tahan. Masih diposisi semula, Yafi menahan tangan Diva, lalu dirinya yang beralih mengusap air mata itu.

"Nggak, kamu nggak salah. Menangilah sepuas kamu sampai beban yang kamu bawa perlahan berkurang,"

Diva kemudian beralih duduk. Yafi dengan sigap langsung meraih tubuh Diva kemudian membiarkannya jatuh dipeluknya. Perlakuan Yafi tadi langsung membuat Diva menangis dengan keras, seakan sedang membiarkan dirinya jatuh sejatuh jatuhnya.

Setelah cukup lama akhirnya Diva berhenti menangis. "Udah, tenang ya. Setelah ini aku anter kamu pulang," ucap Yafi.

"Aku nggak mau ngerepotin kamu. Nggak papa aku pulang sendiri."

YAFIZAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang