[2]

17 2 0
                                        

i

"Aku diterima kerja!" seru Jimi ketika Juna datang menjemputnya di rumah.

"Wow! Selamat! Percaya sama kata-kataku, kan? Kamu cocok sama perusahaan itu."

"Hahaha ... ya, dicoba aja dulu," kata Jimi lagi. "Juna. Hmm ... setelah ini, kita gimana?"

"Apanya? Ayo buruan naik keburu dingin. Eh, ambil jaket yang lebih tebal deh. Emang kamu nggak tahu kalau bukit bintang tuh dingin. Namanya aja bukit," ucap Juna disertai suruhan.

"Ya ... ya ... ya .... Tungguin!"

***

iii

"Sudah tahu dingin kok nggak bawa jaket?" tanya seseorang dari belakang.

Jimi langsung menoleh, mendapati laki-laki bermata sipit yang melipat tangannya di dada. Meski mengenakan jaket cukup tebal, sepertinya dingin masih menggigit tubuhnya.

"Lupa."

"Oh. Bisakah aku duduk di sini?"

Jimi mengernyit. Namun laki-laki yang mempunyai tinggi sama dengan dirinya itu seperti sihir yang meminta untuk bilang, "Silakan, tidak masalah."

Hening beberapa saat, barangkali keduanya sama-sama bingung untuk memulai obrolan.

"Kamu juga sendirian ke sini?"

"Sekarang nggak lagi," jawabnya, dan ketika Jimi menoleh, laki-laki itu menunjukkan gummy smile yang sangat manis. "Namaku Saga. Kamu?"

"Jimi."

"Oke. Kita sudah saling kenal. Jika suatu hari bertemu lagi, kita bisa langsung ngobrol tentang apa pun. Kamu bisa menemuiku di sini atau di sana, di mana pun kamu mau. Oke, Jimi?"

Alarm ponsel membangunkan Jimi dari tidurnya. Samar-samar dia kembali ingat tentang Saga.

***

"Kamu pernah nggak mimpi yang kayak diulang gitu?" bisik Jimi ke Ve. Mereka sedang bekerja, tetapi Jimi sudah tidak sabar untuk cerita tentang kejadian aneh yang menimpanya beberapa hari ini.

"Aku baru tahu kalau salah satu menteri maunya hanya menginap di hotel tertentu. Ini hotelnya penuh, mau aku alihkan ke yang lebih mahal tapi tetap nggak mau. Aku harus bagaimana?"

Hm, meminta jawaban beres kepada Ve saat jam kerja memang tidak bisa diupayakan. Jimi melupakan pertanyaannya tadi, dan kini malah sibuk mencari solusi untuk permasalahan Ve. Sebenarnya hari ini Jimi juga sudah dibuat pusing oleh selebgram yang salah membatalkan pesanan kamar hotel. Jimi harus memprosesnya, tentu dengan rongrongan sang manajer selebgram itu.

Dunia ini memang penuh dengan tekanan.

Pekerjaan lainnya mengantre dan lebih menarik perhatian daripada mimpi yang ingin didiskusikan. Perhatian Jimi sesaat teralihkan. Dia membuang jauh tentang Saga dan apa pun itu. Mungkin saja itu hanya bunga tidur yang tidak perlu terlalu dipikirkan.

***

"Kamu nggak makan kepiting?" tanya Saga.

Kali ini mereka bertemu di pantai.

"Juna nggak makan hewan laut. Katanya terlalu imut."

"Tapi kamu bukan Juna, Jim," jawab Saga terlalu santai. "Cobain deh. Ini enak banget. Kamu bakalan suka."

Sempat terlintas di pikiran Jimi kalau Saga sangat bertolak belakang dengan Juna. Dia masih ingin membandingkan banyak hal lagi, tetapi Saga sudah menyodorkan daging kepiting di depan mulutnya.

"Aku punya tangan. Bisa makan sendiri," kilah Jimi, tanpa menerima suapan Saga.

"Kamu lebih banyak melamun tadi." Dia memasukkan kupasan kepiting itu ke mulutnya sendiri. "Ini enak, Jim!"

Teman Khayalan [YOONMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang